Mohon tunggu...
la zeki
la zeki Mohon Tunggu... mahasiswa -

wake up gan...

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Mengenang Bapak Pelopor Industri Perfilman Indonesia

9 Maret 2018   20:58 Diperbarui: 9 Maret 2018   21:10 1112
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Usmar ismail (kiri) dan Djamaludin malik (kanan) sumber foto: harryrafli.blogspot.com

1. USMAR ISMAIL

Usmar Ismail lahir 20 Maret 1921 dan meninggal pada umur 49 yaitu pada tahun 1971 dikarenakan penyakit stroke yang didapatkan, beliau adalah seorang sastrawan dan sutradara film Indonesia. Beliau dianggap sebagai warga pribumi pelopor perfilman di Indonesia. Memiliki andil dan pengaruh besar untuk dunia perfilman di indonesia. Kala itu pengaruhnya untuk mempersiapkan Kafedo, Usmar memberi kesempatan dan mendidik anak muda yang berminat dalam penyutradaraan film. Melalui program inilah Nya' Abbas Akup masuk ke dunia film. Ia juga dikenal sebagai pencetak bintangbintang artis di indonesia seperti Nurnaningsih dan Indriati Iskak.

Karier

Beliau pernah sekolah di HIS, MULO-B, AMS-A II Yogyakarta. memperoleh gelar B.A. di bidang sinematografi dari Universitas California, Los Angeles, Amerika Serikat pada tahun 1952. Pada masa pendudukan Jepang dia tergabung dalam Pusat Kebudayaan. Pada masa itu pula beliau mendirikan dan menjadi ketua Sandiwara Penggemar "Maya" bersama El Hakim, Rosihan Anwar, Cornel Simanjuntak, Sudjojono, H.B. Jassin, dll.

Ketika Belanda kembali bersama tentara Sekutu, ia menjadi anggota TNI di Yogyakarta dengan pangkat mayor. beliau aktif sebagai pengurus lembaga yang berkaitan dengan teater dan film. Ia pernah menjadi ketua Badan Permusyawaratan Kebudayaan Yogyakarta pada tahun 1946-1948, ketua Serikat Artis Sandiwara Yogyakarta (1946-1948), ketua Akademi Teater Nasional Indonesia, Jakarta (1955-1965), dan ketua Badan Musyawarah Perfilman Nasional (BMPN).

BMPN mendorong pemerintah melahirkan "Pola Pembinaan Perfilman Nasional" pada tahun 1967. beliau dikenal sebagai pendiri Perusahaan Film Nasional Indonesia bersama Djamaluddin Malik dan para pengusaha film lainnya. Lalu, menjadi ketuanya sejak 1954-1965. 

Dalam bidang keredaksian dan kewartawanan, beliau pernah menjadi pendiri dan redaktur Patriot, redaktur majalah Arena, Yogyakarta (1948), "Gelanggang", Jakarta (1966-1967). juga pernah menjadi ketua Persatuan Wartawan Indonesia pada tahun 1946-1947. serta pernah aktif dalam bidang politik. pernah menjadi ketua umum Lembaga Seniman Muslimin Indonesia (Lesbumi) pada tahun 1962-1969, dan termasuk sebagai anggota Pengurus Besar Nahdatul Ulama pada tahun 1964-1969, serta anggota DPRGR/MPRS pada tahun 1966-1969.

Karya dan Penghargaan

- Karya

Drama

Mutiara dari Nusa Laut (1943)

Mekar Melati (1945)

Sedih dan Gembira (1950)

Kumpulan Puisi

Puntung Berasap (1950)

Filmografi  

o Harta Karun (diangkat dari karya Moliere) (1949)

o Tjitra (berdasarkan naskah dramanya) (1949)

o Darah dan Doa (1950)

o Enam Djam di Djogja (1951)

o Dosa Tak Berampun (1951)

o Terimalah Laguku (1952)

o Kafedo (1953)

o Krisis (1953)

o Lewat Djam Malam (1954)

o Lagi-Lagi Krisis (1955)

o Tamu Agung (1955)

o Tiga Dara (1956)

o Delapan Pendjuru Angin (1957)

o Asrama Dara (1958)

o Pedjuang (1960)

o Toha, Pahlawan Bandung Selatan (1961)

o Amor dan Humor (1961)

o Anak Perawan di Sarang Penjamun (1962)

o Bajangan di Waktu Fadjar (1962)

o Holiday in Bali (1963)

o Anak-Anak Revolusi (1964)

o Liburan Seniman (berdasarkan naskah dramanya) (1965)

o Ja, Mualim (1968)

o Big Village (1969)

o Ananda (1970)

