Seorang teman mengunggah gambar sebuah buku yang dibacanya hari ini sebagai bukti dari kecintaannya membaca, sekaligus sebagai peringatan bagi kami semua tentang satu hari yang tak banyak kita ingat, Hari Buku Nasional. Melihat gambar buku bersampul biru itu membuat saya menelan ludah, gluk, tebel amat yah! Betapa minat baca saya sekarang sudah mencapai taraf yang menyedihkan.
Berbicara mengenai minat baca, ada banyak hal yang dapat mempengaruhi seseorang untuk berdiri tegak mempertahankan jati dirinya yang cinta membaca, atau sebaliknya, menyerah seperti saya. Jika mau mencari kambing hitamnya, ada banyak faktor yang bisa membuat perilaku seseorang berubah dari yang tadinya gemar membaca menjadi sama sekali tak ingin membaca, mulai dari : bosan, merasa tak lagi membutuhkan (karena sudah tidak lagi sekolah atau kuliah, misalnya), merasa tak lagi memiliki banyak waktu luang (menyambung hidup dengan melakukan double job, misalnya), lebih suka menonton televisi berlama-lama, suasana hati yang galau mulu atau sebaliknya selalu merasa senang yang berlebihan, misalnya, atau perubahan perilaku dari yang semula mencari apa-apa bersumber buku tiba-tiba beralih bertanya pada search engine yang sekali sentuh. Ini bukan gambaran satu dua orang, tapi nyaris banyak orang terdekat saya mengalami hal yang demikian. Â
Minat baca saya pribadi jelas tak selalu berada pada level yang tinggi. Aktifitas membaca saya sehari-hari kini hanya pada bacaan renungan pagi yang mungkin hanya butuh waktu 2 menit untuk dicerna. Setelah itu sudah. Kemudahan teknologi membuat mata saya begitu mudah lelah membaca materi yang panjang berbusa-busa penjelasannya. Akibat terbiasa membaca berita singkat di gadget dan PC, membaca buku yang tebal tak lagi menarik hati. Ah, kambing hitam lagi.
Mengurai benang kusut
Berkaca puluhan tahun yang lalu, betapa orangtua saya sangat memperhatikan perkembangan membaca putra-putrinya. Hampir setiap saat menjelang tidur, ibu selalu membaca sebuah dongeng untuk kami. Setiap bulan pun ibu selalu mengajak kami ke toko buku. Membeli satu atau dua judul buku. Tak cukup sampai di situ, ibu sering mengajak kami ke persewaan buku (jaman itu peranan perpustakaan umum tidak se-cetar sekarang). Buku apapun saya lahap. Mulai komik petruk gareng, donal bebek, nina cerita bergambar, lima sekawan, dan lain-lain novel semua masuk hitungan. Dan benar, buah dari kegemaran membaca membuat saya tak pernah mengalami kendala dalam pelajaran bahasa (terutama saat mengarang ya), lancar jaya.
Tapi itu dulu.
Sekarang, setelah bertahun-tahun lepas sekolah, kuliah, dan mulai bekerja, betapa saya mulai kehilangan banyak minat untuk membaca. Salahnya dimana?
Seperti yang sudah diulas tadi, ada banyak faktor yang bisa mempengaruhi minat baca seseorang. Bahkan minat baca yang tadinya bagus cemerlang, bisa begitu saja berangsur-angsur menghilang. Tak perlu heran dan menyalahkan keadaan. Jawaban masing-masing kita yang pegang. Namun jika sudah demikian, apa yang harus kita lakukan? Bukankah dengan minat baca yang baik, maka kualitas hidup seseorang juga akan berangsur-angsur membaik? Bukankah mereka, bangsa-bangsa dengan budaya baca yang tinggi, akan memiliki kualitas sumber daya manusia yang tinggi juga?
Ada begitu banyak manfaat dari membaca. Pertanyaannya, bagaimana jika anda dan saya saat ini berada dalam posisi mereka yang tak lagi memiliki minat baca yang tinggi seperti semula?Â
Tenang. Nggak usah panik. Ini masalah klasik. Seorang teman pernah menyalahkan kondisi mata yang tak lagi sempurna seperti jaman muda. Namun apapun itu alasannya, berikut beberapa langkah yang belakangan saya lakukan agar minat baca saya tak terlalu lama berada di level yang menyedihkan seperti sekarang :
Mau tak mau, jadikan membaca sebagai satu kebutuhan
Ini harus! Minimal dalam sehari, sempatkan waktu untuk membaca. Baca buku, tapinya, bukan baca berita atau gosip yang tersebar lewat chat room atau media sosial. Mata harus dibiasakan kembali membaca buku. Dari yang tipis dulu. Biar nggak keburu lesu melihat jumlah halaman yang setebal palang pintu. Bangkitkan semangat dari diri sendiri, membaca itu perlu!
Mulai dari artikel di koran
Sepele, tapi berperan. Coba ingat, berapa pekan terakhir anda membaca koran. Setiap harikah? Bagian artikel apa yang anda baca? Berita? Jika ya, sudah saatnya meningkatkan level bacaan anda. Tak hanya berita, coba blusukan membaca artikel pilihan sesuai yang anda suka. Belakangan saya mulai aktif kembali membuka kliping atau mengikuti artikel terbaru kesukaan saya di Kompas cetak, Parodi. Pikiran jadi refresh kembali.
Ke perpustakaan, pameran dan toko buku
Mengapa tidak? Banyak perpustakaan umum yang semakin nyaman sekarang. Di Surabaya sendiri, kota kami memiliki Perpustakaan Umum yang dibuka setiap hari. Non stop dari pagi hingga malam hari. Hebatnya lagi, hari Minggu pun buka. Jika tangan tak lagi terbiasa membuka bagian-bagian buku, bisa coba ke situ. Banyak pilihan bacaannya, gratis pula.
Ambilah waktu untuk membaca kisah nostalgia
Betapa membaca seperti tak menjadi pilihan utama di saat sekarang, tapi lakukan! Saat menunggu antrian, saat bengong, gunakan waktu untuk membaca. Jika tak membawa sebuah buku, buka halaman-halaman e-book yang banyak tersedia. Belakangan saya mulai membaca lagi kisah cinta yang pernah membuat saya menangis dan baper berhari-hari saat usia SMP, Tenggelamnya Kapal van der Wijck. Versi pdf-nya saya dapat tempo hari melalui seorang teman. Satu kata, bahagia, saat bernostalgia membacanya. Coba temukan kisah nostalgia anda juga dengan sebuah buku cerita.
Letakkan sejenak gadget-nya, dan jangan memilih nonton televisi berlama-lama
Alih-alih sepulang kerja saat badan letih dan ingin langsung beristirahat sambil menyalakan televisi atau bermain game lewat ponsel, tangan saya berhenti sejenak dan beralih. Kemana? Buku, tentu saja. Nggak lama kok, hanya 5-10 menit saja untuk membaca. Karenanya buku yang saya baca bukan jenis novel atau buku-buku motivasi yang panjang-panjang penjelasannya. Untuk 5-10 menit itu saya lebih memilih membaca renungan-renungan yang singkat. Di usia pekerja seperti kita, modus seperti ini sudah seperti relaksasi loh. Nggak percaya? Beda rasanya jika pulang kerja kita langsung delosor di depan tivi. Nggak dapet apa-apa kita nanti. Ingat lagi, banyak manfaat yang bisa kita dapat lewat membaca. Â
Oke, selamat membaca ya. Dan selamat memperingati Hari Buku!
Salam Kompasiana.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H