Mohon tunggu...
Kang Chons
Kang Chons Mohon Tunggu... Penulis - Seorang perencana dan penulis

Seorang Perencana, Penulis lepas, Pemerhati masalah lingkungan hidup, sosial - budaya, dan Sumber Daya Alam

Selanjutnya

Tutup

Money Artikel Utama

Menimbang Untung dan Rugi Kinerja Dagang RI-China di Tengah Wabah Virus Corona

5 Februari 2020   07:40 Diperbarui: 6 Februari 2020   07:59 3356
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi pekerja asal China (sumber: Shutterstock)

Wabah corona virus yang muncul tiba tiba di Wuhan, China mendadak menggegerkan dunia. Virus baru ini muncul secara tak terduga dan konon lebih mematikan dibanding virus SARS yang juga muncul dari negeri yang sama.

Lebih dari 11.000 kasus teridentifikasi dengan korban meninggal lebih dari 400 jiwa. Virus ini juga menjadikan Wuhan sebagai kota mati karena akses publik sementara ditutup. Mengerikan. Belakangan korban virus ini muncul di beberapa negara, termasuk Malaysia, Singapura yang berbatasan langsung dengan Indonesia.

Baru-baru ini, Pemerintah Indonesia telah memulangkan sekitar 240 WNI yang berada di Wuhan dan saat ini dalam proses karantina di Natuna.  Kabupaten Kepulauan yang ada diujung barat Indonesia. Natuna sempat geger, karena ada sebagian warganya justru melakukan eksodus ke luar Natuna.

Kekhawatiran masuknya virus corona ini ke wilayah NKRI, membuat Pemerintah mengeluarkan larangan sementara penerbangan dari dan ke China, mencabut sementara aturan bebas visa dan melarang turis asal China masuk ke Indonesia.

Belakangan Pemerintah juga tengah mempertimbangkan untuk menghentikan sementara perdagangan ekspor - Impor dengan China guna mengantisipasi adanya carier corona virus masuk ke wilayah NKRI.

Langkah Pemerintah dinilai wajar, sebagai bentuk tanggungjawab perlindungan terhadap kesehatan warga negara. Aturan main ini juga fair sebagaimana yang tertuang dalam sanitary and phytosanitary (SPS) agreement yang disepakati negara negara anggota WTO (world trade organization). 

Bahwa dalam hal perdagangan, negara punya hak untuk melakukan langkah-langkah untuk melindungi keamanan dan kesehatan termasuk perlindungan dari bahaya yang mengancam kesehatan warganya. Tentu atas dasar fakta dan dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah.

Rencana Pemerintah inipun belakangan ditanggapi serius oleh Dubes China untuk RI. Seperti dilansir media nasional, Dubes China Xiao Qian dalam konferensi persnya memperingatkan Indonesia akan dampak negatif hubungan dagang RI - China jika aturan tersebut diberlakukan. 

Dubes China menyebut, Indonesia akan jauh banyak dirugikan mengingat ekspor RI ke China yang dominan dibanding impor. Pun halnya di sektor parawisata, tercatat 2 juta wisman asal China datang ke Indonesia setiap tahunnya. Intinya Indonesia akan banyak kehilangan potensi devisa dan tentu akan memicu defisit neraca dagang yang kian dalam.

Pertanyaannya: benarkah demikian?

Sebagai seorang birokrat yang bergelut dalam sektor perikanan, menarik hal ini untuk ditelaah lebih lanjut mengenai sejauh mana imbasnya terhadap kinerja ekonomi di sektor ini. 

Tentu ini tidak bisa memotret keseluruhan kinerja ekonomi di semua sektor, karena saya hanya sedikit mengulas lewat pendekatan sektoral, dimana sektor ini hanya berkontribusi sekitar 3% terhadap PDB Indonesia.

Mengacu pada data yang dipublish oleh International Trade Center (ITC, 2019) selama kurun waktu (2014 - 2018), ekspor produk perikanan RI ke China tumbuh rata rata pertahun sebesar 54,12 %. Sedangkan impor produk perikanan RI dari China dalam kurun waktu yang sama juga tumbuh rata rata sebesar 51,58% per tahun.

Tahun 2018, ITC mencatat total nilai ekspor produk perikanan RI ke China mencapai 675,98 juta USD, sedangkan total nilai impornya tercatat mencapai 96,20 juta USD. 

Dari angka ini Indonesia membukukan surplus neraca dagang sebesar 579,77 juta USD. Adapun produk yang dominan diekspor masing masing untuk sub sektor perikanan tangkap adalah komoditas cumi cumi dengan share 53,68% dan untuk sub sektor perikanan budidaya didominasi oleh komoditas rumput laut dengan share sebesar 68,94%.

Dilihat dari market share atas produk perikanan RI tersebut, China sebenarnya hanya menguasai sebesar 14,13 % market share produk perikanan RI selama ini atau berada di peringkat ketiga dari negara negara tujuan ekspor produk perikanan Indonesia selama ini. Sedangkan market share terbesar justru ke negara USA (39,98%) disusul Jepang (14,98%), dan Vietnam (4,08%).

Dari data ITC tersebut, kita dapat menyimpulkan bahwa nilai ekspor produk RI ke China hanya memberikan share sebesar 13,91% terhadap total nilai ekspor produk perikanan RI ke dunia yang mencapai 4,8 milyar USD.

Catatan akhir saya, bahwa wabah virus corona yang ditindaklanjuti Pemerintah RI menghentikan sementara transaksi dagang antar kedua negara secara sektoral memang akan berimbas pada kinerja perdagangan pada sektor perikanan. 

Namun demikian imbas tidak akan terlalu signifikan mempengaruhi kinerja ekonomi sektor perikanan, mengingat China hanya berkontribusi sekitar 14% saja terhadap devisa ekspor perikanan Indonesia.

Kendati demikian yang perlu menjadi catatan serius yakni dampak ikutan terhadap kinerja bisnis rumput laut nasional. Ini mengingat 80% produk rumput laut Indonesia diekspor ke China dan sudah barang tentu akan berimbas pada kinerja mikro ekonomi utamanya struktur ekonomi para pelaku usaha rumput laut di Indonesia. 

Langkah awal yang perlu diantisipasi antara lain pemberlakuan resi gudang di sentral sentral produksi sambil menunggu kondisi perdagangan RI - China kembali stabil.

Catatan akhir saya, dengan melihat angka angka perbandingan di atas yakni potensi devisa yang hilang dan market share ekspor RI ke China, sesungguhnya Pemerintah bisa menyiasatinya dengan segera membuka peluang ekspansi pasar ekspor baru dan memperkuat industri untuk konsumsi dalam negeri. Saya rasa ini saatnya Menteri Perdagangan dan Menteri KP menghadapi ujian kompetensi.

Tentu kasus corona ini kita harapkan segera berlalu dan tidak berlarut larut, namun langkah awal dan mendesak saat ini memang melindungi warga negara kita dari kemungkinan wabah virus mengerikan ini. Dan nilainya jauh lebih besar dibanding sekedar menghitung angka angka nilai ekonomi.

Ulasan di atas tidak bisa memotret dampak negatif terhadap kinerja ekonomi RI - China secara keseluruhan, namun hanya berlaku khusus pada sektor perikanan. 

Namun jika kita melihat tren perdangangan RI - China khususnya untuk produk produk non agro, saya melihat China justru sangat punya kepentingan, mengingat pasar RI yang sangat besar. Tengok saja impor barang barang asal China mulai dari tusuk gigi hingga handphone memdominasi pasar di Indonesia.

Wallahualam.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun