Mohon tunggu...
Layla AA
Layla AA Mohon Tunggu... Guru - Muridmu adalah juga gurumu

Alkisah pada suatu hari .......................................................... .......................................................... .......................................................... Kemudian hidup bahagia selamanya

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Tradisi Mbecek

28 Agustus 2014   06:21 Diperbarui: 18 Juni 2015   02:19 902
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Istilah menghadiri hajatan pernikahan pada tiap daerah tentu berbeda-beda, bahkan dalam satu desa bisa jadi memiliki lebih dari satu istilah, salah satunya dapat dijumpai di desa Gemaharjo, kec Tegalombo, kab Pacitan Jawa Timur.  Istilah nyumbang dan mbecek (e = bebek) adalah dua istilah yang biasa digunakan masyarakat untuk menyebut tradisi kondangan / menghadiri pernikahan di desa tersebut. Hal pertama yang mudah dijumpai saat ada hajatan pernikahan masyarakat di desa Gemaharjo ini adalah adanya janur kuning melengkung di depan rumah, tenda, dekorasi dan musik gending Kebo Giro yang sengaja diputar dengan suara sangat keras sebagai penanda adanya rumah yang sedang mengadakan hajatan pernikahan.

Ketika satu keluarga akan berangkat mbecek ada beberapa persiapan yang harus dilakukan selain mengenakan baju yang pantas untuk menghadiri pesta pernikahan. Persiapan pertama yang harus dilakukan bapak selaku kepala keluarga adalah mengisi amplop dengan sejumlah uang didalamnya sebagai uang sumbangan. Kemudian ibu bertugas menyiapkan baskom yang sudah diberi nama pemilik dan dusun tempat tinggal sebagai identitas baskom tersebut karena baskom itu nanti akan menjadi wadah sumbangan dalam bentuk barang yang biasanya berisi beras, gula, mie, tempe dll. Setelah baskom terisi barang sumbangan lalu baskom dibungkus menggunakan taplak meja/ kain segi empat agar mudah dibawa.  Setelah semua lengkap bapak dan ibu sarimbit (berpasangan) siap berangkat mbecek / nyumbang.

Sesampainya di tempat hajatan bapak / tamu pria langsung menuju meja among tamu untuk menyerahkan amplop sumbangan, sedangkan ibu langsung ke dapur / menyerahkan baskomnya ke panitia bagian pengurus sumbangan barang. Setelah itu rute tamu undangan berlanjut menemui mempelai, memberikan doa dan ucapan selamat pada mempelai dan kelurganya, kemudian berphoto dengan mempelai dan dilanjutkan dengan acara makan sambil menikmati hiburan yang dipentaskan. Setelah rangkaian acara selesai dan tamu undangan bisa pulang, untuk bagian tamu pria bisa langsung pulang, sedangkan untuk tamu wanita yang menyubang barang harus mengambil baskomnya terlebih dahulu. Bagi saya, yang unik dan ngangeni dari tradisi mbecek ini adalah ketika si baskom diambil untuk dibawa pulang sudah berisi "berkat" (istilah untuk makanan dari hajatan pernikahan) hehehe... Berkat biasanya terdiri dari nasi panas, oseng-oseng mie, telur rebus, masakan sejenis rendang sapi (saya tidak tau namanya), kering tempe, serundeng, pindang tempe dan jajanan seperti jenang dodol (dari tepung beras), rengginang, kembang goyang, madu mongso, kacang goreng, wajik dan opak singkong. Dan semua makanan tersebut dibungkus satu-satu menggunakan daun jati sehingga nasi panas yang dibungkus di dalamnya menjadi berwarna merah dan beraroma khas  daun jati, begitu juga dengan  oseng mie, kering tempe, pindang tempe juga sama, semua terbungkus daun jati dan beraroma lezat.

Satu lagi yang unik dari cerita perjalanan baskom berisi berkat saat pulang dari mbecek adalah, ketika seorang wanitan pulang dari mbecek sambil membawa baskom berisi makanan berbungkus daun jati tersebut mereka selalu menawari siapapun yang mereka temui sepanjang jalan untuk berbagi makanan berkat yang dibawanya. Mereka melakukan hal tersebut supaya makanan berkat tersebut tidak mubazir karena tidak habis jika dimakan kelurganya. Hal ini dikarenakan makanan berkat yang diberikan lumayan banyak, karena biasanya terdiri dari nasi 3 bungkus besar + teman-temannya yang juga dalam jumlah banyak. Kalimat "ngersakke berkat bu? ngersakke berkat pak? (mau makanan berkat bu/pak) kurang lebih kalimat itulah sepanjang jalan yang diucapkan ibu-ibu sehabis mbecek jika bertemu orang di jalan atau menyapa tetangga yang kebetulan terlihat di teras rumah. Dan pada zaman kecil saya hal ini menjadikan saya "tuman" atau menjadi kebiasaan karena jika melihat ibu-ibu berbaju rapi dari kawinan sambil membawa baskom terbungkus taplak meja, saya sengaja mejeng di teras rumah dengan tujuan yang tak lain tak bukan adalah agar ditawari nasi berkat hahahaha....

Sayang sekali tradisi mbecek kini hampir punah, bahkan mungkin sudah punah. Tradisi rewang masak atau gotong royong memasak sudah diganti dengan memesan makanan catering, baskom berisi sumbangan barang diganti dengan sumbangan kado. Saat tamu undangan pulang cukup membawa soufenir pernikahan dan tidak ada berkat lezat dalam baskom yang bisa dibagikan kepada teman, saudara, tetangga dan handai taulan yang ditemui di jalan. Itulah sepenggal cerita tradisi yang pernah ada dan diam-diam saya rindukan :)

" ngersakke berkat nduk! " :))

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun