Mohon tunggu...
Lay Rusli Mulyadi
Lay Rusli Mulyadi Mohon Tunggu... -

Ketua Umum Asosiasi Solder Indonesia

Selanjutnya

Tutup

Money

Perubahan Permendag dan Bursa Timah

15 Agustus 2013   09:01 Diperbarui: 24 Juni 2015   09:17 1052
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Permendag No.78/12/2012 http://peraturan.bcperak.net/sites/default/files/peraturan/2012/nomor-78m-dagper122012.pdf

Permendag N0.32/6/2013 http://peraturan.bcperak.net/sites/default/files/peraturan/2013/32m-dagper62013.pdf

Seperti yang sudah kita prediksi sejak awal terbitnya Permendag No.78/12/2012 tentang ketentuan ekspor timah, bahwa Permendag tersebut tidak akan dapat dijalankan dengan baik, dan diperlukan perubahan secukupnya. Saat ini sudah diterbitkan perubahan peraturan tersebut dalam Permendag No.32/6/2013, dalam Permendag inipun masih terdapat kekurangan yang sangat mengganggu pemahaman para pelaku industri pertimahan.

Dalam Permendag No.32/6/2013 – Pasal11 ayat (1) Timah Batangan dan Timah dalam bentuk lainnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 sebelum diekspor wajib diperdagangkan melalui Bursa Timah – Danayat (3)a. Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1): a. Untuk Timah Batangan mulai berlaku 30 Agustus 2013

Permendag No.78/12/2012 – Pasal1 ayat (15) Bursa Timah adalah pasar timah internasional di Indonesia yang merupakan pasar terorganisir dan bagian dari Bursa Komoditi dan Derivatif Indonesia (BKDI)

Permendag No.32/6/2013 – Pasal1 ayat (15) Bursa Timah adalah pasar timah internasional di Indonesia yang merupakan pasar terorganisir dan bagian dari bursa berjangka

Dua minggukedepan ketentuan timah wajib diperdagangkan melalui 'bursa timah' sesuai Permendag tersebut diatas akan diberlakukan, yang manakah yang dapat disebut bursa timah? Inatin? Serumpun Tin?
Dalam Permendag No.78/12/2012, bursa timah lebih
jelas dinyatakan – BursaKomoditi Derivatif Indonesia.
Kemudian dalam perubahannya Permendag No.32/6/2013, bursa timah tidak dinyatakan spesifik, dan kata-kata Bursa Komoditi Derivatif Indonesia dihapuskan.

Jadi dapat diartikan dikemudian hari bisa ada beberapa bursa timah, baik ‘Inatin’ ‘Serumpun Tin’ maupun bursa timah yang lainnya.

[Bursa Komoditi Derivatif Indonesia adalah ICDX – Inatin]

Penolakan sebagian smelter timah swasta pada pasal perturan-peraturan tersebut diatas cenderung pada spesifikasi produk timah yang ditentukan sepihak, yang menurut pandangan mereka sangat berlebihan, melebihi standard BS EN 610:1996 (British Standard) dan ASTM B339-00 (American Standard for Testing Material) yang sudah sangat umum digunakan dalam perdagangan internasional.

Spesifikasi Timah dalam Permendag No.78/12/2012 sudah direvisi dalam Permendag No.32/6/2013 (lebih rendah/lunak) tapi masih tetap diatas standard BS dan ASTM, spesifikasi standard timah di Indonesia seharusnya diterbitkan SNI-Timah oleh Badan Standardisasi Nasional (BSN).

Begitu pula dengan spesifikasi solder, yang semula dalam Permendag No.78/12/2012 lebih mengacu pada spesifikasi kuno Sn63/Pb37, kemudian dalam Permendag No.32/6/2013 dirubah menjadi hanya impurities Fe 50 ppm max, perubahan ini tidak mengacu kemanapun. Padahal dalam spesifikasi internasional terbaru dari ASTM B32-08 (2008), ISO 9453 (2006), IPC J-STD-006B (2009), dsb, impurities Fe masih 200 ppm max, sungguh sangat berlebihan cara Kementerian Perdagangan RI menentukan standard secara sepihak.

Apa tujuan diterbitkannya kedua Permendag tersebut diatas? Kedua Permendag tersebut nyaris tidak berdampak perbaikan perdagangan timah RI, tidak menghantar perdagangan timah menuju kemanapun, pasal yang banyak mendapat penekanan perhatian dalam Permendag tersebut adalah ‘spesifikasi’ dan dalam pembicaraan diluar Permendag tersebut perhatian lebih tertuju pada ‘inatin’.

»» "Sebagai eksportir terdaftar timah diwajibkan transaksi di INATIN jika ingin mengekspor. Kalau ada ekspor timah ke luar wilayah Indonesia tanpa membukitkan dari hasil transaksi INATIN, berarti ilegal," demikian dikatakan Kepala Analisis Pasar, Bappebti, Mardjoko, kepada margind.com, Jumat petang (26/07), di Kemendag, Jakarta.

"Sebab, di peraturan itu tegas dijelaskan bahwa ekspor timah hanya bisa dilakukan jika hasil dari transaksi bursa timah yakni INATIN." ««

Inatin, sejak operasional awal Februari 2012 selalu didengungkan ‘akan’ menjadi pengendali harga timah dunia, nyatanya bukan menjadi pengendali harga, tapi hanya dapat beroperasi beberapa bulan saja. Inatin didirikan dengan ketergesa-gesaan, dipaksakan hadir sebagai pasar yang cenderung sekedar mengakomodir pihak penjual timah, tanpa memfasilitasi kepentingan para pembeli timah.

Saat ini dengan semakin dekatnya saat pemberlakuan Permendag No.32/6/2013, Inatin dipaksakan beroperasi lagi dengan keadaan nyaris tanpa perubahan berarti, tentu kondisinya akan tetap sama dengan pada saat awal Inatin mulai beroperasi, jika pada saat ini harga timah sudah bergerak naik, hal ini dikarenakan sentimen psikologis pasar, kekhawatiran berkurangnya pasokan timah dunia. Inatin kembali didengungkan akan menjadi pengendali harga timah dunia, tentu saja hal ini menggelikan. Saya mengkritisi Inatin sejak awal didirikan, bahwa Inatin hanya sebatas pasar dolanan saja, tidak ada keseriusan dalam penyelenggaraan pasar, Inatin didirikan hanya sebagai pelampiasan kekecewaan atas merosotnya harga timah dunia pada saat itu.

Lalu kehadiran Inatin diharapkan sebagai penentu harga timah dunia? Fluktuasi harga timah bergerak sesuai hukum pasar, pergerakan harga bergantung pada ketersediaan barang, pasokan dan permintaan, Inatin tidak dilengkapi instrumen penyangga yang diperlukan untuk mengendalikan persediaan dan pasokan, Inatin tidak lebih solid dibanding pasar timah LME maupun KLTM.

Perbaikan harga timah yang cukup tinggi dan stabil sangat diharapkan semua pihak di Indonesia, baik produsen penjual, dan pemerintah. Perbaikan harga berarti peningkatan penerimaan royalti timah, semakin tinggi harga timah semakin besar penerimaan royalty timah tersebut.

Banyak pasal-pasal dalam kedua Permendag tersebut yangmempertegas dan lebih menjelaskan peraturan K-ESDM dalam pertambangan timah

Sekilas perbandingan antara smelter mineral logam timah dan nickel, smelter timah di Indonesia sudah berjalan lebih dari 300 tahun yang lalu (rumah puput Belitung), berbeda dengan smelter nickel yang relative masih baru. Biaya modal mendirikan sebuah furnace smelter timah kurang dari satu milyar rupiah, sedangkan mendirikan furnace smelter nickel mencapai satu triliun rupiah.

Perbedaan yang sangat kontras antara smelter timah dan smelter nickel, begitu mudahnya menambang timah, begitu mudahnya melebur bijih timah, begitu mudahnya menjual balok logam timah. Mengingat begitu banyak kemudahan yang sudah berlangsung sedemikian lamanya (ratusan tahun) tanpa perubahan dan kemajuan yang cukup berarti dalam pertimahan, adalah tidak layak mempertahankan royalti timah hanya 3%, sudah sepatutnya pemerintah mempertimbangkan kenaikan royalti timah menjadi 15%, dan pajak ekspor 5%. Royalti timah dipungut atas semua penjualan timah, baik penjualan lokal maupun penjualan ekspor, sedangkan pajak ekspor dipungut atas penjualan ekspor, dimana importir timah tetap memilih mempertahankan dan melanjutkan industri hilir timah dinegara masing-masing, tanpa memberikan kontribusi lanjutan apapun pada pemerintah dan negara RI.

Selamat bekerja dan selamat berdagang,

Lay Rusli Mulyadi


Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun