Di saat yang lain sedang ribet mempersiapkan awal kegiatan ibadah puasa, kami malah melakukan sebaliknya. Traveling keluar sebelum menghentikan aktivitas jalan-jalan kemana suka selama sebulan lamanya. Jika tahun lalu saya berkesempatan mengambil liburan awal puasa ke Bali, tahun ini cukup yang dekat saja dari Surabaya, Puncak B-29 dan B-30, Senduro, Lumajang, Jawa Timur.
Berkendara selama hampir 7 jam perjalanan naik mobil dari Surabaya (normalnya 3-4 jam), kami memasuki area Senduro, Lumajang. Jalur yang kami tempuh dari Surabaya adalah melalui Pasuruan, Probolinggo, Lumajang, kemudian masuk Kecamatan Senduro menuju desa Argosari. Sempat berbalik arah karena salah jalan, selain bolak-balik berhenti di pom bensin dan ngopi ^^, kami tiba di depan pintu gerbang tempat wisata yang dikenal dengan nama ‘Negeri di Atas Awan’ ini tepat pukul 5.30 pagi. Niat menyaksikan sunrise pupuslah sudah.
Udara menusuk kulit. Saking senangnya saat motor berangkat, saya lupa memakai masker dan lupa membawa sarung tangan. Alhasil saat motor baru berjalan beberapa detik, saya sudah menggigil kedinginan. Padahal tubuh sudah dibalut baju kaos, jaket tebal, sweater, dan kaki berkaos, masih kurang. Gigi dan pundak saya terus bergetar karena kedinginan.
Sebenarnya jarak dari depan pintu gerbang menuju puncak B29 dan B30 hanya memakan waktu kurang lebih 45 menit berkendara. Namun karena medannya begitu berat (baca : curam dan berbahaya), saya merasa waktu berlalu begitu lama. Seperti diajak menunggang kuda ratusan tahun lamanya (hihi alay, wkwkk).Â
Tapi ini benar! Sepanjang perjalanan kami menempuh jalanan yang menanjak dan menukik tajam. Lagi, tak sepenuhnya jalanan berbalut aspal atau ber-paving, lebih banyak jalur bertanah liat yang licin dan medan lain yang bebatuan. Berulang kali saya harus ikut melompat dan menahan badan agar tak terlempar dari motor. Tangan saya mencengkeram kuat jaket sang ojek motor.Â
Mau tau rasanya? Campur aduk antara ngeri, takut jatuh, sekaligus konyol. Secara sebagai pengendara motor yang selalu patuh dengan aturan di jalan raya, kok mau-maunya saya ngikut naik motor tanpa menggunakan helm dan perlengkapan standart keselamatan di jalur berbahaya seperti itu. Tapi, demi..
Kurang lebih pukul 05.55, motor yang saya tumpangi tiba di puncak bukit B29. Empat motor teman saya yang lain masih jauh tertinggal di belakang. Belakangan baru saya dengar bahwa masing-masing motor mereka mengalami hambatan. Ada yang rantainya lepas, standard motor copot dan harus diikat, roda kempes, bahkan ada yang hingga harus bertukar motor dengan motor ojek yang lain saat berpapasan di jalan. Puji syukur, motor yang saya tumpangi terus melenggang tanpa hambatan.