Mohon tunggu...
Kosmas Lawa Bagho
Kosmas Lawa Bagho Mohon Tunggu... Auditor - Wiraswasta

Hidup untuk berbagi dan rela untuk tidak diperhitungkan, menulis apa yang dialami, dilihat sesuai fakta dan data secara jujur berdasarkan kata hati nurani.

Selanjutnya

Tutup

Money

Manajemen Karier, Kinerja, dan Retensi Individual dalam Bisnis

26 Oktober 2017   10:19 Diperbarui: 26 Oktober 2017   10:28 4979
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

1 Pendahuluan

Awal abad ke-20, perusahaan atau lembaga bisnis mulai menjadikan Sumber Daya Manusia (SDM) sebagai sesuatu yang penting dan sumber daya utama terbentuk adanya departemen SDM yang sebelumnya lebih dikenal istilah Manajemen Personalia. Periode ini, perusahaan mulai membentuk dapartemen atau devisi SDM di dalam lembaganya dengan peran yang sangat strategis.

Manajemen SDM dibutuhkan untuk menjawab persoalan perusahaan atau lembaga bisnis dalam upaya meningkatkan produktivitas agar mampu bertahan pada pasar kompetitif atau pun berimpian menjadi 'leader' pasar baik dalam bentuk modal maupun jasa sebagai 'leading sector' pelayanannya.

Manajemen yang dibutuhkan perusahaan atau lembaga bisnis, tentu sangat luas dan bervariasi apalagi perusahaan atau lembaga bisnis menghadapi tantangan lingkungan usah yang terus berubah secara dinamis dan kadang tak dapat diduga sebelumnya. Saat ini, penulis hanya memfokuskan diri pada tiga bagian besar dari muatan substansi Sumber Daya Manusia (SDM) yakni Manajemen Karier, Kinerja dan Retensi Individual.


Untuk menjadi 'leader' pasar, mau tidak mau, suka tidak suka, manajemen karier, kinerja dan retensi individual manajemen puncak maupun karyawan menjadi aset yang lebih berharga selain aset lain di dalam perusahaan atau bisnis. Galbraith menulis,"Uang yang menggerakkan masyarakat industri. Namun dalam masyarakat informasi, penggerak dan kekuatan utamanya adalah pengatahuan. Sekarang kita bisa melihat sebuah struktir golongan masyarakat baru yang dibedakan oleh mereka yang memiliki informasi dan mereka yang harus mundur karena kebodohannya. Golongan masyarakat baru ini mendapatkan kekuatan bukan dari uang, bukan dari tanah tetapi dari pengatahuannya" (John Kennet Gablbraith dalam Anthony Robbins, 2014:6).

Perusahaan atau lembaga bisnis yang lalai memperhatikan 'setali tiga uang' manajemen karier, kinerja dan retensi individual sudah hampir pasti tidak akan bertahan dan tidak mampu bersaing dengan perusahaan atau lembaga bisnis lain yang semakin mengglobal saat ini. Apalagi tahun 2015, perusahaan atau lembaga bisnis harus sudah berhadapan dengan MEA 2015 dan pasar global lainnya.

               
MEA 2015 dan pasar global lainnya mengandaikan kualitas SDM perusahaan atau bisnis terutama manajemen karier, kinerja dan retensi individual perusahaan sudah sangat siap dan berkualitas. Manajemen karier, kinerja dan retensi individual adalah sesuatu yang 'inheren' dalam perusahaan atau bisnis.


Berbicara mengenai manajemen karier, kinerja dan retensi individual sesungguhnya adalah keseluruhan pekerjaan yang dilakukan dan jabatan yang dipangku seseorang selama berkarya. Manajemen karier memberikan pemahaman kepada karyawan akan tiga hal penting.

Pertama, sasaran karier yang ingin dicapai apabila karyawan mampu bekerja secara produktif, loyal kepada perusahaan, menunjukkan perilaku yang berkualitas serta mampu bertumbuh dan berkembang dalam keharmonisan perusahaan. Kedua, perencanaan karier dalam arti keterlibatan karyawan dalam memilih jalur dan sasaran kariernya. Ketiga, kesediaan mengambil langkah-langkah yang diperlukan dalam rangka pengembangan karier sambil berkarya (Sondang P. Siagian, 2014:206).


Manajemen kinerja berkaitan dengan perencanaan kinerja, pengelolaan kinerja, penilaian kinerja dan penghargaan kinerja. Setiap perusahaan atau bisnis mengharapkan agar karyawannya memiliki kinerja yang baik untuk membantu perusahaan mencapai sasarannya dan mampu bersaing pada pasar global.


Manajemen kinerja mencakup lima aspek yakni mengintegrasikan kinerja dari semua pihak yang terlibat di dalam perusahaan, melibatkan semua pihak (tidak hanya atasan) dalam pengelolaan kinerja, mengintegrasikan semua proses dalam manajemen kinerja dengan fokus menjalankan bisnis, menggunakan proses yang sistematis yang dapat memenuhi kebutuhan administrasi dan kebutuhan bisnis secara keseluruhan serta memfokuskan pada peningkatan kinerja pada masa yang akan datang (Rojuaniah, tanpa tahun).


Sementara retensi individual berkaitan dengan keputusan karyawan untuk bertahan pada perusahaan atau keluar dari perusahaan yang ia bekerja. Retensi atau pemeliharaan karyawan (individual) merupakan kemampuan perusahaan untuk mempertahankan karyawan potensial yang dimiliki perusahaan untuk tetap loyal terhadapat perusahaan (Murti Sumarni, 2011) sehingga 'turnover' (keluar atau berhentinya karyawan secara sukarela) rendah dan tidak ada sama sekali. Semakin rendahnya turnover maka semakin tinggi retention. Artinya semakin baik perusahaan dalam memelihara karyawannya terutama karyawan yang memiliki potensi berlebih sehingga perusahaan bersangkutan semakin efisien dalam upaya pengembangan SDM para karyawannya.


Perusahaan yang baik adalah perusahaan yang sangat memperhatikan manajemen karier, kinerja dan retensi individual perusahaannya demi tercapainya visi, misi, tujuan dan program perusahaan atau lembaga bisnis yang bersangkutan.

Manajemen karier, kinerja dan retensi individual dalam perusahaan atau bisnis memiliki konsep dan pengertian yang beragam tergantung persepsi dan pemahaman setiap pakar manajemen SDM menyorotinya. Untuk memudahkan pemahaman tentang hal tersebut maka dalam penulisan ini perlu diberikan pembatasan pengertian atau konsep yang menjadi titik start pembahasan lebih lanjut.

2 Manajemen Karier, Kinerja dan Retensi Individual dalam Konsep


2.1 Manajemen Karier


Manajemen karier mencakup berbagai konsep yang masih sampai saat ini sering diperdebatkan definisi finalnya. Kendati demikian, manajemen karier senantiasa berhubungan dengan karier, jalur karier, tujuan dan sasaran karier, perencanaan karier, manajemen karier dan konseling karier (Muhammad Tasrifin, tanpa tahun).


Para pakar kadang mendefenisikan karier sebagai perjalanan pekerjaan seorang pegawai di dalam organisasi. Haneman et al., (1983) dalam Muhammad Tarifin (tanpa tahun) menulis,"Perjalanan karier seorang pegawai dimulai pada saat ia menerima pekerjaan di suatu organisasi. Perjalanan karier ini mungkin akan berlangsung beberapa jam saja atau beberapa hari atau mungkin berlanjut sampai 30 atau 40 tahun kemudian. Perjalanan karier ini mungkin berlangsung di satu pekerjaan di suatu lokasi atau melibatkan serentetan pekerjaan yang tersebar di seluruh negeri atau bahkan di seluruh dunia".


Karier juga didefenisikan sebagai seluruh pekerjaan yang dimiliki atau dilakukan oleh individu selama masa hidupnya. Karier merupakan pola dari pekerjaan dan sangat berhubungan dengan pengalaman (posisi, wewenang, keputusan dan interpretasi subjektif atas pekerjaan) dan aktivitas selama masa kerja individu (Rivai dan Sagala, 2011:266).


Hal senada dengan apa yang dikemukan Walker (1980) dalam Tasrifin (tanpa tahun) mengatakan bahwa bagi pegawai, karier bahkan dianggap lebih penting dari pada pekerjaan itu sendiri. Seorang pegawai bisa saja meninggalkan pekerjaannya apabila merasa prospek kariernya buruk. Sebaliknya, pengawai tertentu akan tetap rela bekerja pada pekerjaan yang tidak disukainya asal ia tahu bahwa ia mempunyai prospek cerah dalam kariernya. Bagi perusahaan, kejelasan perencanaan dan pengembangan karier pegawai akan membawa manfaat langsung terhadap efisiensi manajemen.


Manajemen karier senantiasa berkaitan dengan orang, aktivitas, lembaga, sistem atau mekanisme serta prospek masa depan karier dalam sebuah pekerjaan. Untuk itu, majamen puncak atau owner senantiasa memperhatikan manajemen karier karyawan secara lebih serius, teratur dan terprogram demi peningkatan performance SDM karyawannya dan nilai perusahaannya (value firm).

2.2  Manajemen Kinerja


Konsep manajemen kinerja juga tidak pernah tuntas dan seragam. Istilah 'kinerja' berasal dari kata bahasa Inggris job perfromance atau actual performance atau work outcome. Arnold dan Bosshoff (2001) dalam Noermijati (2013:40) menggunakan istilah employee job performance, Chirumbolo & Areni (2005) serta Walker (1992) menggunakan term job performance yang artinya kinerja dipengaruhi oleh bagaimana tanggapan seseorang terhadap suatu kondisi yang mempengaruhi pekerjaan mereka.

 
Hal lain yang diungkapkan Mangkunegara (2000) mendefenisikan kinerja sebagai hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh seorang pegawai dalam melaksanakan sesuai dengan tanggungjawab yang diberikan kepadanya. Soeprihanto (1988) menyatakan bahwa kinerja adalah hasil kerja seseorang karyawan selama periode tertentu dibandingkan dengan berbagai kemungkinan misalnya standar, target/sasaran atau kriteria yang telah ditentukan terlebih dahulu dan telah disepakati bersama.


Sementara itu, Bernardin dan Russel (2000) dalam Noermijati (2013) menyatakan bahwa kinerja adalah catatan perolehan yang dihasilkan dari fungsi suatu pekerjaan tertentu atau kegiatan selama satu periode pekerjaan tertentu. Rivai (2008) menulis,"Kinerja merupakan perilaku nyata yang ditampilkan setiap orang sebagai prestasi kerja yang dihasilkan oleh karyawan sesuai dengan perannya dalam perusahaan".


Atas dasar pengertian tersebut maka dapat dirumuskan bahwa kinerja adalah hasil kerja nyata yang dicapai seseorang pegawai dalam periode tertentu melaksanakan tugas dan tanggungjawab yang dipercayakan kepadanya sesuai dengan kriteria dan tujuan yang telah ditetapkan.


2.3 Retensi Individual


Setali tiga uang dengan manajemen karier dan kinerja, retensi individual memiliki batasan yang bervariasai. Salah seorang pakar SDM, Murti Sumarni (2011) menyatakan bahwa retensi karyawan atau pemeliharaan karyawan atau employee retention adalah kemampuan perusahaan untuk mempertahankan karyawan potensial yang dimiliki perusahaan untuk tetap loyal pada perusahaan.

Lebih lanjut Murti menjelaskan dalam penelitiannya bahwa employee retentionmemiliki hubungan yang sangat erat dengan employee turnover. Employee retention buruk akan meningkatkan employee turnover secara negatif mempunyai dampak pelayanan terhadap pelanggan (konsumen), standar produksi kerja serta profitabilitas. Hal ini hampir senada dengan hasil penelitian Abelson & Baysinger (1984) serta Back (2004) dalam Murti (2011) yang menyatakan hubungan antara employee retention terhadap kinerja sangatlah kompleks, terdapat bukti bahwa kinerja dapat menurun jika employee retention karyawan buruk dan ada kemungkinan terdapat stagnasi karyawan apabila turnover yang terlalu tinggi.

