Mohon tunggu...
Elisius Udit
Elisius Udit Mohon Tunggu... Guru - Pengejar Waktu

Waktu senantiasa pergi dan tak akan kembali. Lakukan apa yang perlu dilakukan hari ini. Besok mempunyai urusannya sendiri.

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Kesenjangan Ekonomi, Salah Siapa?

13 Februari 2020   18:36 Diperbarui: 14 Februari 2020   22:10 5196
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pinterest/cacasantini

Indonesia adalah negara kepulauan (archipelagic State) berdasarkan keputusan Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang Hukum Laut Internasional yakni United Nations Convention on the Law of the Sea (UNCLOS) tahun 1982 di Montego Bay, Jamaika. Kondisi ini sejalan dengan fakta bahwa Indonesia merupakan negara plural atau negara yang memiliki beragam keanekaragaman.

Indonesia juga merupakan negara dengan jumlah penduduk terbanyak ke empat di dunia setelah Tiongkok, India dan Amerika Serikat(https://id.wikipedia.org/wiki/Daftar_negara_menurut_jumlah_penduduk ). Jumlah penduduk yang banyak ini melahirkan berbagai macam persoalan dalam kehidupan bermasyarakat seperti kemiskinan, pendidikan, dan lain sebagainya. Hal ini memicu membiaknya kesenjangan dalam masyarakat. Salah satunya adalah kesenjangan ekonomi.

Kesejangan adalah suatu kondisi ketidakseimbangan atau ketidaksimetrisan anatara satu individu dengan individu lain atau satu kelompok masyarakat dengan masyarakat lainnya dalam masyarakat. Ketidakseimbangan atau ketidaksimetrisan tersebut menjadi semacam jurang yang memisahkan antara satu kelompok dengan kelompok lainnya. Kesenjangan ekonomi adalah suatu kondisi ekonomi yang tidak seimbang atau tidak simetris antara individu yang satu dengan yang lainnya atau antara kelompok masyarakat dengan masyarakat lainnya dalam hal ekonomi.

Robert Chambers  melihat kesenjangan sosial ekonomi sebagai suatu gejala yang timbul dalam suatu masyarakat yang disebabkan adanya perbedaan kemampuan finansial antara satu individu dengan individu lainnya atau antara satu masyarakat dengan masyarakat lainnya yang hidup dalam suatu wilayah tertentu(https://www.gurupendidikan.co.id/kesenjangan-sosial/). Kesenjangan sosial ekonomi juga dilihat sebagai perbedaan pendapatan, kekayaan dan menjadi jurang yang menjarakkan posisi antara orang kaya dan orang miskin yang dilihat dari kekuatan ekonominya dalam sebuah populasi atau antarnegara (https://seputarilmu.com/2020/01/kesenjangan-sosial-menurut-para-ahli.html). 

Pada tahun 2019, pertumbuhan perekonomian Indonesia mencapai angka 5,02 persen (https://www.bps.go.id/pressrelease/2020/02/05/1755/ekonomi-indonesia-2019-tumbuh-5-02-persen.html ). Dan Direktur Eksekutif Centre of Reform on Economics (CORE) Indonesia, Mohammad Faisal menuturkan bahwa yang merasakan  pertumbuhan ekonomi Indonesia hanya  kelas sosial menengah ke atas(https://money.kompas.com/read/2019/04/09/191314826/siapa-yang-merasakan-dampak-pertumbuhan-ekonomi-indonesia). Itu artinya masyarakat kelas menengah ke bawah tidak merasakannya atau bahkan tidak tahu bahwa perekonomian kita sedang mengalami pertumbuhan.

Masyarakat kelas teri menjadi penonton pertumbuhan perekonomian di tanah sendiri. Tentu ini sebuah ironi. Bagaikan saudara-saudara yang tinggal serumah dimana yang lainnya mengalami kebahagiaan dan yang lainnya menderita. Ini tentu menjadi sebuah pekerjaan rumah untuk semua masyarakat In donesia baik itu pemerintah maupun masyarakat sendiri. Karena faktor yang melahirkan kondisi kesenjangan ekonomi ini tidak melulu menjadi persoalan dari pemerintah, tetapi juga persoalan yang disebabkan oleh masyarakat itu sendiri. 

'Ada asap, ada api'. Sebuah pepatah kuno yang sudah lama kita kenal. Bahwasannya semua persoalan itu ada penyebabnya. Pun demikian dengan persoalan kesenjangan ekonomi yang ada di Negara Indonesia tercinta kita ini. Semua orang mencintai Indonesia sebagai sebuah Negara, tetapi apa mungkin semua orang Indonesia mencintai sesamanya sebagai saudara-saudari sebangsa dan setanah air?ini menjadi soal. 

Kesenjangan ekonomi yang ada di Indonesia salah satu sebabnya adalah karena kita tidak sedang mencintai sesama kita yang lain. Padahal kalau direfleksikan sesama itu adalah diriku yang lain. Ketika kita tidak sedang mencintai sesama kita, di sana sebenarnya kita juga tidak sedang mencintai diri kita sendiri. Lalu siapa yang kita cinta?

Sebuah kemungkinan bahwa kita sedang mencintai uang. Maksudnya di sini bahwa kesenjangan ekonomi itu disebabkan oleh ulah sesama kita yang memiliki kuasa mengatur, melayani dan memberdayakan masyarakat agar pertumbuhan ekonomi itu dirasakan oleh semua masyarakat kelas mana pun. Kadang kekuasaan yang diamanat oleh seluruh rakyat ditukar dengan uang dari para pemodal untuk menciptakan kebijakan yang menguntungkan pemodal dan penguasa dan menjeritkan masyarakat yang dengan mengerahkan seluruh dirinya, hati nuraninya untuk memilihnya pada saat pemilu.

Kalau begini situasinya satu pernyataan yang mungkin pas diungkapkan 'suara kita dibalas dengan jeritan, bukan lagi kebahagiaan'. Keputusan diukur dengan rupiah, rupiah melimpah keputusan memihak. Uang menjadi pemegang palu. Dan pemodal menjadi pemilik palu. Hanya dibantu oleh penguasa untuk mengetoknya. Inilah buah dari politik  uang.

Sebenarnya masyarkat yang menerima uang suap (uang beli suara) saat pemilu, di sana masyarakat sedang memilih pemodal yang akan memegang kekuasaan (memegang palu). Hal ini akan melahirkan suatu kondisi bahwa kekayaan itu akan hanya berpusat pada segelintir orang saja. Dengan demikian perekonomian akan diatur oleh mereka dan hanya merekalah yang merasakan pertumbuhan perekonomian tersebut. 

Kemungkinan sebab yang kedua adalah kecendrungan dari masyarakat sendiri untuk tidak mau menikmati pertumbuhan perekonomian negara Indonesia. 

Ada banyak kegiatan perekonomian yang dapat diikuti oleh masyarakat untuk menghasilkan uang. Seperti kegiatan ekonomi kreatif. Tetapi lebih banyak masyarakat kita memasang gensi untuk melakukan sebuah pekerjaan. Masyarakat kita tidak mau mengambil pekerjaan yang sederhana atau kecil, seperti menjadi penjual pentol keliling. Padahal kalau ditekuni dengan sungguh pekerjaan ini akan menghasilkan uang berkali lipat dari pendapatan seorang ASN. Masyarakat memasang gensi kalau menjual pentol di daerah sendiri. Masyarakat akan menganggap seseorang itu bekerja kalau dia menjadi ASN (Pegawai Negeri).  

Masyarakat kita juga kadang memksakan diri untuk melakukan pekerjaan yang besar upahnya, tetapi tidak memiliki skill dalam bidang tersebut. Hal ini menyebabkan kesempatan kerja kita terbatas karena tidak memiliki keterampilan dan hal ini berdampak pada upah. Orang yang terampil akan mendapatkan upah yang tinggi, sedangkan orang yang tidak memiliki keterampilan akan memperoleh upah ala kadarnya. Orang-orang kita terjebak pada pekerjaan informal dengan upah yang kecil. 

Tawaran Solusi Kesenjangan Ekonomi di Indonesia

Najwa Shihab pernah berujar kemiskinan menjadi tontonan, ketika negara memelihara kesenjangan. Oleh karena itu, negara mesti mengambil langkah dalam menghancurkan kesenjangan di Indonesia. Beberapa hal yang mungkin bisa menjadi input bagi pemerintah dalam meruntuhkan tembok pemisah antara masyarakat dalam bidang ekonomi. 

Kembalikan palu pada kedaulatan rakyat yang diamanatkan kepada pemerintah. Para pemegang kekuasaan negara yang memiliki fungsi melayani, mengatur dan memberdayakan masyarakat harus menjaga kepercayaan masyarakat yang telah memilihnya dengan seluruh diri dan hati nuraninya. Uang mesti dapat dikalahkan oleh hati nurani dan kedaulatan rakyat. Rakyat telah memilih dan memandatkan kedaulatan kepada para penguasa karena itu hasilkanlah keputusan berdasarkan hikmat kebijaksanaan, permusayawaratan dan perwakilan. Bukan berdasarkan banyaknya uang.

Banyak masyarakat yang memiliki benih keterampilan dalam dirinya, hanya tidak memiliki sarana penunjang untuk mengasah dan mengoptimalkan keterampilannya tersebut. Sebagai pemberdaya masyarakat mungkin baik disediakan sarana dan prasarana untuk melatih dan mengasah keterampilan masyarakat dengan mendirikan Balai Latihan Kerja (BLK) yang dapat dijangkau oleh masyarakat. Pendirian BLK sangat baik untuk meningkatkan Sumber Daya Manusia (SDM yang berfungsi untuk menyokong tenaga kerja dan meningkatkan kemampuan para pekerja.

Masyarakat sendiri juga memiliki andil untuk meruntuhkan kesenjangan ekonomi di Indonesia. Pada dasarnya semua pekerjaan memiliki nilai luhurnya apabila dilaksanakan dengan gembira. Bekerja dengan senang hati tanpa dengan gensi. Apapun pekerjaan kita baik sebagai ASN, penjual pentol apabila kita melaksanakannya dengan gembira semuanya memiliki nilai. Menganggap rendah sebuah pekerjaan sebenarnya sebuah kesalahan berpikir dan itu sangat fatal.

Di tahun 2020 ini akan diadakan pilkada serentak. Masyarkat diharapkan untuk tidak lagi memilih calon yang terang-terangan datang membeli suara rakyat. Rakyat mesti berpikir bahwa memilih calon yang memakai uang untuk meraup suara sama artinya kita sedang memilih koruptor, memilih calon yang diusung pemodal yang pada akhirnya akan membuat kebijakan seturut kehendak pemodal tersebut. Lawanlah politik uang kalau mau kesenjangan ekonomi sirna dari Indonesia ini.

Orang bijak menjembatani kesenjangan dengan meletakkan jalan dengan cara yang ia bisa dapatkan dari mana dia adalah di mana dia ingin pergi-John Pierpont Morgant. Kesenjangan akan hilang dengan keadilan, kesejahteraan akan datang tanpa keserakahan, mari nyanyikan nyanyian lagu cinta, mari tarikan bukan tarian perang.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun