Banyak orang yang masih beranggapan bahwa kopi adalah minuman untuk pria saja. Menurut mereka, kopi adalah minuman yang terlalu maskulin untuk perempuan. Tak heran jika masih banyak orang yang merasa heran ketika melihat perempuan minum kopi.
Hal itulah kesan yangsaya dapat dari teman-teman ketika saya minum kopi. Saya memang pecinta kopi. Ketika saya dan para sahabat ngumpul di warung kopi, saya selalu memesan kopi hitam. Ketika kami bertamu ke rumah seseorang dan tuan rumah menawarkan minuman, saya memilih kopi. Dan ketika saya berkunjung ke daerah baru, terutama di pedesaan, yang pertama saya tanyakan adalah produksi kopi di daerah tersebut. Kebiasaan ini membuat teman-teman sering menertawakan saya.
Bagi saya, kopi bukan sekedar minuman untuk kaumpria. Saya sudah terbiasa meminum kopi di setiap kesempatan. Pada pagi hari setelah sarapan, saya selalu menyeduh kopi. Saat menulis, saya selalu ditemani kopi. Begitu pula saat ngumpul bersama teman, pasti saya selalu memesan secangkir kopi.
Saya tidak serta merta menjadi penikmat kopi. Bukan karena mengikuti tren atau karena terbiasa bergaul dengan para penikmat kopi. Banyak teman yang tidak percaya ketika saya bercerita bahwa saya telah mulai minum kopi sejak balita. Kedengarannya memang tidak masuk akal, tapi memang begitulah kenyataannya.
Ceritanya, ayah saya adalah penikmat kopi. Setiap pagi, Ibu akan membuatkan secangkir kopi untuknya. Ayah saya punya cangkir kopi khusus, yang tak pernah digunakan orang lain di rumah kami. Ketika sedang minum kopi, ada satu kebiasaan ayah saya yang sering membuat ibu saya kesal: ayah selalu memanggil saya mendekat, dan mengajak saya minum kopi bersamanya. Saya tidak tahu beraapa umur saya ketika itu. Yang pasti, saya belum bersekolah. Ibu saya bilang, ayah sudah mengajak saya minum kopi sejak berumur sekitar 2 tahun.
Jika hal itu terjadi, ibu saya akan mengomel: “Ah, kamu ini bagaimana sih. Dia kan masih kecil, belum harusnya dikasih minum kopi.” Tapi setiap kali ditegur, ayah saya hanya tertawa terkekeh-kekeh. Dan ia tetap tidak mengubah kebiasaannya mengajak saya minum kopi secangkir berdua. Dan saya senang-senang saja, sebab sejak pertama kali minum, seingat saya, saya sangat suka rasanya.
Saya sangat mengerti kebiasaan ayah tersebut. Mungkin karena ia terlalu menyayangi saya, maka apa pun yang ia makan atau minum, selalu dibagi dengan saya. Jika saya tidak ada di rumah, ayah akan menyisakan setengah makanannya untuk saya.
Namun rupanya ibu saya pun lelah mengomeli kebiasaan ayah tersebut. Menginjak remaja hingga dewasa, setiap kali ibu membuatkan sarapan, ia akan bertanya, saya ingin dibuatkan kopi atau minuman lain. Karena saya selalu meminta dibuatkan teh, lama-kelamaan Ibu mulai mengerti kebiasaan saya. Ibu tak lagi bertanya jika ingin membuatkan minuman pada saat sarapan. Ia akan langsung membuatkan secangkir kopi untuk saya.
Dan kini, meminum secangkir kopi setiap hari sudah menjadi kebiasaan yang tak bisa saya hentikan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H