Mohon tunggu...
Leil Fataya
Leil Fataya Mohon Tunggu... pelajar/mahasiswa -

@leilfataya, author of Kucing Hitam & Sebutir Berlian ( Leutika Prio 2012 ), Suatu Pagi di Kedai Kopi ( Red Carpet, 2013 )

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Anak Seorang Penjual Tortilla

30 Mei 2012   04:25 Diperbarui: 14 Maret 2019   15:56 913
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Aku tinggal bersama ayah, sang penjual tortilla di kota Pozoblanco. Mentari bersinar cerah di sini dan udara bulan Juni meniupkan aroma libur panjang. Tapi musim liburan belum benar-benar dimulai. Tidak, sebelum perayaan bazaar itu. Dan itulah mimpi burukku.


***

Wajahnya berlepotan tepung terigu. Ia menuangkan susu, menyipratkan garam dan mengucuri adonan dengan minyak, lantas menggilasnya hingga kalis. Senyumnya terkembang bersamaan dengan mengembangnya adonan tortilla. Senyum itu. Sangat berciri khas seorang Javier. Ayahku.

Ayah sudah terjaga kala subuh dan tenggelam dalam itu semua, sementara aku masih terlelap. Aku bangun ketika adonan sudah berbentuk bola-bola, yang siap untuk diiris tipis.  Ayah akan menyiapkan roti dan susu di meja, sedikit uang jajan, lalu menghilang hingga senja datang.

***

Bersekolah di Educacion Secundaria Obligatoria dengan beasiswa, bisa jadi menyenangkan, tapi bisa juga tidak. Menyenangkan, karena kau tidak perlu membayar apapun dan tetap menikmati pendidikan yang layak. Tapi dengan itu juga, kau bisa menjelma jadi seekor semut diantara kawanan gajah. Kau tak terlihat.

Aku lebih memilih untuk tak terlihat. Yea, memangnya ada pilihan lain untukku? Untuk mencapai sekolah, setiap harinya aku berjalan kaki sejauh dua kilometer, dengan tas ransel dan sepatu butut yang sama selama hampir setahun ini. Jaket usang, buku dan pulpen murahan. Sementara gadis-gadis sebayaku begitu cemerlangnya : dandanan berkelas, sopir pribadi dan gaya bicara yang memukau. Mereka juga  pandai berbahasa asing.

Tampaknya hanya aku dan segelintir anak yang memiliki kehidupan yang tidak penting. Orang tua yang tidak memiliki kedudukan di masyarakat. Bersahabat dengan kesusahan dan penghematan setiap waktu. Tapi tunggu.. mereka kan tidak perlu mengetahui semua itu? 

***

Hal-hal di atas itu memang tak perlu terjadi. Sepatu butut, jaket usang dan pakaian ketinggalan jaman. Sebelum benar-benar bersekolah di ESO, Felicia telah berbaik hati untuk selalu meminjamkan semua yang aku perlukan. 

Kabar baiknya lagi, ia akan satu sekolah denganku. Jadi, setiap hari, aku akan menumpang mobilnya dan meminjam kehidupannya yang mewah barang sejenak. Ya. Hanya demi keberadaanku di sekolah menengah. Kata Felicia, aku tidak boleh terlihat konyol di sana. Aku bersyukur bersahabat dengannya. 

Bisa dikatakan aku baik-baik saja bersekolah di ESO, hingga saat perayaan bazaar menjelang. Para orangtua murid akan datang bersama putra-putri mereka, saling menyapa dan berbicara satu dua kata. Dan kalau demikian yang terjadi, maka skenarionya akan begini :  Aku akan berjalan bersama Javier- ayahku, sepanjang dua kilometer, bersimbah peluh, karena tidak mungkin menumpang mobil Felicia. 

Ayah akan menghadiri acara itu dengan penampilan sederhana (cenderung tidak berkelas sama sekali), senyumnya yang terlalu lebar, jabat tangannya yang terlalu erat, malah suatu waktu pernah kulihat ia mengguncang-guncang tangan seseorang. Barangkali itulah akibat dari menggilas adonan tortilla setiap hari. Ayah akan membuatku malu di depan mereka. Maka jati diriku pun terungkap. Aku, anak si penjual tortilla.

***

Datang juga hari di mana  aku akan menunjukkan jati diri yang sesungguhnya. Orang dari kelas bawah. Aku bersiap dengan gontai. Sebaliknya, Javier sibuk mengancingkan baju terbaiknya, kemeja kotak-kotak dengan warna terang, yang menurutku agak berlebihan. Ia menyisir rambutnya ke samping dan mengolesinya dengan minyak wangi. Baunya menyengat sekali. Aku menyuap sarapanku sambil menampakkan wajah muram hingga ayah pun  menegur dan bertanya mengenai kesehatanku.

***

Terpampang besar-besar tulisan ‘Selamat Datang di Perayaan Bazaar Tahunan’ . Dadaku semakin sesak saat ayah menarik lenganku dengan semangat. Oh, tidak. Inilah awal kehancuranku di sekolah ini. Aku melangkah ragu menuju kerumunan orang dan menghitung mundur dari seratus sambil berharap pada hitungan nol ada keajaiban yang terjadi.

Seratus..

Tiga, dua, satu, nol.

‘Halo, tuan Javier, wah senang sekali betemu dengan anda.’

Nah. Maka drama pun dimulai. Ayahku akan mengguncang keras-keras setiap tangan orang yang menjabatnya dan tertawa lebar.

Tapi, tunggu. Mengapa orang ini mengenal ayahku sebagai Javier?

‘Hei…!’ seorang anak perempuan menepuk pundakku. Oh, tidak. Dia adalah anak yang paling beken di ESO. Tamatlah riwayatku.

‘Tuan Javier, senang sekali bertemu anda di sini. Tortilla anda adalah yang paliing .. enak di kota ini. Saya yakin, seluruh penduduk Pozoblanco mengidolakan anda.’ Lelaki necis itu adalah ayah dari anak perempuan yang paling terkenal di ESO. Dan dia mengidolakan ayahku?

‘Kau tak pernah bilang padaku, Juanita, kalau ayahmu pemilik kedai tortilla yang terkenal itu. Tega sekali kau. Aku sering makan dan bersantai di kedainya yang sederhana, namun sungguh lezat masakannya. Hey, ayo, kita keliling bazaar. Aku senang menjadi temanmu.’

Senang menjadi temanku? Selama aku bersekolah di ESO, tidak ada yang pernah bilang demikian kecuali Felicia, sahabatku satu-satunya. 

Dari jauh aku menatap Javier, ayahku, yang sedang berbaur bersama para orangtua lain. Ia tak terlihat minder sedikitpun. 

Diam-diam, aku bangga menjadi anaknya.

Anak seorang penjual tortilla...

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun