JAKARTA- Ketika mendengar kata Trotoar, semua orang pasti tahu bahwa trotoar merupakan jalan khusus untuk para pejalan kaki. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia Trotoar adalah tepi jalan besar yang sedikit lebih tinggi daripada jalan tersebut, tempat orang berjalan kaki.
Dengan lebar ideal 1 hingga 2 Meter, trotoar merupakan tempat yang seharusnya aman dan nyaman bagi para pejalan kaki ketika berjalan di tepi jalan raya agar terhindar dari bahaya kendaraan bermotor yang melaju.
Ya, memang itulah fungsi dan pengertian trotoar yang hampir semua orang pasti mengetahuinya. Tetapi saat ini seperti kita ketahui hampir semua trotoar di Indonesia beralih fungsi menjadi tempat berjualan, jalan pintas ketika macet, dan tempat parkir liar. Bahkan banyak di antaranya trotoar-trotoar yang  sempit, rusak pijakannya, serta terdapat lubang-lubang. Sehingga tidak layak bahkan justru menimbulkan kesan tidak aman bagi para pejalan kaki.
Jarang sekali saya menemukan trotoar yang memang benar-benar layak. Jika trotoar itu layak, pasti hanya berada di pusat kota. Mengapa bisa seperti itu? Mengapa hanya trotoar-trotoar tertentu saja yang "diistimewakan" padahal setiap orang pasti berjalan kaki untuk beraktivitas dimanapun tempatnya. Miris, ketika banyak infrastruktur dibangun tetapi trotoar yang menjadi hak pejalan kaki sejak dulu selalu terabaikan kondisinya.
Pejalan kaki, aktivitas, dan kendaraan bermotor sejatinya merupakan hal yang saling berhubungan. Ketika di negara maju, yang notabenenya mereka adalah pencipta teknologi, pencipta kendaraan bermotor, mereka lebih memilih untuk berjalan kaki ketika beraktivitas sehari-hari dibanding menaiki kendaraan. Salah satu faktornya adalah, trotoar yang nyaman dan aman bagi para pejalan kaki.
Terabaikannya trotoar-trotoar di Indonesia mungkin juga merupakan salah satu faktor mengapa orang malas untuk berjalan kaki. Padahal jarak yang ia tempuh ke suatu tujuan itu lumayan dekat. Segala sesuatu yang sudah menjadi kebiasaan, meskipun itu salah, orang-orang pasti akan mengabaikannya dan menganggap itu adalah hal yang wajar.
Misalnya saja, ketika trotoar dialih fungsikan menjadi tempat berdagang. Ini sebenarnya kesalahan siapa ?, kesalahan pemerintah yang tidak memfasilitasi oknum pedagang atau oknum pedagang yang "nakal" dengan dalih "saya sudah bertahun-tahun berdagang disini, kalau gak disini saya mau cari uang dimana lagi". Maka, dengan dalih-dalih tersebut oknum pedagang banyak yang memanfaatkan trotoar.
Meski sudah sering oknum pedagang tersebut diberi peringatan mulai dari himbauan untuk tidak berdagang di trotoar sampai penertiban dengan cara razia, namun itu tidak membuat mereka jera. Tidak jarang pula ketika mereka berdagang, mereka meninggalkan sampah dagangannya. Untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari, mereka harus bertabrakan dengan peraturan dan hak manusia lainnya.
Begitupun tentang oknum yang memakai trotoar sebagai lahan parkir liar. Ada sejumlah oknum yang memanfaatkan sebagai lahan parkir dan setiap kendaraannya dikenakan biaya. Ada juga yang memang dia hanya ingin parkir saja dengan dalih "kalau saya parkir di jalanan, akan menimbulkan kemacetan". Atau sejumlah oknum yang memakai trotoar sebagai jalan pintas ketika macet dengan dalih "saya buru-buru".
Apa kabarnya dengan para pejalan kaki yang sudah kalian renggut haknya?, apa kabarnya trotoar yang segitu sempitnya kalian pakai untuk kepentingan lain sehingga trotoar rusak dan banyak sampah?.
Padahal, berdasarkan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 pasal 45, definisi trotoar adalah salah satu fasilitas pendukung penyelenggaraan lalu lintas. Pada pasal 131 diatur bahwa pejalan kaki berhak atas ketersediaan fasilitas pendukung yang berupa trotoar, tempat penyeberangan dan fasilitas lain.
Ancaman sanksi bagi pelanggarnya pun atau menggunakan trotoar sebagaimana mestinya antara lain diatur di pasal 274 ayat 2 dimana setiap orang yang melakukan perbuatan yang mengakibatkan gangguan pada fungsi kelengkapan jalan dipidana dengan penjara paling lama satu tahun atau denda paling banyak Rp 24 juta.
Kemudian dilanjutkan pada pasal 275 ayat 1, setiap orang yang melakukan perbuatan yang mengakibatkan gangguan pada fungsi rambu lalu lintas, marka jalan, alat pemberi isyarat lalu lintas, fasilitas pejalan kaki dan alat pengaman pengguna jalan, dipidana dengan kurungan paling lama satu bulan atau denda paling banyak Rp 250.000.
Untuk yang melakukan perusakan, pada ayat 2 dapat dipidana dengan kurungan paling lama dua tahun dan denda paling banyak Rp 50 juta.
Peraturan lain mengenai trotoar diatur pada Peraturan Pemerintah Nomor 34 tahun 2006 tentang Jalan. Berdasarkan pasar 34 ayat 4 disebutkan, trotoar, hanya diperuntukkan bagi lalu lintas pejalan kaki.
Peraturan dibuat untuk ditaati. Katanya banyak yang protes, ingin negara Indonesia maju. Siapapun pemimpinnya, kalau pola pemikirannya saja sudah egois dan tidak mau menghargai hak-hak orang lain, bagaimana negara ini bisa maju.
Dalam hal ini, pemerintah diharapkan peduli terhadap hal kecil, dengan dibenahi trotoarnya menjadi lebih layak dan sesuai standar seperti trotoar yang dampaknya dapat melindungi hak pejalan kaki.
Para oknum pedagang, parkir liar, serta oknum kendaraan bermotor yang sering menggunakan trotoar diharapkan sadar diri, mengindahkan lingkungan trotoar dan saling menghormati hak-hak pejalan kaki. Sehingga trotoar dapat layak dan tidak terabaikan lagi. Dan semakin banyak pula orang yang berjalan kaki ke tujuan yang dekat sehingga dampaknya pun berkelanjutan untuk dapat mengurangi polusi udara..
Alangkah indahnya, apabila kita saling menghargai hak satu sama lain. Dimulai dari hal yang terkecil kita turut membangun Indonesia lebih maju lagi.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H