Lingkaran Kamuflase
oleh Kus-kus Beruang Leenda pada 20 November 2012 pukul 1:38 ·
Kala senja itu datang,
nyanyikan saja lagu tentang damai,
karna,
bisa jadi waktu itu tak akan datang lagi.
Hanya saja memastikan ketika imaji selalu beraksi,
pada muatan pragmatis yang selalu indah wataknya,
seperti prakonsepsi ranting, dahan dan dedaunan
yang menyingkap candu dalam derai dan tawa.
Saat melukiskan peranan seekor bunglon,
berjalan memanjat kebun bunga dan pepohonan,
berperangai dalam sejuta lakonnya.
Aiiihhh....
hening ini tak berbekas,
lalu beranjak pada peraduan,
menitah sekelumit peradaban terang yang menjadi gelap,
segelap temaram pada ujung lentera hilang bersumbuh.
Fajar mengiringi gelap tanpa lentera,
meski perlahan mengikuti lingkaran kamuflase,
apa harus hati menangis mengeluarkan air mata darah?
Ya..... Tak perlu bersembunyi di balik bedebahnya hati,
Hati bergetar memahami perkataan Jibril,
kala subuh menggema mengangkasa,
Semua bagai terbius dengan kamuflase dunia,
tak hidup atau tak tahu?semua bagai terlupa akan tujuan akhir sebenarnya.
Membagi hari pada kesedirian yang panjang tak bertepikan,
pada siang terang mencampakkan sinar mentari yang menawari kehidupan
hati tak akan diliputi amarah,
hahaahaa...
gelak tawa habiskan bercengkrama penuh kehangatan,
meluapkan segala isi hati,
bak nanah tersayat belati,
pada ganasnya birokrasi hidup.
yaa...lingkaran kamuflase...
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H