Mohon tunggu...
Find Leilla
Find Leilla Mohon Tunggu... Administrasi - librarian

seperti koinobori yang dihembuskan angin

Selanjutnya

Tutup

Healthy Artikel Utama

Speak Sweetly

28 Maret 2014   15:58 Diperbarui: 24 Juni 2015   00:21 829
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption id="" align="aligncenter" width="546" caption="Ilustrasi/Admin (Shutterstock)"][/caption]

Dalam satu hari yang sama, 3 pesan masuk ke meja saya. Satumelalui YM, satu lagi lewat email, dan satu lagi lewat wasap. Dari beragam kalimat yang digunakan intinya hanya satu, ‘Aku ingat kata-katamu loh, bu.’ Dan ketiganya berakhir dengan pertanyaan yang sama, ‘Kata-kata yang mana toh?’ Mendadak saya seperti terkena amnesia, sementara lawan bicara saya jengkel setengah mati karena menganggap saya tak peduli.

Mungkin hal ini pernah terjadi pada anda juga, bahwa hampir di setiap saat ada seorang teman yang bertanya, ‘Aku kudu piye?’ Entah darimana mereka menilai bahwa saya adalah orang yang tepat untuk diajak bicara. Berbicara hampir mengenai apapun masalah mereka, tentang keluarga, rekan sekerja, atau bahkan tentang cara mendidik anak (satu hal yang 'tak biasa' menurut saya, sebab saya sendiri belum berkeluarga).

Dalam hal ini memang tak selalu saya jawab pertanyaannya. Kadang saya hanya mendengarkan hingga mereka puas bercerita, kemudianmengambil kesimpulan, memberikan pandangan dari sisi orang ke-tiga, dan sukur-sukur kalo bisa memberikan alternatif jawabannya. Saat sedang seperti itu, entah darimana saya bisa berkata-kata yang dianggap dapat menguatkan atau meyakinkan mereka. Bukan satu hal yang membanggakan memang, namun justru bisa jadi sangat menyedihkan bila di lain hari saat saya menghadapi satu masalah yang hampir sama misalnya, seorang teman berkata, ‘Loh, kenapa nggak lakukan seperti yang kamu bilang?’ Tuh kan, betapa kata-kata bisa jadi seperti sebilah pedang.

Walk the talk

Saya belum berpengalaman? Bisa jadi. Tapi dari sini saya belajar bahwa di dalam banyak bicara seringkali saya gagal melakukan apa yang saya katakan. Orang bilang, walk the talk. Bicara itu gampang, namun implementasinya yang susah. Salut pada teman-teman yang mendengar apa yang saya katakan dan mampu menjalankan apa yang saya bilang. Saya sendiri? Oh tidak, seperti yang saya tuliskan tadi, saat menghadapi masalah yang sama kadang saya justru lupa harus melakukan apa. Begitu mudah menasehati seseorang, namun di saat yang sama kesulitan memberi jawab pada masalah sendiri. Manusiawi? Mungkin. Tapi salah jika selalu berpikir bahwa yang demikian sudah kodrati.

Ada tertulis bahwa di dalam banyak bicara terdapat banyak sekali pelanggaran. Dalam hal ini memang saya bukan tipe ‘sanguin’ yang suka terus menerus bicara tanpa henti. Saya juga bukan seperti seorang orator yang beraliran ‘dengan bicara maka saya ada’. Tidak. Namun saat mendengar keluh kesah seseorang dan terbiasa memposisikan diri sebagai ‘Mrs. Know Everything’, maka bisa jadi disitulah letak kesalahannya. Kesalahan saat diri sendiri tak bisa melakukan semua apa yang sudah dikatakan. Dibutuhkan hikmat dan kerendahan hati untuk mengingat kembali apa yang keluar dari bibir ini dan melakukannya dalam kehidupan sehari-hari.

Speak sweetly

Dengan pemahaman seperti di atas apakah itu artinya saya tak bolehlagi banyak berbicara? Bukan begitu. Saat seseorang biasa menghampiri anda ketika ia sedang dalam permasalahan, berhati-hatilah dengan apa yang anda katakan. Ini benar. Sebab bisa jadi seseorang begitu mempercayai dan melakukan apa yang anda sarankan. Teruslah berbicara tentang kebaikan pada siapapun orang. Satu keyakinan saya adalah bahwa kita tak pernah tahu di atas tanah seperti apa perkataan kita itu jatuh. Di tanah berbatu-batukah, di tanah gersangkah, atau di tanah yang subur? Sebab kata-kata manusia itu seperti benih sifatnya. Dia bisa hidup saat jatuh di tempat yang banyak mengandung unsur hara atau bahkan sebaliknya. Jadi teruslah berkata-kata selama hal itu membangun dan menguatkan orang lain.

Sedapat mungkin hindari berkomentar yang menyakitkan atau bahkan yang dapat mematahkan semangat seseorang. Sebab kita tak pernah tau perkara yang akan datang kelak. Akankah semua perkataan kita bisa berbalik seperti pedang dan membuat kita kelabakan atau justru dapat menyelamatkan saat benar-benar dibutuhkan. Satu kutipan yang selalu menarik perhatian saya adalah ‘Speak sweetly! So that, if ever you have to eat your words, they don’t taste bad.’ Itu saya. Anda?

.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun