Mohon tunggu...
Lerika Ratri Noorshanti
Lerika Ratri Noorshanti Mohon Tunggu... -

Mahasiswa desain grafis, yang tertarik gaming

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

KRL dan Budaya Menghargai

11 Juli 2013   00:21 Diperbarui: 24 Juni 2015   10:43 221
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Menanggapi berita mengenai perubahan manajemen PT KAI dan KRL yang akhir-akhir ini heboh seiring diberlakukannya sistem e-ticket, saya ingin sedikit bercerita pengalaman dan tanggapan saya mengenai KRL sebagai salah satu transportasi umum yang idealnya sangat efektif ini. :)

Pengalaman-pengalaman dulu

Saya ini seorang mahasiswi di Bandung yang tentu saja tidak terlalu sering menggunakan jasa kereta api, karena alhamdulilahnya saya juga bersekolah disini. Paling-paling menggunakan kereta sebatas perjalanan wisata. Saya ingat sekali dulu pelayanan kereta api dan kondisinya sangat menyedihkan, mengingat manajemen yang kurang baik dan tentunya, penyakit masyarakat negara berkembang, masih pada susah diatur.

Rasanya menaiki kereta kalau bukan eksekutif sangat tersiksa, di bisnis rebutan kursi dengan penumpang lain yang seringkali seenaknya menempati kursi yang bukan haknya. Pernah saya dalam perjalanan pulang dari Jogja bersama teman-teman, mendapat kursi kami sudah ditempati oleh ibu-ibu seenaknya duduk dengan santai dan menempatkan anak-anak kecilnya di lantai supaya dikasihani dan tidak direbut kursinya, menyuruh seenaknya untuk pindah ke kursi lain di gerbong depan yang jauh. Begitu ribut-ribut, petugas juga bukannya mendidik ibu itu tapi malah bilang "yang penting adek bisa duduk kan? masalah selesai". Yah bukan gitu sih pak, tapi kalo gitu caranya gimana bisa mendidik penumpang lainnya? KESAL SEKALI RASANYA!

Belum lagi suasana stasiun yang padat dengan pedagang-pedagang berseliweran, perjalanan telat karena lama berhenti, dan pedagang pun hilir mudik masuk. Meskipun saya sadar latar belakang para pedagang itu rata-rata kalangan (maaf) ekonomi menengah ke bawah yang setaip hari berjuang mencari nafkah mengisi perut, tapi apa budaya seperti ini patut dilestarikan? Belum lagi jajanan yang diperjualbelikan rata-rata sama, tidak ada bedanya dan lebih banyak mengganggu. Pokoknya layanan kereta api pada saat itu buruk sekali.

Katanya, manajemen baru

Nah baru beberapa bulan terakhir saya mendapat banyak berita yang memberitahu mengenai pergantian kepengurusan kereta api. Saya merasa biasa-biasa saja, tidak terlalu mencari-cari karena pesimistis. Yah paling ini hanya berita seremonial saja, wajar sekelas perusahaan negara. Dan ditambah lagi saya juga belum terpikir untuk sering menggunakan jasa kereta api karena situasi belum terlalu membutuhkan.

TERNYATA

Optimisme saya langsung seketika berubah ketika saya melakukan perjalanan lagi ke Jogja. Saya terbengong-bengong begitu masuk stasiun dan peron, begitu tertata bersih rapih tidak banyak pedagang berseliweran dan karenanya situasi tampak lebih jelas, merasa aman. Petugas juga sigap dan ramah (sejauh ini di stasiun Bandung & Jogja) dan menurut pengalaman saya cukup sabar menginformasikan peraturan baru. Perjalanan kereta juga sepertinya jadi lebih cepat, tidak terlalu banyak berhenti, dan yang sangat kaget, tidak diizinkannya pedagang masuk (yah mungkin hanya beberapa, itu juga sebentar sekali). Petugas kebersihan, makanan dan keamanan juga sigap bolak-balik patroli di gerbong. WAH SALUT SEKALI DENGAN PETUGAS-PETUGASNYA, saya kaget sekali karena etos kerja ini bisa dibilang hampir merata ke banyak petugas. Overall, saya sangat PUAS!

KERETA KOMUTER

Nah selanjutnya, melihat berita kereta komuter yang juga dalam proses pembaharuan dan pemberlakuan e-ticket, saya langsung tergoda untuk mencoba karena e-ticket pikir saya harusnya mirip-mirip MRT Singapura (angkutan umum dalam kota kereta pertama yang saya coba). Jadi saya langsung iseng bergegas ke Jakarta untuk mencoba, pertama jalur kereta antar Jabodetabek (yang saya belum pernah coba seumur hidup) yang bertepatan dengan pembelakuan e-ticket. Disini walaupun saya newbie tapi saya merasakan ada perubahan-perubahan yang cukup signifikan. Misalnya:

- Beberapa kereta yang baru (masih sedikit, tapi lumayan lah, tahap demi tahap)

- Sistem tapping yang sama seperti di Singapura (sistem ini praktis, khususnya untuk jangka panjang)

- Petugas yang berjaga dan siap melayani pertanyaan (walaupun kalau jam-jam sumpek, kadang kelelelahan dan ketus)

- Waktu tempuh yang cepat! Mungkin ini sudah lama ya, tapi saya takjub waktu tempuh antar kota di Jakarta ga sampe 1 jam-1 jam amat!

- Beberapa stasiun yang sedang dalam proses peremajaan dan pembaruan, menyesuaikan e-ticket

- Twitter (yang saya tahu, twitter khusus Commuter Line) yang selalu update dan seringkali menjawab pertanyaan-pertanyaan langsung reply tweet

Dan saya sangat tidak kapok memakai jasa komuter, meskipun masih harus rela desak-desak di jam sibuk :)

Walaupun ada banyak poin-poin krusial yang sangat perlu untuk dibenahi:

- Kurangnya informasi tanda-tanda atau peta, kurang terpampang dengan baik. Peta lengkap tidak jelas, sign system kurang informatif, masih harus mengandalkan local knowledge

- Sistem seperti ATM (apa ya sebutannya), pokoknya yang kayak di Singapura, mesin otomatis mandiri untuk kartu-kartunya jadi ga usah repot ngantri-ngantri amat

- AC yang sering mati (mungkin karena tarif progresif kali ya) tapi semoga kedepannya bisa maksimal

- Tanda/informasi di dalam gerbong kereta yang belum maksimal (peta jalur, tanda keluar arah pintu, tanda status pemberhentian, dll)

- Kurang terintegrasi dengan transportasi lainnya (tapi diharapkan segera ditata) :)

- Penambahan gerbong dan interval waktu yang dipercepat. Biar tidak ada penumpukan penumpang, karena sejak tarif progresif, orang-orang berlomba-lomba 'beringas' langsung tumplek semua :'o

Tanggapan kita-kita, Masyarakat

Nah ini yang saya coba ingin opinikan, tanggapan masyarakat mengenai manajemen baru kereta api kita tersayang. Tentu saja respon negatif dan positif akan tetap ada. Tapi yang saya sayangkan terutama di respon negatif. Tentu saja dalam proses membudayakan manajemen baru dan memberlakukan sistem / budaya elektronik yang praktis butuh waktu lama, belum lagi menghadapi protes keras masyarakat pada umumnya yang selama ini dimanjakan dengan sistem konvensional yang pada faktanya bila dipikir sangat tidak efektif.

Saya merasa resah, karena kebanyakan tanggapan negatif ini sifatnya seperti merengek, tidak mau tahu harus dipuaskan seratus persen dan bila ada ketidakpuasan sedikit marahnya seperti barbar. Seringkali protes/kritik tanpa memikirkan situasi atau faktor-faktor yang berpengaruh. Apalagi Indonesia ini negara berkembang dan secara fakta kalangan menengah ke bawah dan maaf, minim pendidikan masih mayoritas. Tentunya 'mendidik' orang sebanyak ini dengan watak yang 'picik Indonesia' sangat sulit. Mungkin pendapat Koh Ahok ada benarnya, orang Indonesia sekarang ini masih harus dididik kasar, kalau tidak, biasanya main curang.

Saya pribadi ingin menghimbau kepada kita-kita sebagai masyarakat, meskipun memang kita seringkali dirugikan oleh pihak-pihak pemegang kekuasaan dan sudah muak, untuk menyisakan energinya memberi apresiasi dan kritikan membangun terhadap segala bentuk perubahan-perubahan yang berprospek baik. Mengenai kereta ini, ada baiknya kita terus memberi dukungan, jangan cepat ngeluh kalau masih ada layanan yang kurang baik. Coba sedikit membayangkan bagaimana posisi kita kalau jadi petugas/pemegang jabatan di jasa kereta api? Rata-rata orang sekarang kan mimpinya ga jauh-jauh dari jadi pebisnis, pengusaha, pekerja kantoran, dan lainnya. Jarang saya pribadi dengar ada yang benar-benar bercita-cita di bidang transportasi.

Layanan yang mulai baik ini ada kemungkinan menurun lagi, apabila kita masyarakat terlalu manja dan tidak memberikan apresiasi yang cukup. Nanti kalau kayak gitu, protes lagi. Siklusnya tidak akan pernah berhenti :"). Tentu saja berbagai kesalahan-kesalahan mismanajemen atau borok-boroknya sisa-sisa masa lalu akan terus ada, realistis tapi harus mulai bisa optimis. Toh sampai saat ini, banyak lembaga-lembaga negara banyak yang belum bersih.

Sekian opini saya, saya pikir Indonesia sudah mulai menggeliat untuk berubah ke arah yang baik dan jelas, tinggal kita sebagai masyarakat, harus menyiapkan pikiran yang matang dan menyatukan itikad baik untuk hidup bersama yang lebih nyaman. Tidak saling sikut atau saling menjatuhkan terhadap pandangan yang berbeda, tidak lupa saling apresiasi terhadap berbagai latar belakang orang, keprofesian, bidang dan lainnya.

Dan tentu saja,

MAJU TERUS KERETA API INDONESIA

SELURUH JAJARAN DAN PETUGAS-PETUGAS TERKAIT, TERIMAKASIH!!! XD

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun