Entah kenapa kemudian orang begitu hebohnya dan bernafsu mengejar pemberian dari pemerintah ?. Padahal pemerintah memberikan bantuan pastinya sesuai dengan kriteria tertentu.Baik itu terkait pelayanan pendidikan,kesehatan maupun layanan sosial lainnya.
Salah satu contohnya beras miskin. Ada kisah menarik dari tetangga yang cerita ditengah kami gotong royong menebang bambu cor untuk masjid. Seseorang mampir di tokonya dan bertanya prosedural mendapatkan raskin ini. Teman ini merasa risih ketika dia mengetahui orang ini tak masuk kategori miskin. Hidupnya tergolong sejahtera menurut kaca mata orang sekitarnya.
Dengan semangat teman tadi merespon pertanyaan dengan jawaban menggelitik.
"Mauki tahu caranya dapat raskin ?"
"Iye"
"Pulangmaki di rumahta shalat dan berdoa"
"Lantas....?" Penasaran mendengar ucapan teman pemilik toko.
"Iya shalatki dan berdoa khusyuk"
"Apa doanya ?"
"Mintaki sama Allah agar dia jadikanki orang miskin"
"Lah maksud sampeyan apa toh ?" Tambah penasaran.
"Maksudnya mauki dapat beras raskin,jadikan dirita miskin,karena raskin untuk orang miskin" lanjut si pemilik toko.
"Begitu toh ?" Pasang muka ongol pamit sembari menggaruk kepalanya.
Terlalu banyak hal kecil disekitar kita bisa jadi anekdot lucu tetapi gaungnya bisa mengena keseharian kita. Maka setidaknya ada pembelajaran terselip di antaranya.Patutlah kita merenung walau sejenak ternyata ambisi terkadang membutakan akal pikiran dan rasio kita sebagai mahkluk bernama MANUSIA.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H