Mohon tunggu...
Kang Chons
Kang Chons Mohon Tunggu... Penulis - Seorang perencana dan penulis

Seorang Perencana, Penulis lepas, Pemerhati masalah lingkungan hidup, sosial - budaya, dan Sumber Daya Alam

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Demoralisasi Logika Liar

7 September 2019   03:34 Diperbarui: 7 September 2019   04:39 69
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Beberapa hari ini, jagat maya kembali dihebohkan oleh diskursus publik tentang polemik sebuah disertasi seorang doktor. Disertasi itu, mengulas konsep Milk al-Yamin Muhammad Syahrur sebagai Keabsahan Hubungan Seksual non-Marital. Artinya kira kira menyimpulkan kehalalan melakukan zina di luar ikatan perkawinan. Ya. Disertasi, produk akademik dan telah lulus sensor di ruang sidang itu.

Sebenarnya saya mencoba menahan diri untuk tidak menyalurkan hasrat saya menulis tentang diskursus ini. Tapi, ternyata tak bisa. Ada kekuatan besar, bahkan otak saya tiba tiba mendidih. Akhirnya saya tulis ini. Tentu saya tidak akan berdebat terkait keilmuan. Saya bukan ahli al- qur'an. Cukup bagi saya memahami fatwa MUI tentang polemik ini.

Pro kontra kemudian muncul, bahkan dikalangan para cerdik pandai. Bagi yang memegang mazhab akademik radikal (istilah penulis), tentu menganggap disertasi ini sebagai karya ilmiah, produk akademik yang harus dihargai.

Tentu mereka mengacu pada kriteria teknis sebuah karya ilmiah disebut disertasi jika memenuhi kriteria noveltis (kebaruan), orisinalitas (keaslian) dan lainnya. Saya tidak hafal diluar kepala.

Artinya jika semua kriteria terpenuhi, dan disertasi teruji di ruang sidang. Di depan penguji yang tidak lebih dari 10 orang. Maka, disertasi sah sebagai produk akademik.

Walau saya tak faham seberapa dalam penguasaan ilmu agama tim penguji itu. Mestinya ada perwakilan MUI turut serta jadi penguji tamu.

Sebagai sebuah produk akademik, maka menurutnya patut dihargai sebagai bagian dari kebebasan berfikir. Menyanggahnya ya harus dengan produk serupa. Diruang yang sama.

Sebuah jargon bahwa "produk ilmiah boleh salah asal tak bohong". Ya saya sepakat jika itu diujikan diruang akademis. Lantas bagaimana jika diuji di ruang publik? Padahal disertasi tersebut menyangkut masalah sosial dimana publik jadi objeknya.

Apakah publik dibiarkan menilai dan bahkan mengadopsi kesimpulan yang salah itu? Dalam konteks ilmu pasti, saya sepakat. Tapi dalam konteks ilmu agama, apalagi menyangkut hukum Tuhan yang absolut tentu saya tak sepakat. Lebih prontal lagi menolak, melawan.

Sebagai seorang yang tertarik dengan masalah sosial, tentu saya prihatin, sedih dan marah. Kebebasan berfikir adalah hak individu. Tapi hak juga dibatasi oleh dimensi sosial - kultural.

Artinya, anda boleh menuntut hak selama tidak menyebabkan eksternalitas/ekses buruk terhadap tatanan sosial dan kultur yang berlaku di masyarakat.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun