Mohon tunggu...
layyaihya
layyaihya Mohon Tunggu... Foto/Videografer - Universitas Jember

Mahasiswa Aktif, Fakultas Ilmu Budaya - Program Studi Televisi dan Film - Universitas Jember

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Thrift, Usaha Ekonomi Kreatif yang berkembang di Yogyakarta

15 November 2024   15:17 Diperbarui: 15 November 2024   15:19 44
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Thrift merupakan istilah untuk barang bekas yang masih layak dipakai, baik dari pakaian, sepatu, barang elektronik, hingga aksesoris atau barang antik. Kata "thrift" sendiri berasal dari bahasa Inggris yang berarti "hemat'. Thrifting adalah kegiatan membeli barang-barang thrift (barang-barang yang masih layak pakai) baik secara langsung ataupun melalui platform digital. Saat ini fashion dan penampilan menjadi elemen penting yang perlu diekspresikan dengan maksimal melalui berbagai gaya yang mencerminkan selera penggunanya. Saat ini, fashion dan penampilan merupakan hal penting yang harus ditampilkan maksimal dengan berbagai gaya sesuai selera penggunanya. Di tengah gaya hidup yang semakin mengutamakan keberlanjutan dan hemat, thrift telah menjadi salah satu tren yang banyak digemari, khususnya di kalangan muda. Di Indonesia sendiri, thrifting merupakan kegiatan yang populer di kalangan millenials dan gen Z sejak tahun 2019. Berbelanja thrift bukan hanya sekedar aktivitas mencari atau menjual barang dengan harga murah, melainkan bentuk gaya hidup yang mengutamakan keberlanjutan, kreativitas, dan kegiatan ekonomi yang kreatif. Di Indonesia, khususnya di Yogyakarta, thrift memiliki peran ekonomi dengan memberikan pendapatan bagi pelaku usaha juga mendorong kesadaran masyarakat akan pentingnya daur ulang dan pengurangan limbah fashion.

Tren Thrift sangat berkembang dan populer dikarenakan harga beli yang lebih terjangkau. Dengan koleksi thrift (pakaian, sepatu, dan lain sebagainya) dari merek terkenal yang dijual jauh dari harga aslinya, thrift menjadi pilihan yang menarik bagi banyak konsumen. Di Yogyakarta sendiri thrift tersedia banyak sudut kota, baik di dalam pasar, mall, pusat perbelanjaan khusus thrift yang mendukung sektor ekonomi kreatif yang tengah berkembang di kota ini. Adanya toko online dan media sosial, juga membuat usaha thrift di Yogyakarta dapat menjangkau pasar yang lebih luas, hingga keluar kota. Kemudahan ini membuat usaha thrift semakin banyak digemari karena kemudahan akses pembelian tanpa harus mendatangi toko fisik. Yogyakarta juga dikenal sebagai kota pelajar dengan daya tarik wisata yang besar. Kota ini memiliki populasi anak muda yang tinggi, yang sebagian besar dari mereka adalah mahasiswa yang datang dari berbagai daerah. Hal ini semakin menunjukkan bahwa terdapat banyak konsumen utama dalam penjualan thrift di Yogyakarta yang dapat memperluas keuntungan ekonomi. Thrift bukan sekedar aktivitas belanja, melainkan sebuah gerakan sosial yang mendukung konsep keberlanjutan dan kepedulian lingkungan. Melihat dari isu-isu global, mengenai industri fashion yang merupakan salah satu industri terbesar penyumbang limbah sampah di dunia, juga dampak lingkungan yang ditimbulkan dari fast fashion. Generasi muda tertarik untuk memilih produk yang dapat berkontribusi pada isu-isu global tersebut. Belanja Thrift merupakah salah satu langkah untuk mendukung slow fashion dan menentang industri fast fashion yang menghasilkan limbah dalam jumlah besar.

Perkembangan thrift di Yogyakarta, memiliki kontribusi pada perkembangan ekonomi kreatif di kota ini. Banyak pelaku usaha yang tidak hanya menjual pakaian atau barang bekas, tetapi juga mengembalikan barang seperti baru dan melakukan modifikasi pada pakaian bekas agar memiliki tampilan baru dan segar. Proses ini tidak hanya menambah nilai barang, tetapi juga memerlukan kreativitas dan keterampilan tangan yang tinggi. Beberapa toko thrift bahkan menawarkan jasa "rework" atau "upcycling" untuk memberikan sentuhan personal pada pakaian atau barang bekas yang mereka jual, sehingga menjadi produk yang benar-benar unik dan memiliki harga jual yang tinggi. Dengan demikian, thrift tidak hanya memberikan manfaat bagi konsumen, tetapi juga menjadi wadah bagi para seniman lokal untuk mengekspresikan kreativitas mereka.

Tak jarang, produk hasil thrift dari Yogyakarta mampu menarik minat pembeli dari luar daerah, bahkan luar negeri, sehingga membuka peluang ekspor bagi pelaku ekonomi kreatif. Selain itu, banyak juga festival dan bazar lokal yang mengangkat thrift sebagai tema, seperti Pasar Vintage Jogja, yang mempertemukan penjual dan penggemar barang-barang vintage atau barang antik dari seluruh Indonesia. Dengan adanya peluang ekonomi yang tinggi, Pemerintah turut membantu dalam pertumbuhan thrift di Yogyakarta. Hal ini dapat dilihat dari diadakannya berbagai acara yang melibatkan pelaku ekonomi thrift di Yogyakarta. Seperti pameran UMKM, Bazar, perluasan pasar, bahkan hingga pasar khusus untuk usaha thrift di Yogyakarta.

Perkembangan teknologi dan media sosial juga membuka peluang bagi pemasaran yang lebih luas bagi toko thrift. Adanya platform seperti Instagram, Tiktok, dan berbagai marketplace online memberikan kemudahan bagi pelaku usaha thrift untuk menjual produk mereka tanpa adanya batasan wilayah. Para pelaku ekonomi, bisa mendapatkan pembeli tidak hanya di daerah Yogyakarta, tetapi juga bisa dari kota-kota besar bahkan sampai ke luar negeri. Tidak hanya pada pasar pembeli, para pelaku usaha juga bisa mendapatkan Supplier dari berbagai wilayah yang lain juga. Berkat kemudahan akses ini, toko thrift di Yogyakarta sering menjadi pilihan untuk membeli pakaian selain dari toko retail konsumen. Terlebih dengan toko Thrift yang melakukan modifikasi atau rework pada barang yang mereka jual. Pembeli akan merasa produk yang mereka beli "exclusive" karena dibuat dengan jumlah yang sangat sedikit, atau bahkan hanya satu. 

Walaupun thrift berkembang pesat dan banyak terbuka di setiap sudut sisi Yogyakarta, terdapat beberapa tantangan yang harus dihadapi oleh pelaku usaha di sektor ini. Terdapat stigma yang masih melekat di masyarakat mengenai pakaian bekas yang dianggap sebagai barang "murah" atau "tidak layak pakai lagi", meskipun secara kualitasnya masih baik. Selain itu, persaingan harga yang semakin ketat antar sesama pengusaha thrift. Banyaknya usaha thrift yang buka di Yogyakarta, membuat pelaku usahanya harus mampu menjaga kualitas dan b arang yang mereka jual, juga meningkatkan nilai tambah dari usaha yang mereka jual. Salah satunya adalah dengan cara menyediakan pilihan produk yang lebih bervariasi, dan melakukan modifikasi pada barang yang mereka jual. Kreatifitas dengan menyatukan 2 baju bekas menjadi baju baru dengan desain yang unik, akan menarik banyak pelanggan bahkwan mendapatkan keuntungan jual yang tinggi.

Melihat perkembangan thrift di Yogyakarta yang memiliki potensi untuk terus berkembang dan menjadi salah satu usaha ekonomi kreatif di Yogyakarta, menunjukkan usaha thrift memberikan pertumbuhan ekonomi yang baik bagi Yogyakarta, juga menjadi solusi bagi masalah lingkungan yang diakibatkan dari limbah fashion. Melalui thrift juga, masyarakat Yogyakarta dapat terus mengembangkan kreativitasnya dalam mendapatkan konsumen.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun