Mohon tunggu...
Lazuardi Ansori
Lazuardi Ansori Mohon Tunggu... karyawan swasta -

Lahir dan besar di Lamongan, kemudian belajar hidup di Sulawesi dan Papua...

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Lo, Aku ini Sunni, Toh?

7 November 2015   17:41 Diperbarui: 7 November 2015   17:41 741
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Beberapa tahun belakangan ini isu agama sering menghangat bahkan memanas. Konflik horizontal sering tersulut atas dasar perbedaan agama atau keyakinan mewarnai media massa. Luka, hilang nyawa dan yang pasti trauma berkepanjangan pada korban kekejaman yang motori oleh kebencian antar kelompok, antar keyakinan.

Tahun 2011, umat Ahmadiyah di Cikeusik dibantai dan rentetan peristiwa lain termasuk terusirnya warga Syiah dari kampungnya di Sampang, Madura. Pertikaian semacam ini seperti tak bisa dihentikan, mengalir terus hampir setiap massa tanpa pernah kita ketahui formula yang tepat untuk menghentikannya.

Dalam beberapa bulan terakhir sangat gencar kita dengar gerakan atau seperti kampanye anti Syiah. Media sosial dijejali berita miring tetang Syiah atau artikel-artikel yang menunjukkan betapa Syiah adalah sebuah ajaran yang sesat. Masyarakat dicekoki informasi-informasi mengenai betapa Syiah adalah sebuah aliran yang terkutuk dan dianggap bukan bagian dari Islam.

Di sini, saya tidak akan mengajak untuk membahas apakah Syiah sesat atau tidak, bukan untuk memperbandingkan mana lebih "benar" antara Sunni atau Syiah. Jikapun ada sebuah prinsip yang saya pegang adalah apa yang pernah dipesankan oleh guru saya bahwa Syiah itu ada macam-macam, memang dulu ada yang sangat jauh dari ajaran Islam, tetapi ada juga yang masih dalam koridor-koridor Islam. Sampai di sini, saya menganggap bahwa tidak bisa gebyah uyah kepada umat Syiah jika ingin bicara tentang mereka secara umum.

Bertebarannya informasi negatif tentang Syiah di media sosial belakangan ini begitu masif bahkan oleh mereka yang sebenarnya tidak tahu betul mengenal Syiah. Jikapun mereka mengetahui soal Syiah, sebagian besar mereka dikenalkan oleh mereka yang bukan Syiah dan bahkan dari mereka yang tidak menyukai Syiah.

Media sosial dengan segala keterbatasannya saat ini sangat mudah jadi media menyebar berita palsu, alat untuk mengumbar kebencian pada sebuah kelompok secara terbuka, seperti tanpa batas tanpa ada pagar kesopanan atau keilmuan. Kalimat caci yang jauh dari santun atau opini ngawur tanpa argumen dan data valid mengalir sangat deras, seperti tak tersaring, layaknya tanpa bisa terbendung.

Letupan-letupan kebencian pada sebuah kelompok begitu terbuka di ruang publik (media sosial). Segala prasangka-prasangka buruk secara viral menjalar ke berbagai penjuru, mereka membagikan informasi itu seperti tanpa pernah menganalisa kebenaran atau minimal menimbang akan resiko yang ditimbulkannya.

Ini tidak terhadang, ini tak terhalang lagi, ini memang menjadi sebuah kenyataan yang kita hadapi secara nyata. Masyarakat kita tiba-tiba begitu mudah membenci Syiah. Seperti yang saya utarakan sebelumnya, bahwa saya tidak dalam rangka memperdebatkan Sunni-Syiah, saya sedang mencoba memberikan ruang lain yang mungkin bisa kita kaji dan analisa kembali dari sebuah fenomena kebencian kepada Syiah akhir-akhir ini.

Ada beberapa poin yang mungkin patut kita berikan kesempatan masuk benak kita masing-masing.

Pertama, kita harus punya kajian lebih serius tentang perkembangan pemeluk Syiah di Indonesia: apakah jumlah mereka bertambah? jika jumlah pemeluk bertambah, coba kita perhatikan kembali apakah perkembangan mereka karena faktor keturunan (karena orang tuanya sudah Syiah), atau pertambahan dari luar Syiah yang kemudian memutuskan mengambil jalan Syiah?

Perlu kita ingat, bahwa seseorang memilih kepercayaan tidak pernah karena terpaksa, jika anda yakin bahwa Islam agama yang benar, meski pedang menghunus di leher, anda akan tetap percaya bahwa Islam agama yang tak bisa dilepas, ini namanya iman. Nah, jika benar perkembangan orang Syiah di Indonesia meningkat, maka perlu analisa mendalam kenapa ketika caci maki semakin menjadi tidak menyurutkan pertumbuhannya?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun