Beberapa waktu lalu Presiden Jokowi melalui Menko Bidang Kemaritiman menekankan agar mulai fokus menggarap industri akuakultur nasional.Â
Menurut pandangan penulis, sangat tepat apa yang disampaikan Jokowi tersebut, walaupun terkesan terlambat, karena faktanya selama bertahun-tahun sumber daya akuakultur pemanfaatannya masih sangat kecil dan hingga saat ini masih sebagai "the sleeping giant".
Bayangkan saja, Indonesia sebagai negara dengan garis pantai terpanjang di dunia ditambah dengan potensi sumber daya kelautan dan perikanan yang besar, ternyata belum mampu mendongkrak kontribusi besar sektor ini terhadap PDB Indonesia.
Data Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2017, misalnya mencatat kontribusi sektor KP terhadap PDB Indonesia (berdasarkan harga berlaku) hanya sekitar 2,56 persen, di mana sekitar 60 persennya diprediksi dari sub sektor akuakuktur. Dengan kata lain sub sektor ini hanya memberikan share sebesar 1,53 persen terhadap PDB Indonesia.
Kenyataan ini cukup ironis memang, sebab KKP mencatat bahwa potensi indikatif lahan budidaya (laut, payau dan tawar) seluas lebih kurang 17 juta hektar.
Berdasarkan itungan kasar penulis terhadap potensi nilai ekonomi SD akuakuktur dengan merujuk pada data potensi indikatif di atas, bahwa potensi efektif nilai ekonomi SD akuakuktur diprediksi hingga mencapai 251 milyar USD per tahun atau setara dengan Rp 2.500 trilyun per tahun (kurs 1 USD = Rp 10.000,-).
Pertimbangan besarnya potensi nilai ekonomi SD akuakultur di atas, harus menjadi pijakan awal untuk mulai fokus menggarap sub sektor ini. Tentu tidak bisa dilakukan secara instan, dengan kata lain perlu ada grand design yang efektif dengan indikator-indikator yang terukur dan berorientasi pada outcome baik jangka pendek, jangka menengah dan panjang. RPJP/RPJMN harus mulai terfokus pada sumber ekonomi berbasis SDA termasuk akuakultur melalui pengelolaan secara sustain.
Himbauan Presiden Jokowi, mestinya segera ditindaklanjuti dengan menjadikan optimalisasi SD Akuakultur ini menjadi prioritas nasional. Ini penting agar seluruh lintas sektor, swasta dan stakeholders lainnya secara bersama-sama fokus dalam membuat dan mengimplementasikan grand design yang lebih konkrit.
Jika saja, tiap tahun kita mampu memanfaatkan nilai ekonomi SD akuakultur sebesar 5% saja, maka tiap tahun ada share nilai ekonomi setidaknya Rp 125 triliun. Artinya bisa digunakan untuk membantu menutup defisit APBN yang selalu terjadi.
Setidaknya ada 3 nilai strategis penting kenapa subsektor akuakultur ini harus menjadi prioritas nasional. Pertama, isu global terkait food security (ketahanan pangan). Akuakultur memiliki andil besar dalam upaya pemenuhan kebutuhan pangan dan gizi masyarakat.Â
Menteri Kelautan dan Perikanan, Susi Pudjiastuti dalam sebuah kesempatan mengatakan bahwa tantangan ke depan bukan lagi terkait isu-isu ideologi, namun terkait masalah defisit pemenuhan kebutuhan pangan.Â