Mohon tunggu...
Darwis Kadir
Darwis Kadir Mohon Tunggu... pegawai negeri -

Hanya ingin bercerita tentang sebuah kisah.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Satu-satunya di Indonesia, Tidak Percaya?

6 Maret 2018   19:08 Diperbarui: 6 Maret 2018   19:16 483
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Jumlah mereka yang tak bisa lebih 10 menjadi pertanyaan yang mengusik. Menurut masyarakat bahwa ketika sampai pada jumlah 10 yang lainnya akan meninggal. Dan kenyataan sekarang memang jumlah rumpun keluarga ini hanya tersisa 6 orang dari dua keluarga. Perlu melihat perkembangan untuk masa yang akan datang apa tidak sampai 10 orang ataukah rumpun to balo akan hilang. Menjadi manusia berkulit normal. Salah satu solusinya adalah menikah dengan manusia berkulit normal.

Kini walau hanya tersisa 6 orang,mereka sudah berbaur dan berinteraksi dengan masyarakat lain. Dalam kehidupan sosial masyarakat pun tak menganggap bahwa rumpun to balo adalah manusia yang perlu dikucilkan.

Terbukti rumpun keluarga to balo ini mulai terlibat dalam kegiatan kemasyarakatan,mereka pun menerima teknologi dan memamfaatkannya. Hal ini berkat program inklusi sosial pemerintah desa dalam menghilangkan perbedaan-perbedaan yang berdasar atas berbagai perbedaan fisik yang ada.

Berkat inklusi sosial ini,salah satu rumpun keluarga ini dilibatkan dalam proses pemilukada sebagai hansip pengamanan. Anggota keluarga pun mendapatkan bantuan dari pemerintah seperti alat pertanian dan perumahan serta bantuan sosial Program Keluarga Harapan pengentasan kemiskinan.

Anak generasi mereka pun mulai bersekolah menuntut ilmu. Tulisan ini mencoba membantah berbagai kabar tentang keberadaan rumpun keluarga ini. Pertama,mereka bukan suku namun hanya rumpun keluarga. Mereka tetaplah bersuku Bugis.

Kedua,mereka bukan komunitas terasing. Sarana dan prasarana jalan dan jembatan untuk menjangkau rumah mereka telah tersedia. Ketiga, mereka tidak kebal senjata tajam menurut penuturan mereka serta kesaksian masyarakat sekitar.

Mereka hidup dari pertanian dan proses pembuatan gula aren.Menikmati kehidupan mereka sebagai masyarakat daerah pelosok yang hidup sederhana. Bercengkerama dengan keluarga kecilnya disela-sela jeda dalam rutinitas pekerjaan.

Dokumen pribadi
Dokumen pribadi
To balo ini seperti ikonnya kota Barru,berbagai golongan masyarakat dari pelajar,mahasiswa dan umum kerap datang dengan berbagai tujuan. Ada yang ingin melihat secara langsung,ada yang melakukan penelitian serta pemberian bantuan sosial.

Tak heran dalam setiap bulan, ada-ada saja masyarakat yang datang berkunjung. Dan setiap yang datang akan dilayani dengan ramah dan disuguhi tuak manis.

Dokumen pribadi
Dokumen pribadi
Dari lembah pegunungan bulu Pao,mereka merajut asa demi kehidupan yang lebih baik. Ketika pun mereka keluar kampung mencari rezeki di masa pasca panen,mereka merindukan keluarga mereka di kaki-kaki bukit itu.

Keluarga yang ditinggalkan pun akan selalu menunggu dengan setia. Mereka bersenandung tentang keindahan lingkungan mereka. Sebuah senandung merdu dari tanah bentong.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun