*sebuah novel mini*
BAB I
CATATAN HARIAN ANNIE
2 Mei 2010
Desa ini sudah lebih berubah ke arah yang lebih baik. Tidak dingin, lembab, dan beku seperti dulu. Aku memang tidak terlalu paham dengan kata pendidikan, namun ternyata memang itulah yang dapat membawa desa ini pada kondisi yang lebih baik. Mengisi masa muda hanya di sebuah pub desa dengan tugas menemani tamu minum, sementara masa kecil memiliki harapan yang dimiliki semua anak-anak disini yang merindukan tangan malaikat yang akan membawa ke daerah yang lebih baik. Tentu aku tidak menyangka jika justru akhirnya aku masih tetap berada disini.
Kata pendidikan sendiri aku dapatkan dari Diego. Ia datang ke pub tempat aku bekerja. Pria asing yang entah untuk tujuan apa Ia datang ke desa ini. Sampai kemudian aku melihatnya mengubur balok-balok emas di hutan sana. Ia menyulut pergolakan selama 7 hari dengan pertaruhan balok-balok emas yang Ia bawa. Pergolakan berakhir, akupun mendapat bagian mendapat balok emas itu.....Tapi aku menolaknya ! Aku hanya ingin Ia memberi perubahan pada desa ini agar tidak lagi dingin, lembab, dan beku. Saat itulah Diego menyebutkan kata pendidikan.
Ketika kemudian Ia memutuskan untuk menikahiku. Terus terang aku tidak tahu apakah yang ada di hatiku adalah rasa cinta atau entahlah.Namun aku menyadari dalam hidup hanya ada satu bintang yang akan membuat mimpi kita menjadi nyata. Bagiku Diego-lah bintang itu.Kami menikah saat terjadi gerhana matahari total. Lilin-lilin banyak dinyalakan menemani kami dan para penduduk menikmati hidangan. Itu sangat berkesan buatku. Meski kami tidak menampik bahwa ada beberapa pihak yang menyebut bahwa pernikahan kami bisa jadi adalah sebuah kutukan.
BAB II
DESA, KELUARGA, DAN AKU
Sebagai anak perempuan dari keluarga sederhana di desa, benar-benar tidak memiliki pilihan setelah lulus SMU kecuali menikah. Desa ini memang sudah tidak seperti desa Viscos seperti dalam novel Sang Iblis dan Nona Prym karya Paulo Coelho yang saya baca di perpustakaan. Kami telah mengenyam pendidikan. Memang tidak seperti pendidikan di kota sebagaimana yang saya baca di buku-buku dan majalah remaja. Disini pembelajaran ada yang di hall desa. Sekolah lain di rumah Bapak tertentu. Ada pula sekolah yang dilaksanakan di sebuah taman yang dibuat oleh sebuah keluarga. Saya salah satu alumnus sekolah ini.Semua sekolah di desa ini berjumlah 7 dengan jumlah murid biasanya paling banyak 50, namun ada yang hanya memiliki murid 15 anak. Rentang usia murid adalah dari usia 7 sampai 17 tahun.
Tadi siang saya telah menerima ijazah dan dua hari lalu telah diadakan acara perpisahan. Itu artinya sudah tidak ada alasan untuk menghindari pertanyaan dari orang tua mengenai kesiapan untuk berumah tangga.
"Marie, apakah kamu sedang dekat dengan seorang pria saat ini?" Tanya Ayah. Aku sudah tahu arah pertanyaan tersebut.
"Belum...." Dalam hatiku berkata," Hendry, maafkan aku. Namun bukankah kita sudah saling paham dengan kondisi kita masing-masing bahwa kita masih terlalu muda untuk terikat dalam sumpah pernikahan ?"Oh, memang selama ini aku menutupi kedekatan dan hubunganku dengan Hendry. Hanya beberapa teman dekat kami yang mengetahuinya.
" Kalau begitu berarti kamu sudah siap seperti gadis-gadis lain di desa ini....berkeluarga dan kami akan sangat berbangga hati untuk segera menimang cucu-cucu kami."
" Maaf, Ayah. Saya ingin memanfaatkan masa muda saya untuk bekerja terlebih dahulu. Pada saatnya kelak saya pasti akan menikah namun itu tidak sekarang."
" Kau akan bekerja dimana? Hanya ada lahan pertanian di desa ini dan kami tidak akan pernah mengizinkan anak kami bekerja di pub untuk menemani orang minum." Ibu mulai mengeluarkan suara.
"Betul, Marie. Kau adalah anak pertama. Kau dicontoh oleh adik-adikmu.Dulu saat Ibumu belum juga mengandung sementara pernikahan kami telah menginjak pada tahun keenam kami bahkan sempat nyaris bernazar akan menjadikan anak kami sebagai ahli ibadah meski kemudian kami......."
" Bunda......" Terpaksa aku memotong kata-kata yang Ibu ucapkan. Mata Ibu telah mulai berkaca-kaca. Kisah itu pasti mengembalikan rasa perih ke dalam hatinya sebagai seorang perempuan, dimana setiap perempuan di desa setelah menikah diharapkan segera mengandung putra mereka.
"Lalu kamu akan bekerja dimana ? Menjadi petani?" Tanya Ayah.
"Saya akan ke kota dengan bantuan Kak Annie. Saya sudah berbicara dengannya. Ia memiliki hubungan baik dengan toko-toko buku disana."
"Oh....Annie yang bersuamikan Diego si laki-laki misterius itu ? Kami menyekolahkanmu di taman miliknya bukan agar kamu juga mencontoh jalan hidup mereka."
" Ya. Ayah. Saya tahu. Namun bagi saya Kak Annie adalah perempuan yang luar biasa. Hanya dia yang bisa mengajak berkomunikasi dengan Kak Diego. Laki-laki yang datang ke desa ini dan akhirnya menjadi perbincangan di desa sampai kemudian timbul pergolakan itu. Kak Annie menolak bagian balok emas yang seharusnya Ia terima dari Kak Diego. Kak Annie lebih menginginkan Kak Diego dapat membantunya membangun desa ini. Inilah emas yang sesungguhnya."
" Ya. Itu karena Annie bekerja di pub. Wajar jika Ia bisa membuka percakapan dengan pria asing yang datang bertamu ke pub tempat Ia bekerja. Itu murni bisnis."
" Kak Annie menolak balok emas yang bahkan bisa digunakan untuk membeli tanah seluruh desa ini."
" Dan desa ini belum terlalu berubah."
"Namun tidak dapat disebut gagal, bukan?"
" Annie, kau disekolahkan ternyata akibatnya sekarang justru kamu berani menceramahi kami, orang tuamu....." Kata Ayah.
"...... Tapi kami bangga." Lanjut Ayah sambil tersenyum.
BAB III
MEMBUKA GERBANG
Oleh karena kerasnya niatku atau bisa jadi pula karena Ayah sebagai kepala keluarga mampu meyakinkan anggota keluarga yang lain dan memastikan bahwa aku bukanlah gadis yang dapat melakukan hal-hal di luar nalar, maka izin bekerja pun sudah ada di tangan.
" Kami sepenuhnya percaya pada kamu, Marie. jangan sia-siakan kepercayaan kami." Pesan dari Ayah dan Ibu. Dan pagi ini aku akan ke rumah perempuan yang menginspirasi desa ini. Kak Annie.
"Marie, jalan kaki saja ?"Mira melompat dari atas kudanya dengan gesit. Ia dua tahun berturut-turut menjuarai olimpiade berkuda dan memanah di sekolahnya. Ia memang tidak bersekolah di sekolah yang dikelola oleh Kak Annie. Namun penting kah itu? Toh, ide dan konsep pendidikan di seluruh desa berasal dari Kak Diego, kakak iparnya. Ia murid yang sah untuk semua sekolah di desa ini. Mengenai kemampuan berkuda, Mira bahkan mendapat peringkat pertama dalan event antar sekolah. Sementara untuk memanah Ia mendapat peringkat dua dalam event antar sekolah di desa,Ia satu peringkat dibawahku. Untuk kegiatan fisik wajib lainnya yaitu berenang, kami berdua bukan siapa-siapa jika dibandingkan dengan si kembar Naomi dan Natasha. Kami tidak pernah sampai pada event sekolah. Hanya bisa saja. Our pleasure lainnya adalah pekan buku yang diadakan satu tahun sekali di desa ini. Marie bersama beberapa temannya mewakili sekolahnya sementara saya dan beberapa teman lain mewakili sekolah saya.
"Ya, sekalian jalan-jalan. Kak Annie di rumah ?" Tanyaku pada Mira.
" Ya, tadi ada....sedang meracik ramuan untuk Nenek Samba. Kalau sekarang sedang mengantar ke rumahnya, kita mengobrol saja he he he...Mmmm, ayo naik kuda bersamaku saja."
" Kita jalan saja ?"
" Ah, aku tidak bisa menolaknya !"
"Ha ha ha...! Ngomong-ngomong bagaimana kabar hubunganmu dengan kekasihmu Neil si legend itu?"
" Baik dia. Selalu baik.Ha ha ha !" Mata Mira benar-benar menjadi lebih indah ketika bercerita apapun tentang Neil.
" Rencana kalian berdua bagaimana ?"
" Aku disini saja, mengembangkan sekolah Kakakku ini bersama Neil. Kau bagaimana dengan Hendry ?"
(bersambung)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H