Mohon tunggu...
Mas De Sakunab
Mas De Sakunab Mohon Tunggu... Wiraswasta - Palate!

Penulis lepas. Tinggal di sekitar yang ada. Keseharian setia menikmati perilaku sosial, budaya dan diplomasi. Cenderung mengagumi ketimbang memiliki. Kini sedang dalam proses mencari dan menjadi yang terbaik.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Artikel Utama

Malam yang Kudus

24 Desember 2018   21:22 Diperbarui: 25 Desember 2018   03:07 992
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Malam yang sunyi tiba di peraduannya. Orang-orang sibuk menyiapkan diri untuk masuk ke dalam "Malam yang Kudus".

Di batas kota, aku masih saja dengan keraguan menanti kabar gembira dari negeri khayalan. Kusengajakan diri untuk masuk ke dalam kesunyian malam ini.

Tetaplah kudapatkan aku yang berbeda, aku yang selalu sepi dalam ramai, aku yang gelisah sepanjang malam. Dengan segala macam rasa sesal di hati, kuayunkan langkah untuk bersama kawanan domba datang ke Betlehem.

Di depan palungan berdiri begitu banyak orang dengan iman yang teguh. Sesekali kedua mataku memandang dengan syahdu bayi mungil dalam balutan harapan keselamatan. Mereka yang sedari senja menanti di situ terlihat tersenyum lega menyaksikan janji penebusan dalam diri sang bayi.

Aku masih saja tertunduk lesu di antara para pembawa kidung khidmat. Kucoba mendengungkan apa yang kurasa. Sebuah kidung penyesalan begitu kuat.

Di lain rasa, aku bergabung dengan para biduan dalam satu nada damai dan harapan. Rasa ini bercampur aduk jadi perasaan yang membingungkan sekaligus menyedihkan.

Makin lama malam sunyi, aku makin tidak merasakan damai dalam saat bersama. Atau sudah mati rasakah aku? Ahh...aku masih manusia normal yang masih merasakan cinta, damai, dan harapan.

Hanya saja saat ini perasaan-perasaan itu masih jauh dari hadapanku. Entah ke mana bisa kudapatkan perasaan untuk malam ini dan malam-malam panjang yang akan datang. Sesal ini semakin membingungkan perasaan. Bolehkah kudapatkan jawaban dari Sang Bayi?

Beberapa waktu terakhir ini, aku didapati hidup tidak dalam keyakinan yang sungguh. Aku tidak berserah dalam pengharapan yang total. Dan terlebih aku tidak membagi cinta yang tulus bagi sesama dalam hidup. Aku sungguh menyesal atas hidup yang tak berarti ini. Aku sungguh bingung atas apa yang terjadi pada hidupku.

Kembali lagi ke "Malam yang Kudus". Nyanyian demi nyanyian semakin mencekik hati dan perasaan ini. Rasa yang muncul sebentar dan pergi. Lalu datang lagi dan pergi dalam sekejap.

Begitulah ia memainkan aku setiap kali. Juga malam ini. Berharap sepulangnya aku dari malam ini, aku bisa hidup dalam iman, harapan dan kasih yang tulus, seperti dulu lagi.

Dan akhirnya kami menghabiskan "Malam yang Kudus" ini. Orang-orang yang setia di depan palungan bersalaman dan membawa pulang damai ke arah yang dimau. Semoga aku juga demikian. Berharap sepulangnya aku tetap hidup, hidup seperti hidupku dulu yang sesungguhnya.

Semoga!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun