[caption caption="(dok.leilla)"][/caption]
Sejak nyasar ke blog orang dan melihat gambar Gereja Belenduk dan area Kota Tua, seketika membuat saya bertekat harus mengunjungi kota Semarang tahun ini juga.
Â
Berhubung jadwal kegiatan di bulan Desember sedemikian padatnya, maka sehari setelah mengantar ibu liburan ke Pulau Bali, saya bersama seorang teman segera mencari informasi ke sana sini. Mulai tiket, voucher penginapan, hingga searching web persewaan sepeda motor untuk sarana transportasi kami selama di sana nanti. Dan yup, all klaar beberapa hari menjelang keberangkatan. Yuhuuu, yuk liburaann ^^
Â
Semarang, day 1
Â
Berbekal tiket kereta api kelas ekonomi seharga IDR 50K dari Surabaya menuju Semarang, sejak pukul 5.30 pagi saya sudah bersiap di Stasiun Pasar Turi. Tepat pukul 06.00 kereta meninggalkan kota Surabaya dan tiba di Stasiun Tawang, Semarang, pukul 10.30 siang.
Â
Uniknya, sebelum turun, seorang ibu di seberang kami berpesan, 'Nanti kalau mau ke toilet lebih baik gunakan toilet yang di dalam stasiun saja ya, Mbak. Jangan buru-buru keluar. Toilet yang di dalam jauh lebih bersih ketimbang yang di luar-luar.' Ini informasi yang sangat krusial buat kami wkwkk. Dan benar, ada 2 bilik toilet di dalam stasiun yang cukup bersih, meski untuk menggunakannya kami harus dengan sabar mengantri.
Â
Bergegas keluar, kami segera menghubungi pihak jasa persewaan motor untuk mengambil sepeda motor sesuai pesanan. Yup, kami menyewa sebuah sepeda motor manual tanpa jaminan (hanya KTP asli) seharga IDR 70K sehari.
Â
Tips sewa sepeda motor : pastikan memilih jenis kendaraan sesuai kemampuan mengendarai. Kebanyakan jasa sewa sepeda motor adalah jenis matic. Customer bisa memilih jenis manual jika tak menguasai motor matic. Tanyakan kelengkapan lain kendaraan, seperti helm dan jas hujan. Karena helmet dipakai oleh banyak orang, sangat disarankan untuk melindungi rambut dengan ponco jaket atau plastik shower. Jangan langsung terkena rambut, bau!
Â
Lepas itu tempat pertama yang kami tuju adalah hotel. Tadinya kami hanya bermaksud menitipkan barang dan segera mencari tempat untuk makan siang. Nasib baik, pihak hotel memberi kabar bahwa kamar sudah siap dan bisa langsung check in saat itu juga. Cihuy, leganya.
Â
Â
Ini kamar singgah kami, Ibis Budget Semarang. Secara budget hotel, kemana-mana ya kepentok. Namun demikian kamarnya bersih, ada jendela (meski tidak boleh dibuka), kasur empuk, AC dingin, shower dan washtafel air panas-dingin, toilet terpisah, dan yang terpenting tidak bau. Sudah sangat bagus menurut saya.
Â
Meninggalkan hotel, kami segera mencari tempat makan siang. Sesuai itinenary kami yang sudah diatur sebelumnya, perjalanan explore Semarang hari pertama dimulai dari makan siang di Toko Oen yang sangat terkenal itu. Dari situ lanjut menuju Lawang Sewu kemudian edun-edunan ke Museum 3D Art di kawasan Kota Tua dan berakhir dengan makan malam di kawasan Simpang Lima.Â
Â
Toko Oen
Â
Â
Ini Toko Oen yang legendaris itu. Menu makan siang kami yang mengenyangkan ditutup dengan es krim mocca yang seger rasanya. Khusus es krim, sajian menurut porsi dan harga jauh berbeda dengan toko yang sama di daerah Malang sana. Yang di sini harganya lebih murah dengan porsi lebih besar dan disajikan dengan kue lidah kucing sebagai teman makan. Mau tau rasanya? Wow, enaknya luaarr biasa. Harga 1 box katetong (kue lidah kucing) menurut si mbak adalah IDR 45K. Sayangnya stok kosong saat itu.
Â
Â
Lawang Sewu
Â
Â
Â
Setelah perut terisi penuh, perjalanan kami lanjutkan ke Lawang Sewu. Dipandu Google Map, hanya butuh waktu tak lebih dari 10 menit dari tempat itu. Menebus tiket masuk seharga IDR 10K, kami puaskan berkeliling dan baru 'ngeh' kalau ternyata bangunan bersejarah bernama Lawang Sewu itu tadinya adalah sebuah kantor jawatan Kereta Api.
Â
Pantas saja di beberapa ruang terdapat banyak ornamen kereta. Bangunan 2 lantai ini benar-benar beraroma kolonial. Setiap ruangan didominasi pintu yang tinggi dan lebar. Sengaja kami tak bergerak ke arah bawah tanah. Takut, saya. Maklum fobia ruangan pengap dan gelap, bisa pingsan dan merepotkan banyak orang ntar.Â
Â
Berkeliling sebentar, kami menemukan kaca patri sebesar ini terpasang persis diatas tangga menuju lantai dua. Luar biasa indahnya.
Â
Puas berkeliling Lawang Sewu, kami bergerak menuju Museum Mandala Bhakti yang bangunannya hampir berseberangan dengan Tugu Muda dan Lawang Sewu. Karena panas terik, kami sempat membeli minuman dan manisan mangga di depan parkir sepeda motor Lawang Sewu. Manisan mangga ini recommended. Asli enak, manis, dan segar. Harganya cuma IDR 10K per buah.Â
Â
Museum Mandala Bhakti
Â
Kami bergerak dari Lawang Sewu menuju museum Mandala Bhakti dengan berjalan kaki. Menyeberang dan berjalan di bawah terik matahari, kami harus pulang dengan kecewa. Hari itu kami baru tahu bahwa Museum ditutup untuk pengunjung. Pantas saja tak ada tanda kehidupan di halaman depannya. Kesal, kami kembali ke pelataran parkir Lawang Sewu dan segera bergerak kembali menuju kawasan Kota Tua.
Â
Old City 3D Trick Art Museum
Â
Kurang lebih 10 menit perjalanan dari Lawang Sewu, kami tiba di kawasan Kota Tua. Merogoh kocek masing-masing IDR 40K, kami mulai menyalakan kamera hape dan berpose edan-edanan di tempat itu.
Â
[caption caption="(dok.leilla)"]
Sesuai namanya, di sepanjang dinding museum terpasang banyak gambar 3 dimensi dan pengunjung bisa memuaskan diri mencoba berbagai pose foto di sana. Kurang lebih 2 jam kami berada di tempat ini.
Â
Gereja Belenduk dan Kawasan Kota Tua
Â
Keluar Museum 3D, kami sengaja menitipkan motor dan berjalan menuju Gereja Belenduk yang tersohor itu. Sebelumnya juru parkir berpesan supaya kami berhati-hati saat parkir. Sebab kebanyakan kasus kehilangan motor di kawasan Kota Tua terjadi karena banyak orang asik berfoto dan lengah menjaga motornya. Syukurlah kami diijinkan menitipkan motor di sana.
Â
Hanya 2 menit berjalan, tibalah kami di bangunan arsitektur gereja yang unik ini. Bentuk kubah yang mbelenduk jadi seperti ikon yang membuat banyak orang serasa wajib berpose di bagian depan gereja yang berhadapan langsung dengan sebuah taman. Sayang, hari itu halaman gereja sudah mulai dipasang tenda. Persiapan Natal mungkin ya.
[caption caption="(dok.leilla)"]
Â
Melihat-lihat sebentar, kami lanjutkan berjalan kaki menuju jalanan Kota Tua.
Â
Kawasan yang sarat peninggalan jaman Belanda ini benar-benar dijaga keasriannya. Banyak beberapa pasang pemuda yang asik mengambil gambar di tempat yang dikenal sebagai 'Little Netherland' ini.
Â
Saat akan pulang, juru parkir berkata, 'Mbak, mampir dulu ke jalan depan situ. Nanti di sana ada akar pohon tua yang sering dijadikan background foto.' Dan kami bergegas juga ke jalanan depan museum 3D, berjalan kaki lagi.
 [caption caption="(dok.leilla)"]
Jalanan itu sempit. Satu arah saja. Hampir di ujung gang kami lihat sudah banyak remaja berkumpul di sana. Satu per satu bergantian mengambil gambar di depan akar sebuah pohon tua. Lihat arsitektur pintu dan jendelanya. Masih khas bangunan jaman Belanda. Mungkin saya saja? Di tengah lalu lalang kendaraan, mungkin cuma saya yang merasa ada hawa yang berbeda. Singup, orang Jawa bilang. Kayak ada aura magis-magisnya.
Â
Tips wisata Kota Tua : tetap waspada hiruk pikuk jalanan selama di Kota Tua. Jalanannya masih aktif dilalui banyak kendaraan. Bukan kawasan tertutup. Saat berfoto jangan lupa tengok kiri-kanan. Meleng dikit, brak! Sakit kan.
Â
Makan Malam, Simpang Lima
Kembali pulang ke hotel, setelah sebentar beristirahat kami lanjut berkendara kembali menuju kawasan Simpang Lima.
Â
Acak saja, kami memilih makanan disepanjang food court tenda di sepanjang sisi jalan depan lapangan Simpang Lima. Menu makan malam saya hari ini nasi gudeg dengan lauk paru goreng (sapi). Seporsi jumbo ini harganya cuma IDR 16K. Murah.
[caption caption="(dok.leilla)"]
Â
Menjelang Pulang, Semarang, Day 2
Rute perjalanan hari ini adalah Pagoda Watu Gong, Museum Jamu, dan Klenteng Sam Poo Kong.
Pagoda Watugong
Â
Letak wihara yang bernama lengkap Pagoda Avalokitesvara Budhagaya Watugong ini lumayan jauh dari tengah kota. Â Kurang lebih membutuhkan waktu selama 40 menit berkendara dari hotel tempat kami berada. Lokasinya berada di depan Balai Diponegoro. Untuk mencapai tempat ini kami harus melewati dataran tinggi kawasan Gombel yang asri.
Â
[caption caption="(dok.leilla)"]
Pagoda yang disebut tertinggi di Indonesia ini benar-benar cantik desain bangunannya. Nama Watugong diberikan menurut sebuah batu yang bagian tengahnya berbentuk seperti gong. Adalah alam yang memprosesnya hingga menjadi bentuk yang demikian.
Â
Berjalan memasuki area, terdapat sebuah patung Budha yang berada di bagian depan pagoda. Adem rasanya jika kita berdiri di bawah naungan pohon Bodhi yang dihiasi pita berwarna merah. Cerah.
Â
Area pagoda sendiri dikelilingi oleh  ikon patung Sang Dewi Suci. Pengunjung diperbolehkan mengambil gambar di area luar tempat sembahyang dengan catatan harus melepas alas kaki.
Â
Tidak ada tarikan tiket masuk, kecuali tiket parkir yang dipatok sukarela saja  pemberiannya. Setelah hampir lebih dari 1 jam berada di tempat ini, kami pun bergegas arah kembali.
Â
Tips : jalanan menuju pagoda adalah tipe jalur luar kota yang banyak dilalui kendaraan kelas berat seperti bus dan truk. Adalah jalur kendara cepat yang membuat kita harus extra hati-hati saat mengemudi.
Â
Museum Rekor MURI
Putar balik dari Pagoda Watugong, kami singgah di museum MURI yang berada di kawasan pabrik jamu Jago. Lagi-lagi kami harus kecewa, menurut petugas jaga, museum sementara ditutup hingha batas waktu yang tidak bisa ditentukan. Yah.
Â
Klenteng Sam Poo Kong
Sempat berputar-putar kebingungan, bersorak kegirangan kami menemukan klenteng cantik yang sangat terkenal ini di Semarang.
