Mohon tunggu...
Leanika Tanjung
Leanika Tanjung Mohon Tunggu... Penulis - Penulis

The Lord is my sepherd

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Air Mata Audrey

10 April 2019   11:39 Diperbarui: 11 April 2019   10:59 280
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kita menangis karena banyak sebab: sedih, sakit, takut, dan juga senang. Audrey anak perempuan yang masih berumur 14 tahun  menangis karena sedih, sakit dan takut setelah dipukuli dan 'diperkosa' 12 siswi SMA.

Audrey masih menangis kesakitan. Wajahnya memancarkan ketidakberdayaan, ketakutan, dan memohon perlindungan. Anak perempuan berumur 14 tahun ini baru saja mengalami pengalaman traumatik: dipukuli 12 anak perempuan yang duduk di bangku SMA.

Dia ditendang, dipukuli, diseret, dan kepalanya dibenturkan ke aspal. Tidak puas melakukan semua itu, salah satu dari mereka menurunkan roknya dan kemaluannya dicolok dengan jari sehingga terjadi pendarahan dan mbengkakan di area kewanitaan Audrey.

SADIS!

Yang lebih sadis lagi, saat di kantor polisi pelaku masih bisa selfie dan membuat boomerang di instagram.

SPEECHLES!

Peristiwa  mengerikan itu terjadi Jumat, 29 Maret 2019 di Jalan Sulawesi dan Taman Jaya, Pontianak, Kalimantan Barat. Kejadian bermula ketika korban dijemput satu dari 12 perempuan tersebut di rumah kakeknya. Dia meminta kepada Audrey untuk dipertemukan dengan kakak sepupunya karena ada yang akan dibicarakan. Audrey tidak mengenal perempuan itu.

Setelah bertemu dengan kakak sepupu AUdrey, ternyata perempuan itu tidak tidak sendiri. Dia bersama empat temannya. Audrey dan kakak sepupunya diajak ke tempat sepi di belakang aneka Pavillion, di Jalan Sulawesi. DI situ, terjadi pertengkaran sampai berkelahi.

Audrey ikut menjadi korban mereka. Dia dijambak, membenturkan kepalanya ke aspal, dan menginjak perutnya. Ketia Audrey berusaha bangun, mukanya ditendang dengan kaki yang memakai sepatu sandal gunung sehingga hidungnya berdarah dan luka di dalam kepala.

Audrey DEPRESI berat

Kemarahan publik terhadap 12 anak perempuan itupun menggaung di media sosial. Semua meminta mereka dihukum. Seseorang mengajukan petisi melalui Change.org agar mereka dihukum seberat-beratnya. Apa yang mereka lakukan terhadap Audrey sudah diluar nalar kita sebagai manusia dan sesama perempuan. Apalagi, setelah melakukannya mereka menyebar foto-foto dengan muka senyum-senyum di media sosial, seolah-olah perbuatan kejam dan keji itu biasa saja bagi mereka.

Publik meminta mereka dihukum berat karena khawatir mereka dilindungi melalui UU Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak (SPPA) untuk anak yang menjadi pelaku kejahatan di mana anak pelaku kejahatan agar dilindungi masa depannya.

Perlindungan terhadap masa depan anak pelaku kejatahan juga dimuat dalam UU Nomor 40/99 tentang Pers, UU Nomor 32/2002 tentang Penyiaran, Kode Etik Jurnalistik, dan Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran (PPPSP). Pasal-pasal dalam Undang-Undang dan peraturan tersebut menyebutkan masa depan anak pelaku 

Audrey, korban pengeroyokan. (@zianafazura/Twitter)
Audrey, korban pengeroyokan. (@zianafazura/Twitter)
kejahatan harus dilindungi. ''Jangan sebut namanya, blur wajahnya.'' Itu yang selalu saya tekankan kepada mahasiswa di kampus atau ketika menjadi pembicara di seminar dan workshop.Alasan terhadap perlindungan masa depan anak tersebut adalah karena sering kali anak-anak pelaku kejatahan tidak tahu apa yang dia perbuat. Sebut saja anak yang dicekik temannya di sekolah karena meniru tontonan di televisi. Anak itu tidak menyadari apa yang dia lakukan. Dia sekadar meniru yang dia lihat di televisi dan berpikir bisa dia lakukan kepada temannya.

Dalam kasus ini, masa depan anak itu harus dilindungi. Dalam pemberitaan media, maka wajah anak itu harus diblur dan segala sesuatu yang berkaitan dengan identitasnya disamarkan.

Dalam kasus Audrey, saya melihat mereka tidak bisa lagi dilindungi. Perbuatan mereka bukan keisengan semata-mata atau kenakalan anak-anak tapi sudh termasuk kejatahan atau perbuatan criminal. Mereka bahkan bisa dituduh memperkosa Audrey karena merusak kemaluannya.  

Semua itu yang mereka lakukan sudah dia melampaui batas-batas kemanusiaan. Mereka melakukannya dengan sadar dan atas kemauannya sendiri. Mereka harus dan layak dihukum agar jera, tidak mengulangi lagi perbuatannya.

Ibu Audrey tegas mengatakan tidak mau masalah ini diselesaikan dengan berdamai. ''Saya mau lanjutkan secara hukum agar mereka jera,'' katanya tegas.

Dari berbagai sumber

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun