Penelitian ini dibiayai oleh BPDPKS melalui pungutan ekspor yang dikumpulkan dari para pelaku usaha sawit. Menurut Nursidik Istiawan, Analis Pusat Kebijakan Pendapatan Negara Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan (PKPN BKF Kemenkeu), sekitar 58% dari produksi CPO Indonesia diekspor, dengan produk turunan yang mendominasi ekspor, menunjukkan keberhasilan kebijakan hilirisasi tersebut.
Program Insentif Biodiesel yang dikelola oleh BPDPKS sejak tahun 2015 bertujuan untuk menjaga stabilitas harga CPO, mendorong kemandirian dan ketahanan energi nasional, mengurangi emisi gas rumah kaca, serta menghemat devisa dari penurunan impor solar. Hingga tahun 2021, program ini telah mendistribusikan biodiesel sebanyak 33,07 juta KL, yang mengakibatkan penghematan devisa sebesar Rp 209,62 triliun karena pengurangan kebutuhan impor bahan bakar minyak jenis solar.Â
Selain itu, Program ini juga membantu mengurangi emisi gas rumah kaca sekitar 49,45 juta ton CO2e. "Dengan tren kenaikan harga minyak dunia dan harapan untuk normalisasi harga CPO, diharapkan perbedaan harga antara biodiesel dan solar pada tahun 2022 akan lebih menguntungkan," tambah Eddy.
Pengumpulan Pungutan Ekspor: BPDPKS mengelola pungutan yang dikenakan pada ekspor minyak sawit mentah (CPO) dan produk turunannya. Dana yang terkumpul digunakan untuk berbagai program yang mendukung pengembangan sektor sawit.Â
Dengan mendorong hilirisasi industri sawit, BPDPKS berkontribusi pada peningkatan nilai tambah produk yang pada gilirannya dapat meningkatkan penerimaan pajak dari sektor ini.Â
Dana yang dikelola BPDPKS digunakan untuk penelitian dan pengembangan, yang dapat meningkatkan produktivitas dan efisiensi sektor sawit, serta menciptakan lapangan kerja baru, yang pada akhirnya berkontribusi pada pertumbuhan ekonomi dan penerimaan negara.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H