Karya lainnya

Pengantar ke Dunia Film

Usmar Ismail Membawa Film (editor J.E. Siahaan) (1983)

- Penghargaan 

Pada tahun 1962 beliau mendapatkan Piagam Wijayakusuma dari Presiden Soekarno. Serta pada tahun 1969 menerima Anugerah Seni dari Pemerintah RI. Setelah meninggal dia diangkat menjadi Warga Teladan DKI. Namanya diabadikan sebagai pusat perfilman Jakarta, yakni Pusat Perfilman H. Usmar Ismail. Selain itu, sebuah ruang konser di Jakarta, yakni Usmar Ismail Hall, merupakan tempat pertunjukan opera, musik, dan teater, yang dinamai sesuai namanya. 

Kata motivasi  

"bahwa film itu adalah betul-betul seni,

"make believe"

membuat orang percaya tentang sesuatu,

membuat kenyataan baru dari yang ada."

2. Djamaludin Malik

Djamaludin Malik lahir di Padang, 13 Februari 1917 dan meninggal di Munchen, Jerman, 8 Juni 1970 pada umur 53 tahun adalah seorang pengusaha, politisi, dan produser film Indonesia, yang juga dikenal sebagai Bapak Industri Film Indonesia dan penggagas Festival Film Indonesia.

Beliau pada awalnya hanya bekerja sebagai pegawai perusahaan pelayaran Belanda, Koninklijke Paketvaart Maatschappij. Pada tahun 1940-an, beliau terjun sebagai pengusaha dengan mendirikan perusahaan Djamaludin Malik Concern. Mulai terlibat dalam industri perfilman ketika beliau mendirikan kelompok sandiwara Bintang Timur dan perusahaan film Persari (Perseroan Artis Indonesia). Film pertama yang diproduksinya berjudul Sedap Malam pada tahun 1950.

- Karier dan penghargaan

Djamaludin Malik merupakan tokoh yang banyak berjasa bagi perkembangan industri film Indonesia. Beliau pertama kali memproduksi film pada tahun 1950 berjudul Sedap Malam. Dua tahun kemudian, ia melakukan produksi bersama dengan perusahaan film asal Filipina untuk film berwarna: Rodrigo de Villa (1952). Setelah itu dua film berwarna berikutnya kembali ia hasilkan, yakni Leilana (1953) dan Tabu (1953).

Pada tahun 1954, bersama Usmar Ismail ia mendirikan Persatuan Perusahaan Film Indonesia (PPFI), dan mengajak organisasi tersebut untuk bergabung dengan Federasi Produser Film se-Asia. Hal ini bertujuan untuk mengangkat harkat dan martabat film Indonesia di tingkat internasional.

Pada tahun 1955, beliau memelopori terselenggaranya Festival Film Indonesia I dan turut serta pula yang membiayai seluruh keperluan festival itu. Pada masa Demokrasi Terpimpin, Djamaludin membentuk serikat seniman Muslim yang dinamai Lembaga Seniman Budayawan Muslimin Indonesia (Lesbumi). Dalam lembaga tersebut bergabung pula Usmar Ismail sebagai ketua umum dan Asrul Sani.

Pada tahun 1964, beliau memproduksi film Tauhid. Film yang disutradarai oleh Asrul Sani dan dibintangi Aedy Moward dan Ismed M. Noor ini diproduksi atas kerja sama antara Departemen Agama dan Departemen Penerangan Indonesia. Sehingga pada tahun 1966, beliau telah memproduksi sebanyak 59 judul film, yang terakhir bertajuk Menyusuri Jejak Berdarah,

- Penghargaan  

Memperoleh penghargaan untuk kategori tata sinematografi terbaik dalam Pekan Apresiasi Film Nasional 1967. Pada tahun 1969, beliau ditunjuk sebagai Ketua Dewan Film Nasional. Posisi itu diembannya hingga ia meninggal. Atas jasa-jasanya, beliau dianugerahi gelar Bintang Mahaputra Adipradana II pada tahun 1973 dan kemudian dikukuhkan sebagai pahlawan nasional. Selain itu, namanya juga disandingkan dengan Usmar Ismail, sebagai dwitunggal perfilman Indonesia.

- Filmografi

o Sedap Malam (1950)

o Rodrigo de Villa (1952)

o Leilani (1953)

o Tabu (1953)

o Tarmina (1955)

o Lewat Djam Malam (1955)

o Ratu Asia

o Tauhid (1964)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun