Mohon tunggu...
Find Leilla
Find Leilla Mohon Tunggu... Administrasi - librarian

seperti koinobori yang dihembuskan angin

Selanjutnya

Tutup

Healthy

Pengalaman Operasi Kecil, Kista Dermoid

15 April 2019   14:14 Diperbarui: 21 April 2021   15:27 5415
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pengalaman operasi kista. | klikdokter

Ini ceritanya mau berbagi pengalaman pertama saya masuk ruang operasi yah (ketok-ketok meja, amit-amit gak mau lagi).

Awalnya cuma gara-gara benjolan di bagian perut bawah sebelah kiri. 

Kurang lebih dua minggu yang lalu saya menyadari bahwa tahi lalat berwarna hitam yang ada di perut saya itu kalau ditekan rasanya nyeri. Ada bulatan kecil tepat di bagian bawahnya. Karena sakit, saya iseng bertanya pada dokter yang sedang bertugas di kantor.

Mengernyit, dokter meminta saya untuk menemuinya di klinik untuk mendapat surat rujukan ke dokter spesialis bedah di rumah sakit. Saya menurut saja. Tapi belum lagi sempat ke rumah sakit, munculah cairan berwarna keruh dari tahi lalat itu.

Saat itu benjolan sudah tidak terasa sakit lagi. Tapi begitu dipencet, keluarlah pasta berwarna kekuningan (entah nanah, entah lemak) yang muncrat berulang-ulang setiap kali ditekan.

Tidak sakit. Dan juga tidak ada darah yang keluar. Ketakutan, saya tutup saja dengan kasa steril dan tidak lupa sebelumnya mengoles permukaan lukanya dengan salep berisi gentamicin.

Sempat terpikir, apakah itu bisul? Tapi terbantahkan. Sebab jika bisul, permukaan kulitnya pasti akan berwarna kemerahan dan terasa panas. Badan juga tidak meriang.

Meski sempat mulas, tapi bekas luka itu sama sekali tidak terasa sakit. Warnanya pun tidak berubah. Benjolan berada di bagian bawah kulit, bukan di atasnya. Jauh berbeda saat saya pernah kena bisulan dulu.

Karena dalam waktu dua hari luka terus mengeluarkan cairan dan pasta kekuningan, akhirnya saya benar-benar menyempatkan diri untuk berobat ke rumah sakit.

"Operasi ya!"

Gubrak!

Saya yang niatnya dari rumah hanya berobat saja tiba-tiba jadi ternganga mendengar kata-kata dokter.

"Lah, Dok, saya..." Trus nggak tahu harus bicara apa.

Setelah pemeriksaan singkat, dokter memberi gambaran tentang apa yang dilihatnya. Dengan sabar beliau menjelaskan dan menenteramkan hati saya yang dari wajah saja sudah keliatan kacau balau irama detak jantungnya.

Baca Juga: Pengalaman Operasi Miom dan Kista Coklat, Surgery is the First Time in My Life

"Tidak ganas kok." Meski itu pun dugaan sementara, tapi kata-katanya seperti air yang menyejukkan di telinga saya.

Puji tuhan. "Tapi operasinya tetap harus, Dok?" tanya saya pelan-pelan. Nggak tahu kenapa tiap dengar kata 'operasi,' jantung saya rasanya udah nggak ada di tempatnya lagi. Asli wedi, juuummm. Hamok pikir.

"Kalau tidak mau operasi boleh juga. Nanti kita rawat aja ya. Tapi sebaiknya memang diambil biar bersih dan tidak infeksi," kata dokter. "Gimana?"

Berpikir sejenak, mengingat kondisi benjolan yang memang sudah pecah dan kebayang malah jadi nggak karuan gara-gara infeksi, saya iyakan saja agenda untuk operasi kecil yang dilaksanakan esok pagi.

Hari H

Pagi hari, beberapa menit sebelum jadwal operasi, saya sudah bersiap di depan loket pendaftaran. Di lembar surat rujukan saya baca diagnosa sementara keluhan saya adalah Kista Dermoid. Menurut dokter itu sejenis kelainan yang posisinya berada di bawah kulit. Oleh karenanya dibutuhkan tindakan operasi kecil saja.

Beberapa saat kemudian setelah menandatangani beberapa lembar berkas administrasi, saya memasuki ruang operasi. Sempat gemetaran karena harus berjalan sendiri (memang pengantarnya harus menunggu di luar), suster memberi selembar baju operasi berwarna putih. Dan saya bingung harus gimana cara memakainya.

"Saya bantu, ya," katanya ramah.

Saya manggut saja karena memang baru pertama kali memakainya. Setelah mengganti baju dengan baik, benar, cantik, dan mempesona (lengkap dengan shower cap-nya), saya dipersilahkan untuk tiduran di meja tindakan (ebuset, kaki saya tiba-tiba lemes gemeteran rasanya).

"Saya merem aja, ya."  Kata-kata ini memang jurus andalan saya jika sudah mengkeret ketakutan tingkat dewa. Yaiyalah, serem. Tiduran gitu sebelah kaki diikat dan sebelah tangan ditancepin alat pantau jantung dan tekanan darah, kok jadi ngilu rasanya. Padahal disuntik bius aja belum, sudah pengen nggak sadar aja.

"Jangan takut! Nanti tekanan darahnya ikut naik lho.." Canda beberapa perawat di dalam sana.

Nggak tau kenapa saya nggak bisa tertawa. Malah deg-degan takut kenapa-napa (efek kebanyakan nonton iklan film horor). (((helah, iklaaan))).

"Oke, saya suntik bius lokal ya. Permisi ya," kata dokternya.

Seperti biasa reaksi lebay saya muncullah. Saat jarum suntik menembus lapisan kulit perut, sakit suntiknya yang harusnya nggak seberapa tapi paniknya yang kemana-mana.

"Sakiiiitt.." Saya mendesis persis kaya bocah yang nyari-nyari  pelukan hangat ibunya. Dan para perawat langsung mendekat ke bagian kiri dan kanan tangan saya.

Masing-masing mendekatkan tubuhnya menenangkan saya seperti berkata, "Cup cup yaaaa." Haduh, malu bener dah saya. Trus saya diem, sebab setelah itu nggak terasa apa-apa lagi.

Beberapa saat kemudian dokter mulai sibuk bekerja. Tiga perawat terus setia berada didekatnya. Seseorang sigap membantu mengambilkan beberapa alat yang dibutuhkannya. Byuh, alat. Nah, ini masalahnya. Begitu mendengar dokter berkata, "Wah, agak besar ini. Saya bersihkan dulu ya." "Yak, gunting."

Dhuar!

Semakin lemaslah tubuh saya. Membayangkan kulit perut yang digunting gitu tiba-tiba pening kepala saya. Mual. Tapi karena nggak berasa, saya cuma bisa mendengus cemas sambil pencet-pencet jemari tangan saya sebelah kanan.

Selama jalannya operasi, dokter sempat menjelaskan beberapa hal tentang kista yang diambilnya. Hanya saja saking paniknya, saya nyaris nggak menangkap apa-apa yang dibicarakannya (jajal nek kowe). Suster juga sempat menunjukkan kista yang baru diangkat, tapi saya malah bergidik ketakutan melihatnya.

"Sudah selesai, Bu. Ini sekarang dijahit ya," kata dokter.

Dan lamanya proses menjahit itu rasanya hampir sama dengan proses pembersihan kistanya, haduh. Saya yang semakin parno ketakutan hampir menangis dibuatnya. Takut efek biusnya hilang di tengah-tengah proses jahitan. Jian, deg-degan.

Beberapa menit kemudian.

"Sudah selesai, Bu."

Saya baru bisa bernapas lega saat mendengarnya. Suster segera membersihkan area luka dan memberikan betadine, kemudian menempelkan pembalut luka yang anti air, katanya. Proses operasi kecil itu makan waktu nggak sampai 30menitan.

"Jahitan ini tidak perlu dicabut ya. Nanti jadi daging. Kontrol kembali satu minggu lagi."

Setelah itu dijelaskan bahwa kista yang diangkat akan diperiksa kembali di laboratorium dan harus diambil hasilnya sebelum waktu kontrol. Setelah proses operasi itu saya baru bisa melihat bentuknya di ruang tunggu.

Baca Juga: Pengalamanku dengan Kista 2 Tahun Lalu

Ladalah, benda yang disebut kista itu berwarna putih berdiameter kira-kira setengah sampai satu sentimeter. Saya bayangkan jika hari itu tidak dioperasi, mungkin butuh waktu berhari-hari untuk bisa memencet semuanya keluar dari perut saya. Haduh, nggak sanggup bayangin gimana infeksinya (tarik napas).

Dua hari pasca operasi, jalan saya masih ketimak-ketimik kayak orang abis lahiran. Padahal luka operasi paling nggak sampai 5 sentian (kan ngakak). Tapi gimana juga namanya perut ada bekas jahitan ya jelas agak nyeri rasanya. Sebenarnya dokter sudah meresepkan obat anti nyeri yang boleh diminum hanya jika terasa sakit, tapi saya cuma meminumnya satu butir saja.

Bagi teman-teman yang mengalami diagnosa yang sama dan disarankan operasi kecil juga seperti saya, mungkin catatan ini bisa sedikit membantu ya:

  • Berusaha untuk nggak panik. Percayakan saja pada ahlinya. Saat dokter menyarankan untuk operasi, sebenarnya dokter memberi isyarat bahwa keputusan untuk menerima tindakan operasi atau tidak itu kembali pada diri kita sendiri. Pahami benar kasusnya, pikirkan baik-baik pertimbangannya. Dalam kasus saya memang saya putuskan untuk operasi karena benjolan memang sudah pecah. Biasanya dokter akan memberi kita waktu untuk berpikir agar dapat mengambil keputusan yang terbaik.
  • Saat benar-benar harus operasi biasanya kita akan menerima beberapa penjelasan sebelumnya. Karena dalam kasus saya masuk kategori operasi ringan, maka dokter menjelaskan sekilas prosedurnya. Bius yang saya terima adalah bius lokal. Tidak menginap atau opname, setelah tindakan boleh langsung pulang. Biasanya dokter akan menyarankan agar saat menerima tindakan ada yang mengantar.
  • Perkara menggunakan pakaian yang tepat saat hari H mungkin bisa dilihat per kasus ya. Kebetulan karena kista saya berada di area perut, maka saat berangkat ke rumah sakit, saya menggunakan baju yang gampang dilepas dan dipakai kembali dengan mudah. Sengaja tidak memakai celana jeans biar mudah saat setelah operasi. Meski masih ada efek bius, tapi percayalah, mengangkat satu kaki di atas bagian luka jahitan itu nggak gampang. Jadi biar nyaman, pakai kulot pendek berkaret saja.
  • Perhatikan baik-baik semua petunjuk dokter. Apakah menggunakan benang jahit yang harus dilepas atau tidak, kapan waktu kontrol, apa saja pantangan makanan, dan lain-lain seputar perawatan luka. Dalam kasus saya perban luka tidak boleh dibuka sendiri hingga seminggu waktu kontrol nanti. Ikuti saja.
  • Mungkin dokter akan memberi kita waktu untuk istirahat di rumah. Manfaatkan. Dalam kasus saya yang lukanya berada di perut, usahakan sesedikit mungkin untuk membungkuk. Percayalah, itu sakit rasanya. Meski cuma beberapa senti saja sayatannya, ternyata nggak bisa bikin kita seketika bisa berlari lagi sebelum luka benar-benar pulih kembali. Sehari setelah operasi, saat memaksa membeli nasi jagung di dekat rumah, terbukti saya nggak bisa jalan nyelonong kayak biasanya. Musti pelan-pelan. Namun demikian, saat berjalan badan harus tetap tegak posisinya.

Hari ini, masih harus menunggu seminggu lagi untuk mendengar putusan kistanya ganas atau tidak. Berserah saja. Kiranya senantiasa diberi kemudahan olehNya.

Semoga selalu sehat ya.

Salam Kompasiana.

salam,

Leilla

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun