Berdasarka uraian di atas, maka, hukum-hukum positif yang berkaitan dengan pengelolaan SDA dan Lingkungan Hidup, harus didasarkan pada kesadaran spiritual akan posisi Tuhan sebagai sebagai Sang Pencipta dan Pemberi Mandat, dan tugas dan fungsi manusia sebagai penerima mandat untuk membawa kemaslahatan bagi makhluk bumi. Hukum harus mengajarkan kebijaksanaan (wisdom) dan keadilan (distributif). Sebagai makhluk yang berakal budi, maka etika ekologi mesti dijunjung tinggi dalam kerangka hubungan vertikal manusia dengan Tuhan, dan hubungan horisontal manusia dengan alam semesta.
Sebagaimana struktur  lingkungan hidup dalam perpektif teologi yang diuraikan diatas, maka harus mempu diejawantahkan dalam tata kelola dan pemanfaatan sumber daya alam dalam konteks bernegara, dimana Pemerintah berfungsi sebagai penerima mandat kolektif dari rakyat, dimana rakyat berkedudukan sebagai pemberi mandat. Karena sebagai pemberi mandat, maka kedudukan pemerintah adalah wakil untuk mengatur, mengelola, mengawasi dan memanfaatkan secara terukur untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat secara berkeadilan. Keadilan harus bersifat distributif, termasuk jaminan kelestarian bagi semua makhluk, bukan sentralistik pada kepentingan pemodal besar (oligark). Jika yang terjadi sebaliknya, dimana hukum positif tidak lagi didasarkan pada aspek spriritualitas, sesungguhnya secara nyata telah menyimpang dari konsep Tauhid.
Allah SWT berfirman dalam Surat Al-Dukhan ayat 38 -- 39 :
"Dan Kami tidak menciptakan langit dan bumi dan apa yang ada di antara keduanya dengan bermain-main; Kami tidak menciptakan keduanya melainkan dengan haq, tetapi kebanyakan mereka tidak mengetahui" (QS : Al-Dukhan : 38-39).
Allah menciptakan segala sesuatu tidak sia-sia dan melarang manusia untuk berbuat kerusakan di bumi mengandung makna arti keseimbangan. Surat ini juga memberikan gambaran bahwa Allah SWT menciptakan langit dan bumi serta unsur yang ada didalamnnya secara seimbang. Bumi adalah sebuah ekosistem besar dimana Allah SWT menciptakannya beserta siklus alamiah yang dbentuk oleh interaksi fungsional antara semua unsur yang ada didalamnnya. Manusia dalam hal ini merupakan bagian dari unsur penyusun sebuah ekosistem tersebut, dan dalam konteks ini memiliki peran yang sama dalam menjamin keseimbangan siklus kehidupan. Seberapa besar bentuk wujud fisik mahkluk, tetap Tuhan memberikan peran yang sama besar. Oleh karena itu, penyimpangan prilaku yang dilakukan manusia atas ekspolitasi sumber daya alam dan lingkungan, akan memberikan efek besar terhadap keseimbangan yang ada. Fenomena bencana alam yang dipicu oleh tangan tangan manusia telah secara nyata berdampak terhadap keseimbangan lingkungan.
Agama telah mengatur bagaimana manusia harus menjaga hubungan vertical dengan Tuhan Sang Pencipta, hubungan horizontal antar sesama manusia, dan alam semesta. Memelihara dan membangun lingkungan dipermukaan bumi adalah ajaran yang penting dalam Islam, dan melakukan kerusakan di bumi adalah  dilarang. Ajaran ini berasal dari konsep tauhid, yang mengandung arti bahwa manusia, binatang, tumbuh-tumbuhan dan benda tak bernyawa, semuanya adalah mahkluk Tuhan. Kesimpulannya memelihara dan melestarikan lingkungan hidup dalam perpektif islam adalah bukti implementasi iman dari seorang muslim.
Jagat raya seisinya, adalah alam semesta ciptaan Allah, karena makhluk Allah maka manusia, langit, bumi dan yang lainnya, adalah bagian dari alam. Â Manusia dianugerahi akal, dengan akal itu manusia bisa berpikir, memilih yang benar dan yang salah, memilih yang baik dan buruk, dan dengan akal itu manusia bisa mengembangkan kehidupannya. Akal itulah yang merupakan kelebihan manusia dibanding makhluk-makhluk lainnya, di samping memiliki indra utama, pendengaran dan penglihatan (Quraish Shihab,1995).
Dalam etika lingkungan hidup, kita mengenal istilah "butterfly effect" (efek kupu-kupu). Menurut APA Dictionary of Psychology, butterfly effect atau efek kupu-kupu adalah suatu kecenderungan sistem yang kompleks dan dinamis agar lebih peka terhadap suatu kondisi awal yang mungkin berubah karena hal-hal kecil. Butterfly effect terjadi ketika sebuah tindakan atau hal kecil terjadi dan mempengaruhi sesuatu sehingga menimbulkan efek besar dan sulit diprediksi. Kepak sayap kupu-kupu terkesan ringan dan tidak memberi pengaruh pada situasi sekitarnya, tapi diyakini bahwa pada bagian dunia yang lain terjadi badai tornado karena kepak sayap kupu-kupu tersebut.
Butterfly effect mengkonfirmasi Firman Allah SWT dalam Surat Al-Dukhan : 38-39 di atas, bahwa penciptaan Tuhan tidak untuk hal yang sia-sia, sekecil apapun peran makhluk akan memberikan efek yang mungkin akan jauh lebih besar terhadap keseimbangan lingkungan hidup. Manusia sebagai bagian dari penyusun ekosistem besar bumi, harus mulai sadar bahwa disamping ada jaminan hak azasi bagi sesama manusia (hablum minannas), juga dalam konteks makhluk social yang lebih luas harus menjunjung tinggi hak azasi alam dan seisinya (hablum minal alam).
Dikutip dari Tualeka (2011) penulis mencoba menjabarkan tugas manusia dalam konteks sebagai kholifah dimuka bumi, yaitu :
Pertama, Al-Intifa' yakni mengambil manfaat dan mendayagunakan sebaik-baiknya. Dalam proses pengambilan manfaat atas nilai ekonomi sumber daya alam dan lingkungan, manusia dituntuk untuk melakukan pengelolaan secara lestari dan terukur dengan mempertimbangkan prinsip keadilan distributive bagi semua makhluk. Proses pemanfaatan sumber daya alam tidak dilakukan secara eksploitatif, sehingga tetap terjaga keseimbangan siklus alamiahnya.