Aneh bukan kedengarannya? Tapi kalau kau lihat Merrie yang saat ini duduk dengan rok tutu dan rambut cokelatnya yang tergerai hingga bahu, ditambah senyumnya yang seperti buah ceri masak, kau akan meleleh seperti mentega di atas pinggan panas. " Tapi lebih baik kau memikirkan hal-hal lain selain cowok basket yang bau dan berkeringat itu. Kau bisa..ehm.. ikut kelompok ilmiah, misalnya." Mata Merrie membundar lebar.Â
Mungkin aku menganjurkan sesuatu yang salah? Kelompok ilmiah tidak cocok untuknya? Jaket lab, tikus putih, mikroskop dan tabung-tabung reaksi? Yang benar saja. Merrie adalah gadis pemandu sorak di lapangan dan bisa-bisanya aku mengatakan hal-hal seolah kami baru kenal kemarin. Hei Merrie, apa hobimu? Memancing? Oh.. Berkebun ya..? Terdengar seperti hobi seorang pensiunan.Â
Sori, kakakmu kurang keren. Merrie menggeleng-gelengkan kepala. " Kau perlu istirahat kak. Mungkin seorang cowok bisa membantumu menjernihkan pikiran. Cari seorang untuk mentraktirmu milkshake dan kentang goreng, lalu ngobrol, mengenai apa saja." Nah, sekarang siapa yang menjadi adik kalau begini.Â
Aku tak setuju , seorang pacar belum tentu menjadi jalan keluar termudah untuk apapun. Bisa-bisa, dia malah jadi sumber masalah yang akan membuatmu meringkuk di kamar pada malam minggu, menangis karena patah hati. Tapi aku tak menemukan cara yang tepat untuk menjawab Merrie, dan untungnya dia juga sudah keburu bosan berbicara denganku.Â
Merrie membolak-balik majalah wanita dewasa, menemukan resep masakan dan bergumam-gumam riang kalau dia akan memasak menu yang rumit seperti itu jika kelak memiliki suami. Ya ampun. Dia masih tiga belas tahun. Kurasa ibu harus menyembunyikan pil-pil kolagennya ! ----
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H