Nah, seberapa banyak dari kita -termasuk juga saya- yang mengalami hal sama seperti anaku itu. Bukan soal membaca huruf, tetapi dalam menjalani berbagai hal di dunia ini. Kita sering langsung bertemu dengan dinamika-dinamika, yang karena tidak pernah mengerti asal muasalnya lantas menganggap bahwa apa yang kita temui itulah kesejatian.
Anaku telah mengajariku tetang hal ini, bahwa saya mengetahui segala sesuatu namun kadang abai pada akar dan muasal sesuatu itu. Dan kejumawaan atas pengetahuan yang kita kuasai hanya membuat kita gusar dan alergi tatkala ada hal baru yang ditemui. Akhirnya gampang menyalahkan, pada suatu konteks tertentu malah mudah mengafirkan.
Kita mungkin nyaman dengan 'ma', tetapi jika tidak pernah mengenal 'mim', maka potensi tersinggung akan besar saat ada orang lain bertemu dengan fenomena berbeda dari kita lantas menyuarakan 'mi' atau 'mu'.
Bekali diri untuk selalu berusaha belajar dan mengejar kesejatian, tidak jumawa atas yang telah kita ketahui, atau minimal memahami bahwa setiap orang punya banyak kemungkinan dalam merespon dan meyakini sesuatu, mereka bisa sangat berbeda karena setiap orang mengalami perjumpaan-perjumpaan yang tidak sama, sangat dinamis. []
Kumamoto, 10 Desember 2015
Tulisan ini juga saya publish di blog pribadi begejil.com
Sumber Gambar : http://2.bp.blogspot.com/-9Sc_7HVFSK4/T3HYkDo2qlI/AAAAAAAAAbk/V4WuciI8Ef0/s1600/indahnya%2Bmengaji2.jpg
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H