Retensi individual sangat bergantung pada perhatian dan perhargaan yang sepantasnya dari perusahaan atau lembaga bisnis terhadap para kinerja karyawannya terutama karyawan-karyawan potnsial. Penghargaan diberikan secara optimal tentu karyawan akan bertahan dan memberikan kontribusi terbaik terhadap lembaga atau perusahaan. Sebaliknya, apabila perusahaan tidak memperhatikan kinerja karyawan secara proporsioanl apalagi karyawan potensial maka karyawan bersangkutan akan meninggalkan perusahaan bersangkutan. Retensi individual juga berkaitan erat dengan keluar masuknya karyawan pada suatu perusahaan.

Makin kecil keluar masuk karyawan berarti retensi individualnya makin baik, makin besar keluar masuknya karyawan berarti retensi individual perusahaan bersangkutan makin buruk. Untuk itu, manajemen puncak dan owner perusahaan sungguh memiliki konsentrasi dan perhatian yang tidak kecil pada persoalan ini.

3Tujuan dan Manfaat Manajemen Karier, Kinerja dan Retensi Individual

Setiap kegiatan sekecil apa pun tentu memiliki tujuan dan manfaat. Demikian juga dengan manajemen karier, kinerja dan retensi individual di dalam perusahaan atau lembaga bisnis. Memiliki tujuan dan manfaat agar apa pun itu dapat dilaksanakan secara konsisten dan penuh komitmen. Sondang P Siagian (2014) serta Rivai & Sagala (2011) merumuskan tujuan dan manfaat manajemen karier sebagai meluruskan strategi dan syarat-syarat karyawan untuk mengantisipasi rencana kerja dan mendapatkan bakat yang diperlukan untuk mendukung perusahaan.

Lebih lanjut, ketiganya bersepakat bahwa manajemen karier bertujuan dan memiliki manfaat mengembangkan karyawan yang dapat dipromosikan guna mengisi lowongan yang disebabkan oleh pensiun, pengunduran diri dan pemberhentian; memudahkan penempatan termasuk ke luar negeri; membantu di dalam keanekaragaman tenaga kerja dan mengurangi pergantian untuk meningkatkan loyalitas karyawan serta mengurangi tingkat pengunduran diri.

Manajemen karier juga bertujuan dan bermanfaat agar perusahaan bisa menyaring potensi karyawan agar karyawan lebih selektif dalam menggunakan kemampuannya, mendorong karyawan untuk bertumbuh dan berkembang, mengurangi penimbunan agar karyawan sadar akan pentingya kualifikasi, mencegah manajer yang mementingkan diri serta menyadarkan departemen SDM bukan departemen yang menentukan segala-galanya serta memuaskan kebutuhan karyawan dan membantu perencanaan tindakan secara afirmatif.

Sementara tujuan dan manfaat manajemen kinerja banyak diulas oleh penelitian Rojuaniah (tanpa tahun) yang menyatakan bahwa tujuan dan manfaat kinerja adalah membangun suatu budaya dalam perusahaan yang mendorong individu dan kelompok bertanggungjawab memperbaiki terus-menerua kegiatan operasional secara produktif, meningkatkan kinerja perusahaan, kelompok dan individu.


Selanjutnya, manajemen kinerja memliki peran memperoleh kejelasan akan harapan perusahaan terhadap kinerja yang harus dicapai oleh kelompok dan individu; mengembangkan ketrampilan dan kompetensi karyawan; meningkatkan hubungan kerjasama yang lebih erat antara bawahan dan atasan; menyediakan sarana yang dapat meningkatkan objektivitas penilian kinerja karyawan dan memberdayakan karyawan agar dapat mengelola kinerja dan proses pembelajran mandiri.

Tujuan dan manfaat retensi individual banyak terdapat pada penelitian Murti Sumarni (2011). Sumarni menegaskan bahwa tujuan dan manfaat pemeliharaan karyawan (employee retention) adalah meningkatkan produktivitas karyawan; meningkatkan disiplin dan menurunkan absensi karyawan; meningkatkan loyalitas dan menurunkan turnover karyawan; memberikan ketenangan, keamanan dan kesehatan karyawan; meningkatkan kesejahteraan karyawan dan keluarganya; memperbaiki kondisi fisik, mental dan sikap karyawan; mengurangi konflik serta menciptakan suasana yang harmonis dan mengefektifkan pengadaan karyawan.

4 Program Pengembangan Karier, Kinerja dan Retensi Individual

Program pengembangan karier telah menjadi aktivitas yang penting dalam perusahaan atau bisnis. Pengembangan karier adalah proses peningkatan kemampuan kerja individu yang dicapai dalam rangka mewujudkan karier yang diinginkan. Pengembangan karier menurut Simamora (2001) dalam Ridwan Iskandar (2009) memuat dua kegiatan penting yakni perencanaan dan manajemen karier.


Perencanaan karier (career planning) adalah suatu proses dimana individu dapat mengindentifikasi dan mengambil langkah-langkah utnuk mencapai tujuan-tujuan yang berkaitan dengan karier dan penyusunan rencana-rencana untuk mencapai tujuan tersebut.

Manajemen karier (career management) adalah proses dimana organisasi memilih, menilai, menugaskan dan mengembangkan para pengawainya guna menyediakan suatu kumpulan orang yang berbobot untuk memeunuhi kebutuhan-kebutuhan pada masa yang akan datang.

Berdasarkan pengertian tersebut, Simamora mengatakan bahwa ada dua tanggungjawab yang berbeda antara individu (karyawan) dengan organisasi. Pengembangan karier individual lebih menekankan pada pilihan bersifat jabatan, organisasional, penugasan pekerjaan dan pengembangan diri. Sementara tanggungjawab institusional adalah rekruitmen dan seleksi, alokasi SDM, penilian dan evaluasi serta pelatihan dan pengembangan. Keduanya harus berjalan secara sinergi dan tidak saling mengeliminasi satu sama lain.


Untuk proses pengembangan kinerja lebih disoroti dalam penelitian Rojuaniah (tanpa tahun) menegaskan bahwa pengembangan kinerja merupakan hal yang paling penting sebab itu yang sangat diharapkan perusahaan atau bisnis bersangkutan terhadap karyawannya. Sebaliknya, tanpa kejelasan harapan perusahaan terhadap karyawannya maka karyawan tidak dapat bekerja secara efektif untuk mencapai sasaran perusahaan.


Pengembangan kinerja biasanya diawali dengan visi dan misi yang akan mengetahui dengan jelas sasaran perusahaan dan kompetensi SDM yang dibutuhkan. Setelah penetapan sasaran maka ditetapkan juga standar kinerja dan standar kompetensi individual sehingga didapatkan komitmen pengembangan kinerja. Pengembangan kinerja juga fokus pada pengukuran kinerja masing-masing level karyawan. Pengukuran kinerja meliputi tanggungjawab, tugas dan standar.

Proses pengembangan retensi individual di dalam perusahaan banyak diulas Mathis dan Jackson (2009) dalam Murti Sumarni (2011) mengatakan bahwa budaya dan nilai perusahaan (organisasi) sangat mempengaruhi karyawan dalam memutuskan apakah bertahan atau meninggalkan pekerjaan pada perusahaan tertentu.


Budaya organisasi adalah pola nilai dan keyakinan bersama yang memberi arti dan peraturan perilaku bagi anggota (karyawan) perusahaan. Nilai perusahaan yang mempengaruhi keinginan karyawan untuk bertahan adalah kepercayaan.


5  Faktor Penghambat dan Solusi Manajemen Karier, Kinerja dan Retensi Individual

Hidup dan kehidupan tidak akan dinamis tanpa ada tantangan atau persoalan. Persoalan atau tantangan memiliki bumbu tersendiri untuk memacu adrelin meningkatkan karier, kinerja dan retensi individual, yang penting perusahaan pandai memenej dengan cerdik dan bijaksana. Albert Einstein menulis, "Orang yang tidak pernah melakukan kesalahan, tidak pernah mencoba sesuatu yang baru".


Pengembangan karier, kinerja dan retensi individual memiliki tujuan dan manfaat yang mulia bagi karyawan dan perusahaan. Akan tetapi dalam perjalanan atau prosesnya terdapat faktor penghambat atau tantangan. Siagian (2014) menyorti cukup jelas faktor penghambat atau tantangan pengembangan karier, kinerja dan retensi individual antara lain: perusahaan sukar menysun suatu rencana karier bagi para pegawai untuk jangka waktu yang jauh ke depan; memerlukan biaya yang besar untuk menyelenggarakan berbagai jenis program pelatihan dan pengembangan bagi semua pegawai yang akan mengalami promosi.


Lebih lanjut, Siagian menegaskan bahwa faktor penghambat lainnya adalah perencanaan karier dipandang sebagai urusan dan kepentingan para pegawai sendiri dan bagian pengeloa sumber daya manusia (SDM) hanya berkewajiban untuk membantu para pegawai (bisanya terjadi pada perusahaan-perusahaan kecil); perlakuan yang tidak adil dalam berkarier (kriteria promosi tidak berdasarkan pada pertimbangan-pertimbangan yang objektif, rasional dan diketahui secara luas dikalagnan pegawai); kurang keedulian atasan langsung memberikan umpan balik kerja karyawan sehingga karyawan kurang mengetahui potensi dan kompetensi diri yang dimiliki; kurangnya minat pribadi para karyawan untuk promosi karier serta perbedaan tingkat kepuasan pribadi karyawan dalam meniti karier di dalam perusahaan.


Sementara itu Mathis dan Jackson (2010) melihat bahwa tantangan yang dihadapi karyawan pada perusahaan adalah ketidakpuasan kerja akibat hubungan yang tidak harmonis dengan manajemen puncak dan sesama karyawan; ketiadaan pengakuan dan keterbatasan pencapaian karier yang lebih tinggi; pembayaran salari yang tidak konsisten dan tidak kompetitif; kebosanan pada pekerjaan (kerja hanya sebagai rutinitas bukan sebuah aktualisasi diri); kualitas dan gaya kepemimpinan manajemen puncak yang rendah serta bos yang tidak baik (bad bosses); adanya perlakuan tidak adil dan diskriminatif; tidak adanya penghargaan pada kinerja, adanya pengurangan karyawan, PHK, merger perusahaan dan akuisisi.

Hal-hal ini akan sangat mempengaruhi karier, kinerja dan retensi karyawan pada perusahaan atau lembaga bisnis. Untuk itu, solusi yang ditawarkan adalah perusahaan-perusahaan perlu mengoptimalkan potensi dan aset perusahaan terutama kualitas dan kompetensi SDM baik individu maupun kelompok sembari hal-hal yang menjadi tantangan (faktor penghambat) diubah menjadi peluang. Bagi individu karyawan, perlu peningkatan kompetensi searah dengan peningkatan kualitas impian masa depan dalam berkarya dan mengabdi di dalam perusahaan tertentu.

Daftar Rujukan

Galbraith Kennet John dalam Anthony Robbins. 2014. Unlimeted Power terjemahan Iryani 

          Syahrir & Dieni Purwandari. Jakarta, PT. Ufuk Publishing House
Iskandar, Ridwan, 2009. "Pengembangan Karir". 17 Oktober 2014
www.ridwaniskandar.files.wordpress.com
Noermijati. 2013. Kajian Tentang Aktualisasi Teori Herzberg, Kepuasan Kerja dan Kinerja

           Spiritual Manajer Operasional. Malang, UB Press.
Rivai Veitzal dan Sagala Jauvani Ella. 2011. Manajemen Sumber Daya Manusia untuk

           Perusahaan. Jakarta, PT. Raja Grafindo.
Robert L Mathis and Jackson H John. 2006. Human Resources Management.
Rojuaniah. "Manajemen Kinerja". 16 Oktober 2014 www.esaunggul.ac.id
Sondang P Siagian. 2014. Manajemen Sumber Daya Manusia. Jakarta, PT. Raja Grafindo.
Sumarni, Murti, 2011. "Pengaruh Employee Retention Terhadap Turnover Intention dan Kinerja
Karyawan". Akmenika UPY. Volume 8.
Tasrifin Muhammad (tanpa tahun). "Kunci Manajemen Karir". Fakultas Ekonomi-Universitas
Narotama Surabaya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun