Mohon tunggu...
Leader of Hide
Leader of Hide Mohon Tunggu... Mahasiswa - UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Menulis dan teknisi motor

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Kurangnya Kesadaran Masyarakat, Fasilitas Transportasi Terbatas, dan Upaya Pemerintah dalam Mengatasi Kemacetan di TB Simatupang

9 Januari 2024   04:03 Diperbarui: 9 Januari 2024   04:03 386
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto diambil sebelum wawancara dil;akukan yang menggambarkan kemacetan Jalan TB Simatupang tanggal 7 Januari 2024, pukul 15.00 WIB/Dok pribadi

Jakarta, Minggu (7/1/2024) - Kemacetan di Jalan TB Simatupang, Jakarta, telah menjadi sorotan utama dalam beberapa tahun terakhir. Dalam wawancara dengan beberapa warga dan pekerja yang beraktivitas di sekitar TB Simatupang, terungkap bahwa kurangnya kesadaran masyarakat, fasilitas transportasi yang masih terbatas, dan tingginya penggunaan kendaraan pribadi menjadi pemicu utama kemacetan yang terjadi di wilayah ini.

Jefri, seorang supir Transjakarta yang aktif di jalur TB Simatupang, berbagi pengalamannya terkait kondisi transportasi umum. "Fasilitas di Transjakarta mengalami kemajuan, dengan layanan yang diatur oleh aturan yang ketat dari pihak manajemen", Ujarnya. Oscar, pengawas Transjakarta, memastikan bahwa petugas Transjakarta menjalankan SOP dengan ketat, termasuk pengetahuan PLH dan PLO tentang rute dan pintu koridor.

Namun, Jefri mengakui bahwa kemacetan di TB Simatupang masih nyata karena overload kendaraan pribadi. Ketika ditanya tentang kebutuhan akan lebih banyak halte, ia setuju bahwa penambahan halte, terutama tempat tunggu, dapat membantu mengurangi kemacetan. Menurutnya, pemerintah seharusnya mempertimbangkan penambahan halte untuk memfasilitasi jalur melalui TB Simatupang. Selain itu, layanan free wifi di Transjakarta dinilai sebagai upaya positif untuk meningkatkan kenyamanan penumpang.

Pendapat yang berbeda datang dari Herman, seorang pekerja di MUC Building di daerah Conet. Ia lebih memilih menggunakan mobil pribadinya karena merasa kurangnya halte Transjakarta membuatnya malas naik. Selain itu, kondisi ruas jalan yang sempit di sepanjang rute TB Simatupang juga dianggap sebagai hambatan.

Ia dengan jujur mengungkapkan rasa kesalnya karena Transjakarta dianggap memakan tempat tanpa adanya jalur khusus, khususnya di sepanjang Jalan TB Simatupang. Pandangannya mencerminkan ketidakpuasan banyak warga terhadap ketidakseimbangan antara ruang yang diberikan untuk transportasi umum dan kendaraan pribadi di wilayah tersebut.

"Jujur rtapi saya merasa kesal, karena Transjakarta ini memakan tempat karena tidak ada jalur khususnya di sepanjang jalan TB Simatupang", jelasnya dalam wawancara yang dilakukan oleh penulis.

Herman juga menyoroti dampak proyek galian seperti yang terjadi di wilayah Antam. Menurutnya, proyek-proyek semacam itu semakin memperparah situasi, menambah kompleksitas lalu lintas dan memunculkan ketidaknyamanan bagi pengguna jalan. 

"Apalagi kalo ada proyek galian kayak yang waktu itu di Antam" tambahnya mengenai masalah kemacetan yang terjadi di jalan TB Simatupang.

Pandangan ini menunjukkan pentingnya koordinasi yang baik antara pihak terkait dalam perencanaan dan pelaksanaan proyek konstruksi untuk meminimalkan dampak negatifnya terhadap kelancaran lalu lintas.

Secara keseluruhan, pandangan Herman hanya tentang kendala yang dihadapi oleh masyarakat sehari-hari. Dalam rangka menciptakan solusi yang holistik, perlu adanya kolaborasi antara pemerintah, operator transportasi, dan masyarakat untuk mencapai sistem transportasi yang efisien, ramah lingkungan, dan memenuhi kebutuhan seluruh pengguna jalan di Jakarta.
 
Sebagai gambaran umum, PT Transjakarta merupakan sistem transportasi Bus Rapid Transit (BRT) pertama di Asia Tenggara dan Selatan. Beroperasi sejak tahun 2004, TransJakarta dirancang untuk mendukung mobilitas penduduk di Ibukota yang padat. Dengan jalur lintasan terpanjang di dunia, mencapai 251.2 km, dan 287 halte yang tersebar di 13 koridor, Transjakarta telah menjadi pilihan utama bagi banyak warga Jakarta.

Sejak tahun 2013, sistem tiket Transjakarta menggunakan kartu elektronik (e-ticketing), menggantikan uang tunai. Berbagai bank, seperti Bank Rakyat Indonesia (BRIZZI), Bank Central Asia (Flazz), dan lainnya, menerbitkan kartu prabayar tersebut.

Namun, data terbaru mencatat bahwa jumlah pelanggan Transjakarta mengalami penurunan dari Oktober ke November 2023, menunjukkan adanya perubahan pola penggunaan transportasi umum.
 
Menyikapi permasalahan kemacetan di TB Simatupang, Pemerintah Daerah DKI Jakarta telah berusaha meningkatkan infrastruktur transportasi dengan menambahkan beberapa koridor baru dan halte tambahan. Langkah ini diharapkan dapat mengurangi beban lalu lintas di jalan-jalan utama, termasuk TB Simatupang.

Salah satu upaya konkret yang diambil adalah penambahan koridor baru yang menghubungkan titik-titik penting di Jakarta. Dengan memperluas jaringan koridor, diharapkan dapat mengalihkan sebagian besar kendaraan pribadi ke transportasi umum, mengurangi kemacetan di TB Simatupang.

Selain itu, pemerintah juga merencanakan penambahan halte di jalur-jalur yang strategis. Hal ini diharapkan dapat meningkatkan aksesibilitas masyarakat terhadap transportasi umum, sehingga lebih banyak warga yang memilih untuk menggunakan layanan Transjakarta.

Pemerintah juga terus berupaya meningkatkan kualitas layanan Transjakarta dengan memperhatikan masukan dari pengguna seperti Jefri dan Herman. Dengan begitu, diharapkan fasilitas transportasi umum dapat menjadi pilihan yang lebih atraktif bagi masyarakat Jakarta, mengurangi penggunaan kendaraan pribadi, dan akhirnya mengatasi kemacetan yang terjadi di TB Simatupang.

Dengan berbagai upaya ini, Pemerintah Daerah DKI Jakarta berharap dapat menciptakan sistem transportasi yang lebih efisien, nyaman, dan ramah lingkungan untuk meningkatkan mobilitas masyarakat dan mengurangi kemacetan di kawasan TB Simatupang.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun