Mohon tunggu...
Kang Chons
Kang Chons Mohon Tunggu... Penulis - Seorang perencana dan penulis

Seorang Perencana, Penulis lepas, Pemerhati masalah lingkungan hidup, sosial - budaya, dan Sumber Daya Alam

Selanjutnya

Tutup

Nature Pilihan

Perempuan, Ekofeminisme, dan Kritik Tajam terhadap Kapitalisme

4 November 2021   09:19 Diperbarui: 4 November 2021   15:08 398
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi hutan. (Foto: Kompas.com/Anggara Wikan Prasetya) 

Sesungguhnya, kekhawatiran bersama tersebut, telah dipicu oleh pergerakan faham feminisme yang bermula dari perlawanan kaum perempuan untuk mengembalikan hak untuk tidak lagi menjadi objek kaum patriarki. Perempuan memiliki peran dan hak sama, maka muncul gerakan kesetaraan gender. 

Singkatnya, kehadiran perlawanan perempuan sebenarnya menjadi inspirasi untuk membela hak alam semesta. Semestinya alam memiliki legal standing, demikian juga dengan perempuan, alam juga memiliki hak azasi untuk dihargai dan diberlakukan secara adil. Alam tidak lagi jadi objek sikap antroposentrik yang mendominasi kepentingan ekonomi semata.

Inilah kemudian yang memunculkan faham ekofeminisme. Dalam konteks etika lingkungan hidup, ekofeminisme merupakan bagian dari faham biosentrisme, dimana secara ontologi telah menempatkan manusia dan alam sebagai satu kesatuan utuh yang saling berhubungan. 

Artinya, keduanya tidak boleh memberikan efek eksternslitas, namun tetap menjaga hubungan timbal balik yang positif. Pun halnya, dalam konteks makhluk sosial, perlu kita fahami bahwa batasan makhluk sosial bukan hanya sekedar hubungan horizontal antar sesama manusia, tapi lebih jauh merupakan interaksi antara manusia dengan alam semesta.

Ekofeminisme, mengambil sisi manusiawi seorang perempuan, yakni sikap peduli, cinta kasih, dan peka. Kiranya ekofeminisme ini, harus menjadi landasan kuat dalam upaya pengelolaan sumber daya alam dan lingkungan. Pengetahuan ini harus memicu kesadaran kita bersama tentang pentingnya pelestarian lingkungan, dan kesetaraan gender bagi manusia. 

Mengambil manfaat ekonomi seyogyanya memperhatikan daya dukung, karena sumber daya alam dan lingkungan atau dalam konteks alam semesta memiliki keterbatasan dalam mensupport kehidupan, jika kita tidak bijak dalam mengelolanya.

Saat ini, diera disrupsi teknologi informasi dan kenyataannya Indonesia akan mendapatkan bonus demografi, serta populasi penduduk global akan membawa ketergantungan pada kebercukupan pangan, maka saya kira generasi milenial tidak hanya didorong pada penguasaan iptek semata, tapi bagaimana mereka juga mampu mengkampanyekan dan menterjemahkan environmental ethic, terutama menanamkan sikap ekofemenism.

Wallahualam.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun