Di kampung, jika ada seorang yang dihormati atau disegani sedang punya acara, misalnya menikahkan anaknya atau yang lainnya, maka jangan kaget tiba-tiba yang datang ke pesta pernikahan itu berkali-kali lipat dibanding undangan yang disebar.
Tamu di pesta orang yang dihormati tidak akan mampu dibatasi oleh jumlah udangan yang dicetak dan disebar. Aura kehormatan, kharisma atau entah apa sebutan yang lainnya akan turut menyedot tamu dalam pesta tersebut.
Ada sebuah kisah, seorang guru sedang menikahkan anaknya. Tiba-tiba tamu yang datang sangat banyak, bahkan ada yang datang bertamu setelah beberapa hari pesta usai. Kebanyakan yang datang adalah bekas murid-muridnya dahulu. Tamu-tamu tak diundang ini datang dengan kasadaran diri ingin menghormati “mantan” gurunya yang saat itu sedang bergembira, sedang mengadakan syukuran. Pak Guru dan mantan-mantan muridnya ini punya ikatan tersendiri yang tidak akan mampu dibatasi oleh sebuah kertas undangan.
Pak guru atau orang yang dihormati itu boleh saja mengadakan pesta dengan sangat sederhana, akan tetapi kesederhanaan tersebut susah dicapai jika dilihat dari jumlah tamu yang datang atau dari hiruk pikuknya pesta tersebut.
Apa yang saya gambarkan diatas adalah sebuah realita dimasyarakat kita saat ini. Undangan sebuah pesta boleh sedikit, akan tetapi bagi orang-orang tertentu akan sulit membuat tamu yang datang sedikit mungkin. Beberapa orang bahkan sering menakar tingkat kebaikan seseorang dari jumlah tamu yang datang saat mereka berpesta. Bagi orang-orang baik dan dihormati, yang tidak diundang pun akan merasa bersalah jika tidak hadir karena merasa punya hutang budi dan lain sebagainya.
Datang kesebuah pesta tanpa diundang mungkin sebuah kesalahan, tidak sopan, melanggar norma dan lain sebagainya, akan tetapi pada kenyataannya ada banyak orang merasa bahwa untuk memberikan selamat, untuk ikut bergembira pada orang yang dihormati dan disegani itu sebuah keharusan.
===
Beberapa waktu yang lalu saya membaca sebuah berita tentang akan ada aturan bagi para pejabat bahwa tidak boleh mengadakan pesta di hotel mewah dan undangan maksimal 400 orang.
"Saya sudah mengeluarkan surat edaran. Mulai 1 Januari setiap pejabat aparatur dilarang membuat acara resepsi atau pesta keluarga seperti pernikahan atau ulang tahun di tempat mewah. Termasuk di hotel-hotel mewah," kata Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PAN-RB) Yuddy Chrisnandi
Tidak hanya tempat mewah, lanjut Yuddy, undangan saat mengadakan pesta pun dibatasi. "Maksimal 400 undangan," ujarnya.
Sampai pada batas tidak dilaksanakan di hotel mewah saya masih bisa menemukan alasan yang logis. Akan tetapi sampai membatasi jumlah yang hadir, tentu ini sungguh seperti sebuah candaan bagi saya.
Alasan Yuddy, ini adalah bentuk kesejalanan semangat penghematan yang telah dicanangkan oleh Bapak Presiden Joko Widodo. Entah ini dimana titik sambungnya, Negara boleh saja berhemat akan tetapi pejabat atau aparatur Negara dalam urusan keluarga dan pribadinya tidak bisa disejalankan dengan semangat penghematan Negara.
Saya bukan yang suka dengan kemewahan pesta, saya sendiri saat menikah terhitung sangat sederhana. Akan tetapi membatasi orang untuk tidak bermewah-mewahan dengan alasan yang tidak-tidak juga sesuatu yang bisa bikin orang lain tersenyum kecut.
Saya masih membayangkan jika pejabat tersebut memang seorang yang kaya, entah karena warisan keluarga atau memang sedang berbesan dengan pengusaha sukses, apakah kemudian menghalangi yang bersangkutan untuk mengadakan pesta secara tidak sederhana?
Kesederhanaan memang penting, bahkan agama juga menganjurkan kita untuk tidak berlebih-lebihan. Namun jika kemudian pemerintah menterjemahkan sebuah kesederhanaan dengan cara sederhana seperti ini, maka hasilnya tidak akan maksimal, alias sederhana pula.
Pemerintah sebaiknya lebih konsentrasi dan menjamin para pejabat dan aparatur Negara ini tidak korup dan bekerja masimal. Pemerintah sebaiknya menilai para aparatur Negara ini sudah semewah apa hasil kerjanya, bukan mengintip keluarganya pesta ditempat mewah atau tidak. Pejabat ini dihitung saja uang yang masuk dalam rekeningnya wajar atau tidak, bukan menghitung jumlah tamu yang datang dalam pesta keluarnya. []
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H