Indonesia merupakan negara dengan panjang pantai kurang lebih 81.000 km, memiliki sumberdaya pesisir yang sangat besar baik hayati maupun nonhayati. Pesisir merupakan wilayah perbatasan darat dan laut yang kemudian disebut sebagai daerah ekoton, yaitu daerah transisi yang sangat tajam antar dua atau lebih komunitas (Odum,1983 dalam kaswadji 2001). Kawasan ini menjadi kawasan yang sarat akan keindahan sekaligus konflik kepentingan serta menjadi habitat utama dari hutan Mangrove. Hutan Mangrove hampir ditemukan di seluruh provinsi yang ada di Indonesia dan luasnya mencapai 75% dari total mangrove di Asia tenggara. Namun pada kenyataannya luas penyebaran area Mangrove tersebut mengalami penurunan dari sekitar 4,25 juta Ha pada tahun1982 dan hanya tersisa 2,5 juta Ha pada tahun 2003 (Dept.Kehutanan). Salah satu yang mendapat perhatian sebagai akibat dari berkurangnya luasan Mangrove adalah Kawasan Pantai Timur Surabaya, sebagai imbas dari perkembangan kota Surabaya ke arah timur.
Sesuai peraturan pemerintah mengenai ekosistem pantai mangrove harus berfungsi sebagai GREEN BELT berjarak 400 meter dari bibir pantai dan 10 meter dari muara sungai. Namun pada kenyataannya, di kawasan Pantai Timur Surabaya (Pamurbaya) yang ada hanya 10-20 meter dari bibir pantai sedangkan pada muara sungai hampir tidak ditemukan magrove. Ekosistem mangrove memiliki fungsi secara ekologis dan ekonomis. Secara ekologis mangrove melindungi habitat daratan melalui perlindungan abrasi pantai, tempat hidup beragam jenis biota dan yang sering tidak disadari mangrove berpengaruh besar terhadap iklim mikro suatu kawasan. Sedangkan secara ekonomi mangrove menjadi sumber ekonomiterutama masyarakat pesisir. Sayangnya hingga saat ini ragam manfaat yang diinformasikan belum memberikan kesadaran akan pentingnya mangrove secara ekologis, manfaat mangrove lebih ditekankan hanya pada manfaat secara individu, perusahaan dan pemerintah secara ekologi.
Pantai Timur Surabaya terbentang dari kenjeran sampai muara sungai dadapan dengan panjang pantai 2,65 km dengan ketebalan mangrove yang bervariasi. Salah satu bentuk dari upaya penyelamatan ekosistem Mangrove yang dilakukan di Pamurbaya adalah konservasi dalam bentuk menjadikan kawasan ini sebagai salah satu tempat wisata pendidikan yang selanjutnya disebut ekowisata. Hutan Mangrove pada dasarnya sangat berpotensi untuk dijadikan sebagai wisata pendidikan.
Mangrove adalah komunitas unik dimana akar mangrove banyak digunakan sebagai tempat hidup beragam fauna. Selain itu jenis mangrove yang beraneka ragam memiliki manfaat yang menarik untuk diteliti, seperti buah, bunga dan daunnya saat ini telah banyak dimanfaatkan untuk pangan dan obat-obatan serta bahan-bahan bangunan. Selain itu yang menarik pada kawasan hutan mangrove yang berada di kawasan Pamurbaya, yaitu hutan mangrove pada kawasan ini dijadikan sebagai tempat singgah burung-burung imigran dan langka di dunia. Seperti bubut jawa, burung terbesar di dunia yaitu cagak merah selain itu fauna langka yang hidup di hutan mangrove pada kawasan ini yaitu monyet ekor panjang.
Bentuk tumbuhan yang unik menjadi daya tarik tersendiri untuk menjadikan mangrove sebagai objek wisata di kawasan pamurbaya, dengan tujuan sebagai tempat perlindungan berlangsungnya ekosistem, tempat perlindungan plasma nutfah, perbaikan iklim mikro dan pengatur tata air maka konsep wisata ini dapat diterapkan. Meskipun sampai saat ini belum menunjukkan dampak positif dari penerapan ekowisata di kawasan ini.
Bila dibandingkan dengan wisata mangrove terbesar di dunia yaitu Taman Nasional Sundarbans yang terletak delta Sundarbans di negara bagian IndiaBenggala Barat. Taman Nasional ini merupakan warisan UNESCO dengan luas hutan mangrove mencapai 140.000 Ha. Keberadaan Mangrove membawa keuntungan yang besar bagi kawasan ini. Keberadaan Mangrove dijadikan sebagai habitat beragam jenis burung, invertebrata, reptil dan harimau langka di dunia. Keberadaan mangrove ini dimanfaatkan oleh pihak pemerintah dengan sistem pengelolaan strategis yang melibatkan berbagai stakeholder terkait. Zona-zona perlindungan dan lokasi penelitian direncanakan sedemikian rupa sehingga kegiatan wisata tidak mengganggu habitat biota yang ada. Untuk mengelilingi mangrove disediakan perahu khusus yang ramah lingkungan, berkelilingpun tidak diperkenankan menggunakan kendaraan bermotor, pengunjung juga dapat ikut serta dalam beberapa penelitian yang dilakukan di lapangan, selain itu setiap wisatawan yang berkunjung harus memiliki izin yang dikeluarkan langsung oleh pihak Dinas kehutanan. Kawasan ini juga dilengkapi sarana dan prasarana lengkap dengan zonasi kawasan yang jelas dan tertata apik.
Kondisi inilah yang jauh berbeda jika dibandingkan dengan konsep wisata edukasi yang diterapkan di kawasan Pantai Timur Surabaya. Pada dasarnya penetapan kawasan ini menjadi kawasan wisata edukasi telah dilengkapi dengan sistem kelembagaan yang jelas serta dilengkapi dengan detail tugas masing-masing lembaga. Sayangnya pelaksanaan tugas-tugas ini tidak memiliki sistem pemantauan yang jelas. Sehingga selama kurang lebih 1 tahun program ini diterapkan belum ada dampak signifikan yang ditunjukkan. Kondisi sarana dan prasarana yang masih sangat minim, wisatawan dapat dengan bebas keluar masuk, selain itu penanaman mangrove pada zonasi yang tidak tepat justru menyebabkan adanya kerusakan pada habitat mangrove, padahal sebenarnya telah ditetapkan pola dan zona penanaman mangrove pada kawasan ini. Mangrove pada dasarnya adalah sebuah ekosistem dengan daya adaptasi yang cukup tinggi namun tidak semua jenis mangrove dapat ditanam di segala lokasi. Namun Mangrove hanya dapat tumbuh pada zona-zoan terterntu sesuai dengan jenis mangrove itu sendiri. Kurangnya pengawasan dan penekanan pada pelaksanaan penanaman mangrove justru merusak ekosistem yang ada.
Selain itu lokasi ini juga perlu dilengkapi dengan fasilitas wisata kuliner, toko souvenir dan fasilitas pendukung lain yang dapat dijadikan lahan bagi masyarakat untuk memperoleh pendapatan, karena jika dilihat wisatawan akan lebih banyak menghabiskan waktunya pada fasilitas-fasilitas tersebut. Sehingga pemasukan akan lebih banyak diperoleh dari lokasi-lokasi tersebut dibandingkan hanya mengandalkan wisata mangrove. Dan dengan keberadaan fasilitas-fasilitas ini akan mempermudah promosi lokasi wisata dengan sebuah konsep paket wisata lengkap ketika mengunjunginya.
Banyak hal yang harus dipelajari dari sistem pengelolaan yang dilakukan oleh Sundarbans. Salah satunya melalui penekanan partisipatif masyarakat. Dimana masyarakat tidak melakukan pemeliharaan hanya dengan tujuan ekonomi melainkan diimbangi dengan tujuan ekologis demi keberlangsungan mangrove. Mengingat dari tahun-ke tahun jumlah penduduk di kawasan ini terus bertambah. Sehingga peran mereka untuk mewujudkan ekowisata manrove di Pamurbaya harus ditingkatkan. Karena selama ini peran mereka masih belum tampak nyata terhadap perbaikan kualitas dan kuantitas Mangrove yang ada. Masyarakat harus mampu secara mandiri melakukan pengelolaan dengan didampingi pihak pemerintah. Dimana pemerintah juga perlu melakukan pendekatan yang lebih intensif terhadap masyarakat terutama berkaitan dengan pemahaman terkait jenis dan habitat mangrove. Pemberian pemahaman tersebut harus juga disesuaikan dengan karakteristik masyarakat setempat. Karena masyarakat pesisir adalah suatu komunitas masyarakat dengan karakteristik yang khas dan unik. Pendekatan ini juga dapat dilakukan dengan bantuan dari beberapa LSM terkait.
Hal ini juga harus diimbangi dengan dukungan peraturan perundangan yang dijalankan secara tegas, karena dalam mewujudkan sebuah wisata pendidikan tidak hanya melalui penanaman mangrove secara terus-menerus. Keberadaaan kawasan pesisir adalah kawasan yang secara tajam dipengaruhi oleh daratan dan laut. Tanpa disadari pengurangan jumlah mangrove yang paling besar adalah akibat ulah manusia. Hal yang sering tidak disadari adalah kebijakan yang diterapkan di kawasan pesisir harus terintegrasi dengan kebijakan yang diterapkan secara khusus di daratan.
Hal ini dapat dibuktikan dengan pengaturan penggunaan lahan didaratan akan sangat berpengaruh terhadap keberlangsungan hidup kawasan pesisir. Perkembangan kota Surabaya ke arah timur akibat semakin tingginya pertumbuhan penduduk mengakibatkan tingginya konversi lahan untuk permukiman. Sehingga pengaturan kawasan pesisir tidak boleh hanya bersifat sektoral melainkan harus terintegrasi terutama dengan Rencana Tata Ruang Kota Surabaya agar terjadi keselarasan dalam mewujudkan kawasan Pantai Timur Surabaya menjadi kawasan wisata pendidikan.
Penerapan konsep wisata merupakan sebuah konsep yang multidimensi dan multidisiplin. Sehingga perlu persiapan yang matang dan pengawasan yang ketat terhadap penerapan konsep agar sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai. Penegasan peran pemerintah dan peran masyarakat sangat diperlukan, selain itu diperlukan juga kerjasama denga pihak pengusaha mengingat dana yang dibutuhkan dalam penerapan ekowisata cukup besar dan perlu melibatkan banyak stakeholder terkait. Sehingga tanggung jawab terhadap pelestarian mangrove bukan hanya tanggung jawab mereka yang secara langsung hidup berdampingan dengan kawasan pesisir melainkan bagi seluruh elemen, mengingat peranannya yang amat besar dalam menjaga keseimbangan ekosistem. Pelestarian lingkungan dari sekarang akan menjamin kehidupan di masa yang akan datang.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H