Olimpiade sekolah dibuka oleh Hugo, kepala desa Wacola.Kewibawaan Hugo masih seperti saat aku melihatnya pertama kali di desa ini. Tidak berkurang sedikitpun. Duduk disisinya adalah Joana, istrinya.Jika secara fisik wajah Hugo terlihat semakin teduh, sungguh berbeda dengan Joana. Beberapa kali aku lihat ia mengerling penuh makna pada Pedro yang duduk dibarisan belakang dia dan Hugo.Mohon maaf jika kemudian bisa disimpulkan bahwa secara de facto ia sudah tidak layak menjadi ibu dari para warga desa Wacola.
"Istri kepala desa lebih sering memperhatikan laki-laki di barisan belakangnya.." Kata Leah dengan suara nyaris tanpa volume.
"Ssssttt...." Aku meminta Leah agar dapat menahan diri untuk tidak berbicara saat upacara resmi seperti ini.
"laki-laki itu...." Leah kembali bersuara.
'Itu pengawalnya....sssttt....."
"Bisa-bisa pengawalnya itu menjadi simpanannya he he,maaf...."
"Memang....sssttt...."
"Suaminya sudah tahu atau belum ?"
"Kalau sudah,pasti mereka sudah habis....sssttt...."
" Tapi laki-lali itu memang kurang ajar...Kata Stephanie......"
"Ssstt.....memangnya ada apa ?"
"Saya sudah mengingatkan Steph untuk tidak usah membawa tenda yang besar pemberian Om Rio karena itu sudah tidak memiliki tempat dan hanya diikat...."
"Lalu ?Ssst....."
"Ternyata ada salah satu ujungnya yang runcing dan mengenai baju Steph sampai baju pada bagian pinggang Steph robek..."
"Lalu ?"
"Steph tidak menyadari bajunya robek sampai kemudian ia merasa ada tangan melingkar di pinggangnya.Tangan laki-laki itu....."
'Apa ?"
"Ssstt...." Sekarang justru Leah yang menyuruhku untuk menahan suara. Mama dan Papa Sam yang sengaja kembali ke Wacola menoleh ke arahku. Aku dan Leah kembali pada posisi duduk sempurna seperti tidak terjadi apa-apa.Namun itu tak lama karena Leah kembali mengajakku berbicara sambil berbisik.
"Kak Marie mau tahu lanjutannya ?"
"Ssst..."
"Stephanie menampar muka laki-laki itu..."
"Ssstt..."
"Tapi ia melarang waktu Odessa akan menghajar laki-laki itu.."
"Hmm...."
"Kak Marie....."
"Aku jadi ingat Ben..."
"Ssttt...."
"Apakah Ben memang baik ?"
"Ya.Sstt....Leah..."
"Apakah aku boleh menaruh hati kepadanya ?"
"Ssttt....kau bicara apa ?"
"Ben memberiku surat berisi puisinya..."
"Hmm...." Wah, Ben ternyata bisa iseng pada adik dari almamaterku ini.
"Kak Marie ?"
"Hmm..."
"Ben baik ?"
"Ya."
Leah lalu mendekatkan mulutnya ke telingaku.
"Ben minta aku jadi pacarnya..." Bisiknya.
"Apa ?"
Kali ini tidak hanya Mama dan Papa Sam yang menoleh ke arah aku dan Leah namun juga Sharon, Roma, dan juga Sam meski aku yakin mereka tidak mendengar apa yang Leah bisikkan ke telingaku. Hanya Neil dan Mira yang masih duduk dengan sikap sempurna. Bisa jadi itu adalah salah satu sebab mengapa aku selalu kagum dengan mereka berdua.Para sahabatku itu.Apapun yang terjadi di kanan atau kiri mereka mereka selalu dapat memilah sikap apa yang harus mereka lakukan. Lalu Jacob ? Ternyata aku pun harus mengaguminya. Tidak salah aku menambatkan hatiku kepadanya. Semoga Ben pun dapat menjadi contoh yang baik bagi Leah.
****************
(Bersambung)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H