Mohon tunggu...
Darwis Kadir
Darwis Kadir Mohon Tunggu... pegawai negeri -

Hanya ingin bercerita tentang sebuah kisah.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Dari Penyadap hingga Tuak Pahit yang Fenomenal

14 Maret 2018   08:06 Diperbarui: 15 Maret 2018   00:57 3146
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Penggunaan kayu bakar yang mengorbankan pohon-pohon,menebang dan mengeringkannya. Setiap hari dalam jumlah yang cukup banyak. Butuh tenaga ekstra.

Berbanding dengan pembuatan tuak pahit,hanya dengan menyimpannya pada wadah tertentu seperti ember atau tempayan. Mencampurnya dengan kulit kayu tertentu. Tinggal ditutup dengan kain. Selesai. Menunggu beberapa hari agar rasanya pahit. Setelah itu siap dijual. Tentunya dengan sembunyi-sembunyi.

Penjualan tuak pahit atau miras telah diatur dalam perda masing-masing daerah. Secara spesifik diatur tentang merk miras yang boleh dijual dan tempat yang boleh menjualnya. 

Jenis minuman yang dilarang serta penjualnya dapat ditindak dengan aturan Perda. Walau sebenarnya semua minuman yang memabukkan dilarang diproduksi dan dijual secara umum. Terkait lagi dengan payung hukum yang mesti menjadi landasan terkuat dalam menyikapi fenomena ini.

Dalam hukum agama islam, sesuatu yang memabukkan itu masuk dalam jenis Khamr. Dalam surah al Maidah ayat 90 dan pada Hadits riwayat Muslim. Jenis minuman yang memabukkan zaman dulu sampai pada jenis minuman terbaru memabukkan.

Pada intinya sebuah aturan yang ada bertujuan untuk keselamatan manusia. Bagi yang mengamalkan ini tentulah jalan keselamatan ada pada dirinya.

Kembali pada penyadap nira yang lebih memilih menjadikan tuak perlu pendekatan emosional. Bisa saja kondisi ekonomi mereka yang membuat mereka memilih jalan ini. Salah satu cara yang pernah ditempuh di daerah kami adalah memberikan bantuan modal usaha dengan syarat meninggalkan usaha pembuatan tuak pahit. Mereka semua yang berprofesi penyadap di data.

Namanya juga manusia ada yang kemudian menyadari akibatnya,namun ternyata ada juga yang diam-diam terus memprosesnya. Buktinya minuman tuak pahit ini masih ditemui di berbagai tempat.

Para pembuat tuak pahit mendapatkan tempat di hati para konsumennya. Seandainya tidak,maka tuak pahit produksi mereka tidak laku dalam artian tidak ada yang membelinya. Perlahan-lahan usaha ini akan mati sendiri. Mereka akan beralih kembali jadi pembuat gula merah.

Mereka ini punya andil dalam setiap tindakan kriminal yang terjadi dalam lingkungan masyarakat. Sebuah kewajiban stake holder untuk menekan angka tindakan kriminal yang penyebabnya miras. 

Memutus mata rantai penyadap,penjual sampai kepada peminum.Jika ini tak tertangani dengan baik,pastinya kita menunggu imbasnya. Kejadian apa yang akan terjadi selanjutnya?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun