Pengen beli, tapi saya tidak membawa uang.
"Mama, saya balik dulu ambil uang ya."
Mama Imma memasukkan setumpuk alpukat  ke plastik, "Bawa saja, nanti bayarnya."
"Lah, Mama percaya saya?"
"Bawa saja, saya percaya."
WOW
Penjual lainnya bilang, "Bawa saja ibu. Tidak kembali juga tidak apa2."
Saya terharu sekaligus bahagia...
Di tempat ini, masyarakat masih saling percaya, bahkan pada orang yang belum dikenal.
Negeri tidak bahagia adalah buah dari  sebuah negara yang  larut dalam pertentangan ideologi, paham, dan kepentingan yang menghancurkan masyarakatnya sendiri. Menjelang pilpres saat ini, pertentangan tersebut sangat nyata. Suami isteri cerai karena berbeda pilihan, pertemanan putus, hubungan antar keluarga menjadi dingin. Slogan-slogan bermunculan "Pertahankan NKRI" yang dijawab dengan "NKRI Bersyariah". Warga menjadi tidak bahagia.
"Kebahagiaan" atas kematian Rifai Pamone adalah buah dari konflik yang terjadi karena pertentangan kepentingan yang memanas, sejak dari pemilihan Gubernur DKI Jakarta dan berlangsung sampai sekarang, menjelang pemilihan presiden. Mereka sebenarnya korban perbedaan ideologi, paham, dan kepentingan, yang seharusnya tidak terjadi karena pada dasarnya semua manusia, apapun agama dan sukunya, menginginkan hal yang sama.
Menjadi warga sebuah negara, apapun label negara itu, hal universal yang mereka inginkan adalah: mudah merasakan kebahagiaan. Ada rasa percaya, kebersamaan, cinta kepada sesama manusia tanpa melihat suku, ras, agama dan golongan. Yang terpenting adalah tidak terjadi pertentangan ideologi, paham, dan kepentingan yang membuat kebahagiaan sebuah negara lenyap.
Jakarta, 9 Januari 2019
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H