Mohon tunggu...
Dom Asteria
Dom Asteria Mohon Tunggu... Jurnalis - Energy Journalist

Sapere Aude

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Menjadi Pribadi yang Istimewa

24 Juni 2021   22:54 Diperbarui: 22 Maret 2022   19:54 366
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Be someone beyond your ability! 

Adalah pesan yang aku terima di akhir tahun 2020. 

Saat itu aku tidak kembali ke janabijana di Sumaterautara, sebagaimana sering terjadi bagi para perantau (parjalang). Ya, aku adalah si doli parjalang. Tidak jauh, masih di tanah air tercinta Indonesia. 

Pesan itu aku terima sesaat sebelum aku mengikuti training ketiga untuk menjadi jurnalis energi.

Kisahku jujur tidak menarik, tidak juga istimewa apalagi mengandung bawang. 

Tetapi ada pesan yang mungkin bisa aku bagikan kepada para pembaca, terkait pentingnya berjuang. Aku memulai bekerja (di perusahaan sesama manusia) pada usia 26 tahun. 

Usia yang sudah akrab untuk menabung, mempersiapkan diri membangun rumah tangga (baca: keluarga). Ada kisah di belakangnya, tetapi bukan di tulisan ini wadahnya.

Dua tahun aku bekerja di dua perusahaan, pertama hanya mendekati dua bulan sebagai HRD di sebuah perusahaan IT, setelahnya di sebuah penerbit buku. 

Pribadi yang dulunya tidak mengenal artinya mengejar kesempatan, akhirnya bisa duduk di ruangan ber-AC dengan kecepatan WiFi melebihi kecepatan cahaya, barangkali.

Di usia yang sudah menginjak 28 tahun, aku belum jadi apa-apa! 

Betapa mengerikan dan menakutkan bukan? Beterbangan di Ibukota tidak membawaku pada kesadaran untuk memiliki effort lebih dari diri, dirasa puas dengan apa yang ada. 

Apalagi sudah "diiming-imingi" menjadi personalia yang berhak mengambil keputusan di waktu yang tidak lama lagi. Rasanya, tidak ada sesuatu yang patut diperjuangkan lagi. Betapa bodohnya diri!

Aku bukan tidak sadar atau merasa cuek dengan situasi ini. 

Hanya saja aku merasa mungkin sudah cukup jadi pribadi yang sudah terbentuk demikian. Tidak ada bayangan akan punya sesuatu yang melebihi dari apa yang "dinikmati" selama ini.

Kemudian datanglah kesempatan menjadi seorang jurnalis di sebuah media yang ketika kamu cari di google hanya secuil informasinya. 

Meski demikian, media ini memberiku kesempatan untuk mengeluarkan potensi yang ada di dalam diri, rahmat dari Dia Sang Ada. Dan meminta untuk bermimpi lebih jauh ke depan. 

"Jadikanlah ini sebagai batu loncatanmu ke depan!"ungkap CEO-nya saat menerimaku untuk bergabung.

Aku bayangkan menulis itu mudah, haha. 

Ternyata tidak sama sekali! 

Aku biasa menulis tulisan fiksi, tetapi tidak konsisten, bahkan mau kosong dua sampai tiga tahun. Satu tulisan pun tidak muncul. 

Soalnya, hatiku sering berseru, "ya sudahlah, jadi biasa-biasa saja!"

CEO tersebut seorang sederhana, tetapi tegas. 

Seorang pintar yang bisa mempertahankan perusahaannya hingga 20 tahun lebih. 

Tidak banyak yang mengenal, hanya segelintir saja. Tetapi media yang "mahal" karena untuk mengaksesnya saja butuh dana yang tidak pernah terbayangkan olehku di zaman serba digital dan budaya share and share ini.

Cukup di situ. 

Lalu bagaimana muncul upaya menjadi pribadi yang istimewa?

Sekali lagi aku tersadar kalau boleh dikatakan, itu di usia 28 tahun! 

Artinya aku ketinggalan enam tahun dengan sahabat seusiaku (bahasa Latin sahabat ada tiga: Socius, Amicus dan Comes tambahan ilmu ya). 

Tetapi karena kesempatan ini mahal, maka aku mengubah haluan dari dalam diri. 

Apa saja itu?

1. Perbanyak Bersyukur. 

Pertama-tama memang bersyukur itu adalah tindakan yang harus tertanam dalam diri dan mengalir deras bersama darah kita. 

Karena ini, kita akan berterimakasih kepada Sang Ada karena telah memberikan apapun secara cuma-cuma kepadaku (dan aku percaya kepadamu juga).

2. Konsistensi Mengatur Jadwal Diri. 

Saat ini aku bekerja hanya dari rumah. 

Tidak lagi mengenakan kemeja dan sepatu kulit seperti biasanya. 

Tetapi inilah kesempatan untuk mengukur sejauh mana aku bisa mengubah pedestrinasi hidup. 

Jam berapa bangun, jam berapa bekerja, jam berapa olahraga, apa yang harus dilakukan, dlsb.

3. Perluas Jaringan. 

Mau tidak mau, nyaman atau tidak, kita yang masih merasa sebagai manusia kiranya memperluas relasi. 

Jujur aku ada kenal dengan beberapa teman yang punya lingkaran kecil, berhasil? 

Ya! Mungkin upaya yang dilakukan ialah membatasi mana relasi yang prioritas, mana yang kadarnya biasa saja, mana yang "baik" dijauhi.

Karena pekerjaanku "menuntut" jaringan yang luas, secara tidak langsung aku juga harus mengembangkan diri agar tidak "malu" ketika berkomunikasi.

4. Bermimpi. 

Bermimpi? Ya! Gratis bukan? 

Aku mencoba mengatur bagaimana perjalanan 10 tahun ke depan. Tercapai atau tidak, tidak peduli. Yang penting modalnya sudah ada. 

Sakit memperjuangkannya? Sudah pasti. Soalnya, kemalasan tubuh sering menjadi sahabat terbaik daripada chat dari dia yang hanya mengetik dengan jari, bukan perasaan.

5. Konsistensi dengan Potensi. 

Karena kebetulan saat ini aku hobinya menulis, konsistensi adalah hukum yang tidak bisa ditawar. 

Konsistensi juga menuntut menggali dari apa yang belum pernah tersentuh oleh mata dan otak. 

Sejauh otak berjalan normal, paksa dia mengeluarkan zat-zat yang belum pernah terpakai.

Setidaknya ini yang bisa aku bagikan, sederhana tetapi menarik untukmu (mungkin tidak untukmu). 

Kita lahir terutama bukan hanya menambah jumlah penduduk di dunia, tetapi punya tugas untuk ikut berbakti dan memberikan sumbangsih dengan satu dan lain cara. 

Orang di sekitar sudah banyak yang mempraktekkannya, tinggal diri kita saja, mau atau tidak. Jadi apa yang ada sekarang atau mau berubah di masa depan. 

Yuk, kapan lagi! Sebab kita belum berbuat apa-apa, St. Fransiskus Asisi.

Dom Asteria

Belakang rumah, Kamis (24/06/21)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun