Ketika guru digunduli, diperkarakan, bahkan ditahan karena orang tua/wali murid tidak terima atas perlakuan terhadap anaknya; respons bahkan reaksipun bermunculan. Ada yang berdemonstrasi sebagai bentuk solidaritas. Ada pula yang menyampaikan pernyataan, “Kalau orang tua tidak menerimakan perlakuan guru terhadap anaknya, silakan orang tua mendidik sendiri anaknya!”
Saat murid di-bully oleh teman-temannya sehingga nekat membakar ruang kelasnya, murid terlibat kasus perkosaan, murid menjadi kurir narkoba, murid memberontak pada polisi saat dihentikan kendaraannya karena berkonvoi merayakan selesainya ujian; berbagai pihak mengungkapkan rasa prihatinnya yang mendalam.
Ilustrasi di atas merupakan sebagian kecil dari sekian banyak carut marut masalah nilai/moral/akhlak/karakter/budi pekerti yang terjadi pada dunia pendidikan. Fenomena tersebut merupakan contoh masalah (1) Belum seluruhnya sekolah menjadi tempat yang nyaman dan menginspirasi bagi siswa, guru, dan tenaga kependidikan, (2) Belum sepenuhnya pembiasaan sikap dan perilaku positif di sekolah menjadi bagian proses belajar dan budaya sekolah, dan (3) Belum sepenuhnya pendidikan karakter menjadi gerakan bersama yang melibatkan pemerintah, pemerintah daerah, masyarakat, dan orang tua.
Dari kondisi yang demikian ini, pelaksanaan Kurikulum 2013 (K’13) pada era Mas Menteri disempurnakan dengan diterbitkannya Permendikbud No. 23 Tahun 2015 tentang Gerakan Penumbuhan Budi Pekerti (GPBP). GPBP bertujuan: (1) Menjadikan sekolah sebagai taman belajar yang menyenangkan bagi warga sekolah, (2) Menumbuhkembangkan kebiasaan yang baik sebagai bentuk pendidikan karakter sejak di sekolah, (3) Menjadikan pendidikan sebagai gerakan yang melibatkan pemerintah, pemerintah daerah, masyarakat, dan keluarga, dan (4) Menumbuhkembangkan lingkungan dan budaya belajar yang serasi antara sekolah, masyarakat, dan keluarga. Dengan tujuan tersebut GPBP diharapkan mampu mengurai atau mengeliminasi bahkan kalau memungkinkan menihilkan permasalahan budi pekerti, khususnya .
Mengembalikan Fungsi Sekolah
Sekolah merupakan salah satu tempat untuk mentransfer ilmu (pengetahuan) dan nilai (budi pekerti). Pendidikan budi pekerti di sekolah mempersyaratkan kondisi sekolah yang menyenangkan sebagaimana taman bagi setiap pengunjungnya. Salah satu cara untuk mewujudkan kondisi tersebut adalah dengan cara menerapkan sistem among, yakni pembelajaran yang didasarkan pada konsep asih, asah, asuh dengan bersendikan kodrat alam dan kemerdekaan. Guru sebagai pendidik budi pekerti sekaligus sebagai pamong diwajibkan bersikap ing ngarsa sung tuladha, ing madya mangun karsa, dan tut wuri handayani. Pengetahuan perlu keteladanan supaya bisa dipahami. Pemahaman yang disertai motivasi dan dorongan memudahkan pelaksanaan. Pelaksanaan yang didasari kebebasan yang bertanggung jawab memungkinkan tumbuhnya kreativitas.
Menumbuhkan Nilai
Dalam fitrahnya, setiap diri mempunyai potensi yang positif. Guru, tenaga kependidikan, orang tua/wali murid, komite sekolah, alumni, dan atau pihak-pihak yang berhubungan dengan kegiatan pembelajaran di sekolah berperan bagi tumbuh dan berkembangnya potensi budi pekerti yang ada pada diri sasaran utama GPBP, yakni peserta didik.
Berdasarkan pada nilai-nilai dasar kebangsaan, untuk dapat mencapai tujuan yang telah dirumuskan, GPBP dimaksudkan untuk menumbuhkan: (1) sikap moral dan spiritual, (2) semangat kebangsaan dan kebhinekaan, (3) interaksi sosial positif antara peserta didik dengan figur orang dewasa, (4) interaksi sosial positif antarpeserta didik, (5) kesadaran merawat diri dan lingkungan sekolah, (6) potensi keutuhan dan keunikan peserta didik, dan (7) peran orang tua dan masyarakat.
Pembiasaan
Melalui pembiasaan dan keteladanan yang berkelanjutan oleh peserta didik, guru, dan tenaga kependidikan, GPBP diselenggarakan sejak hari pertama masuk sekolah (masa orientasi) sampai dengan hari terakhir sekolah (masa kelulusan) dengan berbagai pembiasaan harian, mingguan, bulanan, tengah semester, akhir semester, sampai akhir tahun.
Berbagai kegiatan yang bersifat kontekstual yang disesuaikan dengan nilai-nilai muatan lokal dapat dijadikan momentum pelaksanaan GPBP sehingga memungkinkan nilai-nilai positif tersebut untukdiajarkan, dirasakan, dibiasakan, dilatih konsisten, menjadi kebiasaan, menjadi karakter, dan menjadi budaya. Berbagai kegiatan tersebut pada kenyataannya, sebagian besar sudah dipraktikkan oleh sekolah-sekolah. GPBP bukanlah program yang utopis, GPBP dikembangkan berdasarkan best practice dari berbagai sekolah unggulan yang memang telah menerapkan program penumbuhan budi pekerti. Dari kondisi yang demikian, diharapkan GPBP dapat diterima dengan dan diterapkan dengan lancar di sekolah-sekolah sasaran K ‘13.
Monitoring dan Evaluasi
Sebagai bagian dari manajemen sekolah, untuk memastikan GPBP berjalan sesuai rencana dan dapat berdaya guna, maka perlu dilakukan pengendalian dan pengawasan. Monitoring dilakukan terhadap perencanaan dan pengimplementasian GPBP. Hasil monitoring digunakan untuk mengevaluasi ketercapaian GPBP.
Referensi:
Albertus, Doni Koesoema. 2007. Pendidikan Karakter, Strategi Mendidik Anak di Zaman Global. Jakarta: Grasindo.
_____. 2009. Pendidik Karakter di Zaman Keblinger, Mengembangkan Visi Guru sebagai Pelaku Perubahan dan Pendidik Karakter. Jakarta: Grasindo.
Jaringan Sekolah Islam Terpadu (JSIT) Indonesia. 2011. Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga serta Arah Kebijakan Jaringan Sekolah Islam Terpadu (JSIT) Indonesia. Jakarta: Jaringan Sekolah Islam Terpadu (JSIT) Indonesia.
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI. 2016. Buku Panduan Pelaksanaan,Gerakan Penumbuhan Budi Pekerti. (Bahan ToT IK). Tanpa Kota: Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H