Mohon tunggu...
Leil Fataya
Leil Fataya Mohon Tunggu... pelajar/mahasiswa -

@leilfataya, author of Kucing Hitam & Sebutir Berlian ( Leutika Prio 2012 ), Suatu Pagi di Kedai Kopi ( Red Carpet, 2013 )

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Artikel Utama

Sepiring Marshmallow Bakar & Soal Aljabar

26 Juni 2013   11:03 Diperbarui: 27 Februari 2019   15:44 1008
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Apakah Lola mau menceritakan mengenai kontes-kontes itu? Tia selalu penasaran bagaimana rasanya berada di panggung, mengenakan gaun malam dan tiara di kepala, mengayunkan kaki  dengan highheels bertabur permata dan melambai anggun ala ratu inggris? Tidak. Tidak mungkin terjadi padanya. 

Tapi tetap saja, hal itu adalah impian hampir semua gadis normal, dan Tia tentu cukup normal untuk menginginkannya. Meski itu mustahil. " Kadang-kadang, nilai baik saja tak bisa memberimu kegembiraan. Kau harus tahu kalau di luar sana.." ujar Lola sambil menggeret Tia ke jendela, dan berkata ' tuh! ' dengan gerakan menunjuk. Lola menunjuk dengan penuh antusias, sebuah kawasan perbelanjaan berkelas di pusat kota. 

Tia sama sekali tidak melihat apa-apa dan sebenarnya Lola pun hanya mengira-ngira kalau lokasi Glam City benar-benar berada di sana. Lola menyambung kalimatnya yang terputus tadi dengan sebuah ajakan bersenang-senang. Belanja. Menghabiskan waktu. Menggesek kartu kredit orangtuanya. Dan Lola mau melakukan itu -sebuah traktiran spesial untuk Tia, asalkan.. " Asalkan apa? " Tia bersemangat sekali hingga ia tak menyadari kedua bahunya naik dan bola matanya jadi besar sekali karena membelalak senang. " Asalkan kau mau mengerjakan pekerjaan rumahku, lalu aku akan membicarakan kontrak denganmu selama setahun penuh." 

Apakah Lola membicarakan kontrak? Kontrak macam apa itu. Tia tak mengerti. Tapi tentu saja Tia mengerti arah pembicaraan ini. Lola hendak melakukan kecurangan bersamanya, sebuah simbiosis jahat yang imbalannya adalah belanja di Glam City. " Aku belum yakin..aku..bisa.." sahut Tia terbata-bata. Lola gemas mendengarnya. 

Apa kurang cukup tawaran tadi? Kurang menggairahkan untuk seorang gadis miskin bernama Tia? " Tia manis, kau bisa tampil dengan layak nanti. Aku akan mendandanimu seperti gadis-gadis Zoom. Lupakan saja Tia yang kuno, siswa sekolah kita akan terperangah melihat Tia yang baru, seolah kau adalah siswa baru, manusia baru.. " Lola menghentikan kalimatnya untuk menyeruput sebotol limun sambil menunggu reaksi temannya itu. 

Tia tertegun. Ia berada dalam posisi yang menyedihkan. Berharap menjadi orang lain, gadis Zoom. Apakah ia hendak menanggalkan jatidirinya dan menjadi Tia yang baru? Lantas setelah semua itu terjadi, apakah ia akan diterima? Diterima oleh siapa? Zoom? Tia tidak terlalu berharap atas semua itu. Ia menarik diri dari jendela yang terbuka sambil merunduk. 

Kakinya hampir saja terantuk Bora, lantas ia ingat akan Sofi, kucing gendut miliknya. Kucing biasa, bukan impor, tapi lucu dan menimbulkan kerinduan. Keluarganya saat ini juga tengah menunggunya untuk menyiapkan makan malam. Ibunya, yang pasti kecewa jika mengetahui anaknya berbuat curang. Kamarnya yang sederhana, tidak seperti kamar Lola yang fantastis, namun hangat saat diingat. " A..aku..kurasa ini sudah terlampau jauh. " Tia membereskan kertas-kertas yang berserakan. Lola hanya melongo. Bibirnya membentuk huruf o dan matanya mengikuti gerak Tia yang cekatan. Dia tak sanggup menguasai keadaan. Lola ingin mengontrol keadaan seperti biasanya tapi tak bisa. 

Ada apa dengan dirinya? Apakah ia dan prinsipnya, jatuh terpeleset di depan prinsip si gadis  kikuk ini ? Tia berpamitan dengan sopan, meninggalkan Lola yang masih menatapnya tak percaya. Bahkan setelah ia hanya bisa melihat punggung Tia dari jendela  di kejauhan, membuka gerbang dan kemudian menghilang dari pandangan. Masih ada domba yang lain, pikir Lola marah. 

Pandangannya tertumbuk pada sepuluh soal aljabar yang belum selesai, lantas ia mulai mengkhayal mengenai kontes kecantikan, konser, teater dan pertunjukan balet. Sesungguhnya, Lola malu pada dirinya sendiri. Diam-diam Lola mengakui bahwa ia hanyalah anak orang kaya yang minim prestasi, penuh kebohongan dan pemboros.. 

Perlahan-lahan, kantuk yang luar biasa menyergapnya dan gadis itu tertidur di atas karpet persia yang tebal. Ditemani kucingnya, Bora, sepiring marshmallow bakar, dan soal-soal aljabar yang tidak pernah selesai di tangannya. ----

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun