Qatar menghabiskan $200 miliar untuk proyek-proyek infrastruktur, yang mencakup pembangunan stadion full AC, jalan raya, hotel, dan sebagainya. Hal ini menjadikan perhelatan Piala Dunia termahal dalam sejarah permainan sepakbola itu.
Itu baru kejutan pertama bagi Barat, hasil besutan Emir Qatar Tamim bin Hamad, 500 very influential Muslims in the world. Popularitasnya mengalahkan King Salman.
Kejutan berikutnya datang dari kelas menengah Qatar, yang karena tradisi Arab Islam yang mengakar dalam memuliakan tamu, telah diberikan secara massive dan impressive.
Kedua hal diatas berhasil menembus tembok Islamophobia Barat, yaitu disebabkan oleh pertama, prestise negara kaya. Karena keangkuhan Barat hanya bisa dikalahkan dengan tampilan yang sama-sama prestisius.
Kedua, keramahan penyambutan tamu oleh penduduk warga kelas menengah yang menurut ukuran kita sangat berlebihan, tetapi nampak wajar dan tidak dipaksakan. Masih ditambah sikap toleransi dan keberagaman seluruh warga, yang menampilkan dan memamerkan budaya Islam secara confidence, tanpa meninggalkan sedikitpun ketentuan syariah.
Mengenai kelas menengah, mengingatkan kita pada perhelatan besar ABI 212. Tanpa peran mereka mustahil itu terjadi. Spontanitas warga Muslim DKI dalam menyambut tamu yang datang dari luardaerah, adalah salah satu kunci kesuksesannya, dan kelompok kelas menengah yang membiayai peserta dari daerah. Tentu saja gairah dan keikhlasan jutaan peserta sendiri untuk mensukseskan isu damai itu.
Ciri khas gerakan kelompok kelas menengah, baik budaya maupun politik adalah soft transformation / revolution. Karena mereka sendiri memerlukan kestabilan, harmoni dan good relationship, yang selama ini memajukan usaha mereka
Berbeda dengan kelas bawah yang diprovokasi oleh segelintir elite yang cenderung Hard revolution, karena kaum elite sering membohongi mereka dengan janji-janji perubahan dan perbaikan nasib hidup
Transformasi politik di 2024 bisa menggunakan  moment-moment diatas sebagai model. Masyarakat sudah muak dengan segala kebrutalan para elite politik tak bermoral. Korupsi Kolusi dan Nepotisme yang menguntungkan segelintir kelas atas dan penguasa. Belum ditambah dengan penguasaan mafia di semua sektor ekonomi hingga semi pelegalan judi dan pelacuran. Meskipun sedikit bisa dibongkar, tetapi 303 masih tetap misteri. Dan juga meninggalkan kecurigaan, jangan-jangan ada kaitannya dengan dana kampanye.
Rakyat menghendaki Indonesia baru, Â yang nuansanya seindah lirik lagu kebangsaan dan lagu lagu wajib. Dan dipimpin oleh pemimpin jujur, bersih dan punya power untuk melakukan perubahan.
Sepertinya, sebagaimana momen ABI 212, kelas menengah Indonesia pun mulai bangkit, bahkan multi etnis dan agama. Dilihat dari sambutan massa, meskipun diinisiasi oleh parpol dan relawan yang pemimpinnya kelas menengah, mereka nampaknya bukan massa bayaran dikerahkan dan dimobilisasi, yang kemudian pulangnya, dengan gembira mendapatkan lembaran puluhan ribu rupiah.