Mohon tunggu...
layar Mutiara
layar Mutiara Mohon Tunggu... -

Seorang gadis yang beranjak dewasa, mencari jati diri untuk menantang dunia

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Eksistensi Budaya Lokal di Tengah Globalisasi

13 Oktober 2010   01:42 Diperbarui: 26 Juni 2015   12:28 2814
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Saat ini dunia sedang berkembang dalam segala aspeknya, begitu juga dengan kebudayaan begitu mudah menjalar dan bercampur menembus batas wilayah, saat di mana segala bentuk ketidakjelasan mewarnai kehidupan sehari-hari, saat itulah identitas menjadi sesuatu yang paling dicari. Tidak dapat dipungkiri bahwa kemajuan teknologi informasi menjadikan masyarakat begitu mudah dalam menyerap segala hal yang diinginkan, sehingga dapat dikatakan dalam era ini siapa saja dapat memilih berbagai hal dari kebudayaan luar untuk dijadikan gaya hidupnya. Yang tidak dapat dipungkiri adalah bahwa kondisi ini selain membawa dampak positif bagi kemajuan masyarakat juga membawa banyak dampak negatif khususnya dalam eksistensi kebudayaan lokal yang selama ini dianggap menjadi jati diri sebuah bangsa. Di satu pihak kebudayaan global dapat membawa kemajuan diberbagai bidang, dipihak lain telah mengancam eksistensi berbagai bentuk warisan kebudayaan lokal. Saat itulah keambiguan pasti akan menyelimuti diri, sadar maupun tidak. Karena saat itulah identitas kita dipertanyakan, Giddens dalam Chris Barker (2000: 171) berpendapat bahwa identitas diri dapat disebut sebagai proyek. Identitas diri ini terbangun oleh kemampuan untuk melanggengkan narasi tentang diri, sehingga membangun suatu perasaan terus menerus tentang adanya kontinuitas biografis. Identitas berusaha menjawab sejumlah pertanyaan kritis: "Apa yang harus dilakukan? Bagaimana bertindak? Dan ingin jadi siapa?" individu berusaha mengkontruksi suatu narasi identitas koheren di mana membentuk suatu lintasan perkembangan dari masa lalu sampai masa depan yang dapat diperkirakan. Identitas membangun apa yang kita pikir tentang diri kita saat ini dari sudut situasi masa lalu dan masa kini kita, bersama dengan apa yang kita inginkan., identitas harapan kita ke depan. Jadi bila kita tidak menjaga khasanah budaya lokal kita ditengah arus globalisasi. Indonesia adalah Negara yang kaya akan budaya lokal yang perlu dilindungi, karena fakta telah berbicara banyak diantara generasi muda kita tidak paham tentang budaya lokalnya sendiri karena tidak tahu akan identitas diri sebagai bangsa Indonesia, karena gaya hidupnya cenderung meniru budaya