Mohon tunggu...
Kosmas Lawa Bagho
Kosmas Lawa Bagho Mohon Tunggu... Auditor - Wiraswasta

Hidup untuk berbagi dan rela untuk tidak diperhitungkan, menulis apa yang dialami, dilihat sesuai fakta dan data secara jujur berdasarkan kata hati nurani.

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Benarkah 'Bertemu Dubes AS, Jokowi Serahkan Leher ke Asing!'

16 April 2014   16:44 Diperbarui: 23 Juni 2015   23:36 1860
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Judul tulisan diatas dikutif dari TribunNewscom, Jakarta yang mengutif pernyataan pengamat politik dari Universitas Indonesia, Agung Suprio yang menganalisis pertemuan Dubes AS, Robert Blake di rumah pengusaha Jacob Soetoyo. Sekurang-kurangnya ada tiga blunder versi Agung Suprio yang mendasari pertemuan Megawati-Jokowi dengan dubes As itu. Baca selengkapnya pada https://id.berita.yahoo.com/bertemu-dubes-jokowi-serahkan-leher-ke-asing-020232586.html

Bagi saya pribadi, sah-sah saja pendapat demikian. Namun patut diingat bahwa Indonesia bukanlah pulau kosong yang tidak berpenghuni sehingga tidak bisa berada atau bekerjasama dengan orang atau bangsa lain. Semua pribadi atau bangsa bukanlah in se bagi dirinya sendiri. Kita adalah mahluk sosial yang juga membutuhkan orang lain atau negara dan bangsa lain.

Perlu disadari bahwa setiap negara dapat melakukan kemandirian dan berdaulat dalam hal apapun namun tetap bernuansa bekerja sama. Tidak ada negara yang berdaulat sendiri tanpa bekerjasama dengan pihak atau bangsa lain. Mungkin dalam nuansa itu, pertemuan Megawati-Jokowi dengan dubes AS.

Indonesia membutuhkan kerjasama saling menguntungkan dengan orang atau bangsa lain termasuk AS tanpa meninggalkan ciri khas dan ideologi ke-Indonesiaan kita. Bertemu pemimpin negara apa pun tidak berarti menyerahkan leher. Kita bisa saja mandiri dalam kerjasama dengan bangsa lain.

Penggalangan kerjasama dengan bangsa lain merupakan hal yang harus dilakukan para pemimpin dunia untuk mengatasi atau meminimalisir berbagai persoalan kemanusiaan universal yang semakin rumit dan kompleks saat ini. Bagaimana kita bisa membayangkan persoalan kemanusiaan hilang pesawat Malaysia Airlines baru-baru ini tanpa penggalangan kerjasama saling menguntungkan (mutualism) dari negara-negara di dunia. Bagaimana mungkin, Malaysia dapat keluar dari tragedi kemanusiaan tersebut.

Contoh konkret ini belum menyangkut tantangan tragedi maha dahsyat yang mungkin akan kita terima di masa depan. Tentu saja kita tidak pernah menginginkan aneka tragedi kemanusiaan itu terjadi dan menimpa negeri kita yang mandiri dan berdaulat itu. Namun siapa bisa membayangkan bahwa negeri kita bisa bebas dari peredaran narkoba kalau tanpa kerja sama dan kemauan baik dari negara-negara di dunia termasuk AS.

Untuk itu, pernyataan pengamat politik, Agung Suprio (maaf) agak berlebihan dan kelihatan kurang seimbang melihat dari posisi positif dan negatif, Komunikasi bisa kita jalin dengan siapapun tanpa menghilangkan identitas dan ideologi suatu bangsa Indonesia yang mandiri dan berdaulat. Kita mandiri dan berdaulat dalam bidang apa saja namun tetap dalam jalinan kerja sama dengan bangsa-bangsa lain di dunia tak terkecuali Amerika Serikat. Itu tidak berarti jalinan komunikasi yang saling menguntungkan berarti  menyerahkan 'leher' kepada asing. Suatu pernyataan yang berat sebelah dan dilihat hanya dari titik hitam atau negatif saja. Pengamat hendaknya memberikan pemikiran yang 'equibilirium' atau proporsional dan tidak berat sebelah untuk mengundang diskusi kritis-produktif di tengah masyarakat yang majemuk dengan tingkat kecerdasannya yang juga beragam.

Siapa yang bisa menjamin bahwa satu negara di dunia ini bisa mandiri dalam segala bidang kehidupan manusia tanpa bekerja sama dengan pihak (bangsa) lain. Tentu masukan Agung Suprio patut direnungkan agar dalam kerjasama itu (termasuk dengan AS sekalipun) tidak membuat bangsa kita terlalu tergantung pada kemauan politik bangsa lain atau bangsa kita bagaikan 'kerbau di cocok hidungnya'. Namun apa pun itu kerjasama saling menguntungkan dengan setiap negara di dunia harus terus dilakukan dan masih dianggap urgen.

Terima kasih. Jokowi is the best.

Ende, Flores 16 April 2014

Kosmas Lawa Bagho

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun