Sah-sah saja di tengah kompetisi dan persaingan makin ketat apalagi menjelang pilpres 09 Juli 2014. Masing-masing orang, masing-masing partai bahkan faksi menjagokan sang jagoannya. Tidak ada yang melarang. Yang penting masih dalam nuansa demokrasi yang sehat dan jujur. Meski kebanyakan orang mengakui bahwa di dalam politik yang serba kemungkinan itu senantiasa terselip kepentingan. Tinggal bagaimana orang mempersepsinya kendati kita ketahui bersama bahwa politik dari sononya sangat mulia dan agung. Demi 'bonum commune', kesejahteraan warga polis (masyarakat).
Dalam perjalanannya yang semakin jauh dan semakin pragmatis, politik kadang keluar dari hakikatnya. Politik kerapkali diselingkuhi untuk kepentingan jangka pendek, instan dan sangat prgamatis tanpa memiliki visi dan misi perjuangan yang sangat mulia itu. Tidak salah juga. Sebab politik hari ini makin mahal harganya.
Walau pun demikian, masih banyak politisi yang pegang teguh pada idealismenya menjadikan kesejahteraan rakyat yang utama yang terus dijalani dan dikejarnya, meski dengan prosentase yang tidak lagi banyak dan besar.
Mendekati pilpres dengan serentetan seremonial politik serta dalam deadline cari kawan sekaligus lawan, tentu banyak cara yang dilakukan untuk mengelus sang jagoannya melebihi para lawannya. Bisa dengan cara-cara yang sangat humanistis tetapi juga serempet ke hal-hal yang menyerang yang privat.
Akan tetapi tantangan Fadli Zon dengan sang jagoannya Prabowo, sungguh menarik dan layak ditunggu. Ini bagaikan Barca melawan Real Madrid di persepakbolaan Spanyol. Tentu KPU sudah mengagendakan momen yang spesial dan ditunggu-tunggu penonton pemilih Indonesia agar bisa menentukan pilihannya pada tanggal 09 Juli 2014 nanti.
Rakyat membutuhkan pemimpin tidak hanya pintar tetapi juga cerdas. Joko Widodo (Jokowi) pasti pada saatnya akan melemparkan berbagai program andalannya namun saat ini, beliau masih fokus pada pembicaraan 'kerjasama' antar partai untuk menentukan secara tepat cawapres bersama komponen lainnya serta strategi memenangkan hati rakyat.
Debat bukan satu-satunya forum untuk menilai kapabilitas, kapasitas dan kecerdasaan sang pemimpin untuk dijadikan presiden. Keseluruhan kiprah dan kepribadiannya selama ini sudah sangat melekat di dalam hati rakyat dan rakyat tinggal menentukannya pada pilpres nanti. Akan tetapi, itu tidak berarti debat tidak ada efeknya bagi keterpilihan seseorang namun dampaknya cukup kecil dari apa yang dilakukan dan dikatakan sang calon pemimpin selama ini. Boleh dikatakan rekam jejak sang calon.
Untuk itu, buat pak Fadli, pak Jokowi dan pendampingnya akan sangat siap berdebat pada waktu dan tempat yang tepat. Mari kita tetap saling berkompetisi dalam nuansa kritis-produktif. Hanya saja, Pak Jokowi tak bisa berpuisi.
Kita tunggu saja debat berkualitas itu akan hadir di depan kita!
Salam demokrasi
Ende-Flores, 24 April 2014