barat yang oleh masyarakat dunia dianggap sebagai kiblat. Fenomena yang terjadi saat ini merupakan contoh bahwa keterasingan menyebabkan adanya kesadaran balik. Disadari atau tidak kita merindukan kembali nilai-nilai yang asal. Saat inilah peran pendidikan menjadi pentinig karena merupakan alat yang paling utama dalam menanamkan kembali nilai-nilai kearifan lokal yang selama ini tenggelam dalam kurungan budaya asing. Saat inilah sebuah titik balik untuk kembali menghidupkan roh kebudayaan lokal demi menyongsong kehidupan di masa yang akan datang. Karena merupakan sebuah kewajiban yang tak dipungkiri untuk kita bahwa sebagai sebuah bangsa kita waiib untuk mewariskan nilai-nilai luhur kebudayaan lokal kepada generasi mendatang karena mewariskan kebudayaan yang rusak adalah dosa yang tak terampuni. Fenomena merebaknya budaya - budaya asing tidak pernah bisa ditahan. Dengan semakin canggihnya teknologi maka jarak, ruang dan waktu tidaklah menjadi hambatan sehingga dbanyak kebudayaan lokal yang mulai dilupakan, dan berganti dengan kebudayaan asing yang mulai tidak asing lagi. Berikut merupakan kebudayaan lokal dari daerah - daerah di Indonesia yang perlahan tapi pasti mulai ditinggalkan. Tarian kuda Gepang dari Banjarmasin Di Kalimantan selatan banyak terdapat tari yang menjadi ciri khasnya. Salah satu tari tersebut, tari Kuda Gepang. Propertinya menyerupai kuda dan dibuat menjadi tipis seperti lembaran atau gepang.  Tari ini berkembang di daerah Banjar Hulu dan juga merambah hingga daerah Banjar Kuala.Penari Kuda Gepang selalu berpasang-pasangan. Dan biasanya, tari ini ditampilkan dalam rangkaian acara perkawinan masyarakat Banjar, yaitu Bausung Panganten. . Dan tari ini sering ditampilkan pada berbagai acara masyarakat sebelum tahun 1960- an.sekarang bahkan sudah jarang sekali orang yang tahu atau mengenal tarian ini. Massenggo di Tanah Luwu Sulawesi Tanah Luwu termasuk salah satu daerah yang kaya akan kesenian tradisional. Namun satu persatu kesenian tradisional mulai punah, seiring dengan perkembangan zaman. Massengo, salah satu kesenian tradisional, kesenian itu merupakan perpaduan tiga unsur kesenian yaitu seni suara, seni tari, dan bela diri tradisional. Sebagai kesenian yang sudah ditinggalkan masyarakat dan hampir punah. Di masa lalu, kesenian tersebut dijadikan alat pemersatu dari tiga daerah di Sulsel yaitu, Luwu, Bugis, dan Makassar. Di kalangan masyarakat kebanyakan, Massengo menjadi keharusan dalam setiap upacara atau ritual kesyukuran, misalnya menyambut pesta panen maupun mendirikan rumah.

Tradisi Lebaran Subuh Warga Lembak dari Bengkulu

Tradisi "Lebaran Subuh" yang dulu dilakukan warga Lembak, Kota Bengkulu, kini mulai ditinggalkan masyarakat setempat. Lebaran Subuh itu biasanya dilakukan setelah Shalat Subuh dengan berkunjung ke orang tua dan sanak famili terdekat, Budaya "Lebaran Subuh" itu sudah dilakukan sejak nenek moyang yang saat itu jarak antara desa masih sangat jauh, sehingga setelah subuh berangkat dari rumah untuk berlebaran kepada tua-tua. Namun pada Idul Fitri 1431 Hijriah, kebiasaan itu sudah mulai ditinggalkan. Sekarang anak-anak justru sudah tidak mau melakukan hal itu karena dianggap merepotkan. Sekarang, "Lebaran Subuh" sekarang hanya dilakukan oleh sejumlah orang generasi tua. Bima Rawa Mbojo ( Nyanyian Bima )dari NTB yaitu sebuah pertujukan nyanyian yang diiringgi biola nyanyian yang berisi pantun-pantun. Pantun-pantun tersebut mulai pantun nasehat, pantun sejarah sampai pantun improvisasi yang mengambarkan situasi, atau suatu obyek ,dahulu hampir tiap malam pertunjukan itu  di tiap Desa, dan selalu digemari mulai anak-anak, remaja sampai orang tua, itulah gambaran kondisi kota Bima 5 tahun yang lalu. Masyarakat dapat semalam suntuk tak beranjak dari tempatnya menikmati alunan lagu Bima dengan iringan khas Biola yang mendayu-dayu. Namun kondisi saat ini jauh berbeda. Pertunjukan lagu Bima sudah menjadi barang langka tergantikan pertunjukan orgen tunggal dengan lagu dangdut yang meriah dengan " KEONG RACUN"Anak-anak muda, Remaja 5 atau 10 tahun lalu pandai melantunkan pantun-pantun Bima, saat ini mereka hafal syair lagu Justi Beiber, serta penyanyi populer lainnya. Pagelaran Wayang dari Pulau Jawa dan Bali Wayang dikenal sejak zaman prasejarah yaitu sekitar 1500 tahun sebelum Masehi. Masyarakat Indonesia memeluk kepercayaan animisme berupa pemujaan roh nenek moyang yang disebut hyang atau dahyang, yang diwujudkan dalam bentuk arca atau gambar. Wayang merupakan seni tradisional Indonesia yang terutama berkembang di Pulau Jawa dan Bali. Pertunjukan wayang telah diakui oleh UNESCO pada tanggal 7 November 2003, sebagai karya kebudayaan yang mengagumkan dalam bidang cerita narasi dan warisan yang indah dan sangat berharga (Masterpiece of Oral and Intangible Heritage of Humanity). Ada versi wayang yang dimainkan oleh orang dengan memakai kostum, yang dikenal sebagai wayang orang, dan ada pula wayang yang berupa sekumpulan boneka yang dimainkan oleh dalang. Wayang yang dimainkan dalang ini diantaranya berupa wayang kulit atau wayang golek. Cerita yang dikisahkan dalam pagelaran wayang biasanya berasal dari Mahabharata dan Ramayana Dahulu Pagelaran wayang selalu menjadi hiburan yang menarik bagi generasi tua maupun muda. Sekarang pagelaran wayang tidak lagi menjadi primadona, banyak orang lebih memilih menonton tv atau bermain internet sebagai hiburan daripada menonton wayang yang bagi mereka sangat membosankan. Pakaian tradisional Bima yang disebut Rimpu dari NTB Rimpu yakni pakaian sejenis penutup kepala yang kainnya berupa kain sarung Nggoli ,kain sarung tenunan asal Bima yang dililitkan dikepala dan menutupi kepala, kecuali muka. Pakaian ini 5 atau 10 tahun lalu diguanakan secara luas seperti di pasar serta ditempat-tempat umum lainnya. Namun saat ini kita akan kesulitan menemukan orang yang mengunakan Rimpu. Pakaian tradisional Kebaya dari Pulau Jawa Baju Kebaya adalah pakaian tradisional yang dikenakan oleh wanita jawa yang dibuat dari kain kasa yang dikenakan dengan sarung, batik, atau pakaian tradisional yang lain seperti songket dengan motif warna-warni. Namun sekarang telah bayak ditinggalkan, karena dianggap kuno dan tidak efisien waktu. Wanita Indonesia hanya bisa memakai kebaya ketika merayakan hari Kartini, namun jauh mengerti dari nilai - nilai dari Hari Kartini sendiri.

Bahasa Jawa

Bahasa Jawa adalah bahasa ibu bagi oaring Jawa. bahasa Jawa secara kualitas masih tetap baik, namun secara kuantitas penggunaan bahasa Jawa mulai berkurang. Faktor pendidikan baik di keluarga maupun sekolah serta medialah yang  menyebabkan penggunaan bahasa Jawa di kalangan masyarakat mulai menurun. Sekarang Masyarakat Jawa sendiri lebih banyak mendidik anak mereka berbahasa Indonesia atau mempelajari bahasa asing daripada mengajarkan anak berkomunikasi dengan menggunakan bahasa Jawa, Hal inilah yang menjadikan anak-anak yang menjadi penerus budaya hanya akan merasa terpaksa mempelajari dan menggunakan bahasa Jawa. Bahasa Aceh Bahasa Aceh merupakan bahasa regional (daerah) yang sangat rentan lenyap di masa depan. Bahasa nasional sendiri sekarang sangat banyak mengalami pencampuran dengan bahasa daerah (bukan tercampur dengan bahasa daerah Aceh). Di Indonesia, bahasa Aceh termasuk bahasa paling lemah, rentan lenyap ditikam bahasa nasional dan internasional, apalagi kini sebagian masyarakat aceh sendiri menganggap bahasa aceh adalah bahasa yang kampungan. Gambaran - gambaran diatas menunjukan betapa satu demi satu kekayaan budaya lokal kita dalam proses kepunahan. Haruslah  ada langkah-langkah konkrit pelestarian budaya daerah seperti telah dikemukakan bahwa budaya daerah akan punah apabila tidak ada upaca pelestarian. Pertanyaannya kemudian apakah langkah-langkah konkrit nyata yang harus dilakukan? Kapan Pelaksanaan? Dimana?  bagaimana dan siapa yang bertangung jawab  melaksanakan pelestarian bubaya daerah tersebut? Paling tidak ada langkah-langkah strategis yang dapat ditempuh dalam upaya pelestraian budaya daerah yaitu melalui jalur pendidikan dan pariwisata. Pertama jalur Pendidikan, dalam hal ini memasukan budaya daerah ke dalam kurikulum sekolah sejak TK sampai SMA. Dengan memasukan budaya daerah kedalam kurikulum pendidikan dasar dan menengah maka anak-anak akan mengenal budaya daerah mereka. Apabila sudah mengenal kemudian diajarkan bagaimana bentuk dan pelaksanaan budaya tersebut dalam praktek secara terus menurus dari TK sampai SMA diharapkan budaya daerah akan meresap dan dihayati oleh anak-anak. Selanjutnya anak-anak timbul rasa cinta kepada budaya daerah mereka. Menanamkan rasa cinta terhadap budaya sangat penting. Dengan rasa cinta terhadap budaya daerah sangat penting. Dengan rasa cinta inilah nantinnya akan menjadi bekal kedepan dalam bentuk action (tindakan) untuk berkarya dan menampilkan budaya tersebut dalam kehidupan sehari-hari. Cinta budaya juga akakn menjadi benteng pelindung gencarnya  gempuran pengaruh budayah global. Kedua melalui jalur Pariwisata. Khasanah kekayaan budaya daerah yang kita miliki harus diberikan peluang , ruang gerak yang seluas-luasnya. Salah satunya mengadakan kegiatan  pariwisata. Dalam hal ini perlunya campur tangan pemerintah daerah dalam merancang agenda pariwisata. Pentas budaya seperti dalam pembahasan ini mengenal lagu bima ( rawa mbojo )  dan pakaian Bima ( rimpu ) perlu secara berkala dan kontinyu ditampilkan dalam pentas tersebut. Sedapat mungkin acara-acara budaya mengikut sertakan masyarakat luas. Kapan mulai dan siapa yang bertangung jawab? Berkaitan dengan waktu pelaksanaan tentu lebih cepat lebih baik. Lebih cepat masuk dalam dan lebih cepat masuk agenda pariwisata lebih baik, karena akan cepat menangulangi punahnya budaya daerah. Pelestariaan budaya daerah adalah tangung jawab masyarakat dan pemerintah dan pemiliknya. Masyarakat dan pemerintah setempat paling bertangung jawab atas berkembang tidaknya budaya daerah . Lembaga dan instansi pendidikan dan kebudayaan sebagai motor pengeraknya didukung instansi pemerintah yang mempromosikannya. Sinergi atau kerja sama bidang pendidikan dan pariwisata sangat ideal dalam rangka pelestarian budaya daerah. Sekarang waktu yang tepat memulainya, bila tidak maka satu demi satu budaya daerah akan segera punah. Pada akhirnya bila tidak dipedulikan maka kita akan terasing budaya kita sendiri. Yang lebih mengkhawatirkan kita akan tercabut dari akar budaya kita dan tidak lagi memiliki jati diri, identitas secara kultural ( budaya ). Dengan melestarikan budaya daerah akan menjadi modal utama dalam mewujudkan budaya dan identitas nasional.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun