MADAME JASTIP. Â Sepagi itu Madame melihat postingan seorang teman di laman Facebook-nya. Sejumlah foto-foto rencana tahlilan virtual yang akan diadakan malam harinya. Narasinya bikin kening Madame mengernyit. Tahlilan 40 hari papi.
Hallo ****. Maksudnya? Madame bertanya di kolom komentar.
Sejumlah komentar lainnya aku baca. Semuanya merujuk pada satu kata, kalau akhir Juni lalu, seorang lelaki telah dipanggil Tuhan. Tapi, siapa. Suaminya atau bapaknya. Madame lebih percaya itu bapaknya. Tapi wajah di fotonya terlalu muda. Oh, mungkin itu foto lama. Pikiran Madame berusaha menolak sebuah realita.
Dari pada dirundung pertanyaan lagi, Madame japri termanku itu.
"Say, yang meninggal siapa."
"Suamiku, akhir Juni lalu."
Madame terkesiap. Ampun, Madame sama sekali tidak tahu. Tidak ada kabar yang sampai kepadaku. Suaminya masih sangat muda, terlihat sangat sehat di foto-foto yang dia pajang di media sosial tersebut.
"Say, maaf ya aku sama sekali tidak tahu. Ikut berduka ya, yang kuat ya."
"Iya, gapapa."
Madame enggan bertanya lebih lanjut. Khawatir itu akan menambah kesedihannya. Walau sebenarnya tahu dia perempuan yang sangat tegar. Tapi rasa penasaran membuat Madame ingin tahu penyebabnya. Sakitkah? Kalau sakit, covidkah?
Madame kemudian mengirim text messages ke teman karibnya.