Â
Sam Poo Kong, namanya. Harga tiket masuk hanya IDR 5K. Sebenarnya jika membeli tiket terusan masuk ke lokasi sembahyang hanya IDR 20K, namun karena ketidaktahuan, kami memilih yang 5ribu dan sesampainya didalam harus membeli lagi tiket masuk area sembahyang seharga IDR 20K.
 [caption caption="(dok.leilla)"]
Berada dalam lingkungan kelenteng serasa berkunjung ke negeri asalnya, tirai bambu. Bentuk bangunan cantik sebagai tempat sembahyang ini di bagian pelatarannya dihiasi oleh lampion berwarna merah. Cantik sekali. Di area luar halaman kelenteng terdapat patung besar Laksamana Cheng Hoo yang tersohor itu. Berhubung waktu sudah mendekati siang, teriknya matahari seperti membakar. Cepat-cepat kami membeli tiket kembali untuk bisa masuk ke area kuil sembahyang.
Â
Terdapat 2 bangunan kuil yang berjejer dari pintu masuk menuju kuil utama. Di bagian belakang main hall, kita bisa melihat relief dinding yang berisi ringkasan sejarah perjalanan Laksamana Cheng Hoo selama berada di wilayah nusantara.
Â
Tips : berhubung tidak banyak pohon, jika siang hari tempat ini terasa terik sekali. Ada baiknya memakai sunblock atau membawa topi. Dan tidak semua area sembahyang boleh dimasuki. Perhatikan rambu-rambu batas mana diijinkan untuk mengambil gambar dan harus melepas alas kaki.
Â
Makan Siang, Asem-Asem Koh Liem
Â
Lanjut ke daerah Karang Anyar, dipandu GPS lagi-lagi kami salah jalan. Info lokasi yang saya kantongi adalah bahwa  depot terkenal ini berada di depan SMA Loyola. Letih, kami berinisiatif bertanya, dan voila! Ketemu juga.
Â
Menu rekomendasi tempat ini memang asem-asem. Kuahnya meski sedikit kental, namun segar. Dagingnya luar biasa empuk dan tetap kenyal. Enak pake banget. Kalau di Surabaya kami menyebutnya garang asem. Hanya yang ini benar-benar kuat aroma belimbing wuluhdan tomatnya. Seporsi asem-asem tanpa nasi nggak mahal, hanya IDR 20K saja.
 [caption caption="(dok.leilla)"]
Melihat gambar yang tergantung di dinding, tempat ini cukup terkenal pastinya. Secara, ada gambar Pak Ahok di sana! Â
Â
Tips : Fyi, untuk jenis pilihan menu masakan daging sapi bisa ditanyakan langsung pada mbak-mbak yang melayani.
Â
Jam 11 Malam, Off Semarang
Jujur setelah seharian berpanas-panas di jalan, kami tak sanggup lagi melanjutkan wisata dalam kota. Pada masuk angin semua. Selepas makan siang kami segera kembali ke hotel dan beristirahat untuk kemudian makan malam lagi di warung tenda sepanjang Simpang Lima.
Â
Pukul 10 malam, saya bergegas meninggalkan kamar hotel untuk kembali melanjutkan perjalanan. Dan Jakarta adalah destinasi liburan saya berikutnya.
Â
Kali ini saya termasuk yang sangat beruntung mendapat tiket kereta Kertajaya Tambahan seharga IDR 160K. Menurut PolsusKa yang bertugas, kereta tambahan ini dikeluarkan sebagai antisipasi lonjakan penumpang di musim liburan. Kereta baru buatan Madiun (asli Indonesia) ini untuk standard kelas ekonomi sudah luar biasa, menurut saya.
Â
Gerbong bersih, ada televisi dan papan informasi, AC dingin, kursi yang tidak lagi berwarna hijau dan keras (khas kereta ekonomi), dan posisi duduk penumpang ber-2-2 menghadap ke muka. Keren pokoknya.
 [caption caption="(dok.leilla)"]
Tepat pukul 5.45 pagi perjalan saya di kota Jakarta pun dimulai ^^
Â
Selamat liburan.
Salam jalan-jalan.
Â
salam,
Â
leillaÂ
 .
Ps : postingan pake hape.. mohon maaf gambar miring2 semua.. nggak tau cara benerinnya wkwkk..Â
Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H