Mohon tunggu...
Kosmas Lawa Bagho
Kosmas Lawa Bagho Mohon Tunggu... Auditor - Wiraswasta

Hidup untuk berbagi dan rela untuk tidak diperhitungkan, menulis apa yang dialami, dilihat sesuai fakta dan data secara jujur berdasarkan kata hati nurani.

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Untuk Apa Pilpres?

11 Agustus 2014   03:42 Diperbarui: 18 Juni 2015   03:52 137
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Menyaksikan geliat para oposan politik yang semakin terarah dan saling memecat satu sama lain dalam suatu partai politik setelah pilpres tanggal 9 Juli 2014 lalu semakin memiris hati anak bangsa ini. Mungkin sebagian yang mulai acuh tak acuh terhadap perhelatan politik tanah air terutama partai politik sungguh memberikan pembelajaran yang tidak menarik dan mereka akan semakin apatis kalau tidak dikatakan muak dengan berbagai aksi partai politik akhir-akhir ini.

Menurut para ahli bahwa apabila suatu negara melaksanakan pemilihan umum bagik untuk anggota dewan (konggres) atau pun presiden, gubernur dan wali kota itu pratanda bahwa negara bersangkutan merupakan negara demokratis yang sangat menghargai hak paling kedaulatan rakyat. Negara demokratis adalah negara yang dapat melaksanakan proses pemilu secara adil dan bermartabat serta mendatangkan pengalihan tongkat estafet kepemimpinan secara damai.

Bagi saya pribadi, pilpres adalah salah satu bentuk penyaringan yang paling asasi untuk mencari figur pemimpin atau wakil rakyat yang kredibel, akuntabel dan berpihak pada perjuangan aspirasi rakyat meski patut kita sadari bahwa selalu ada jurang yang dalam antara harapan dan kenyataan. Walau pun demikian, proses pemilihan umum merupakan satu-satunya instrumen demokratisasi yang paling kredibel.

Pilpres 9 Juli 2014 lalu sesungguhnya masih dalam konteks proses penyaringan dan pemilihan presiden yang sesuai dengan kebutuhan bangsa, rakyat bangsa ini pada saat ini. Kedua kandidat yang berkontestasi pada pilpres lalu pun memiliki kelebihan dan kelemahan masing-masing. Memang sebagai wujud demokrasi yang berkontestasi tentu ada pemenangnya. Pemenangnya berdasarkan suara terbanyak dari sekian juta yang memiliki hak pilih dan telah menggunakan haknya secara bermartabat.

Kedua kandidat merupakan tawaran dari partai atau gabungan partai, yang kita tahu bahwa mereka itu adalah orang-orang pilihan yang siap menang dan siap juga kalah. Apalagi sudah ada kesepakatan tertulis dan dilakukan dalam seremonial yang resmi dihadapan penyelenggara pilpres (KPU, BApilu) dan lain sebagainya serta terutama dihadapan rakyat seluruh Indonesia dan Tuhan menurut iman dan kenyakinan para kandidat.

Semuanya sudah berjalan dengan baik sejak awal meski ada saja hal-hal yang harus diperbaiki terutama para gabungan partai yang belum disepakati seluruh mayoritas di dalam partai masing-masing sesuai ketentuan dan AD/ART partai. Kita mengapresiasi itu sebagai wujud demokrasi.

Namun kejadian semakin tak terkendali ketika sang jagoan belum beruntung. Meski masih terus berjuang ke gugatan MK, ada partai yang gemar memecat para kadernya. Mungkin itu suatu inti demokrasi untuk sebuah 'rolling' partisipasi para elit partai dalam partai bersangkutan. Apa pun alasannya, terasa kurang bijak dilakukan pada moment yang kurang tepat. Sehingga wajar muncul sejumlah opini yang kurang sedap terhadap partai yang dulu pernah berkuasa begitu lamanya.

Hiruk pikuk terjadi lantaran pilpres yang baru kita lakukan bersama. Partai-partai kurang harmonis, hubungan lintas partai juga kurang dinamis bahkan saling berseberangan yang tidak lagi fokus pada keberpihakan pada rakyat, gemar melakukan skenario hanya mementingkan diri dan golongan maka menjadi pertanyaan kecil "Untuk apa kita melakukan pilpres?

Pertanyaan ini menjadi lebih penting apabila penetapan tanggal 22 Agustus 2014 oleh MK nanti juga tidak diterima diteruskan ke 'pansus pilpres' atau apapun bentuknya sehingga rencana pelantikan tanggal 20 Oktober pun terkatung-katung, dengan demikian pemimpin baru tidak segera lahir untuk keberlanjutan pemberdayaan dan penignkatan kesejahteraan rakyat maka guna apalah pilpres yang telah membuang biaya miliaran rupiah tersebut?

Jangan-jangan semakin lebih banyak orang untuk kembali apatis dengan pemilu yang hanya menghabiskan dana miliaran rupiah dan tenaga serta pikiran namun tidak membawa kesejahteraan bagi rakyat. Mari kita berjuang bersama agar pilpres merenggut kembali substansinya dengan tidak mengabaikan hal-hal yang perlu diperbaiki. Apabila ada pelanggaran yang jelas dan objektif, bawalah itu ke ranah hukum pidana dan dilakukan 'punishment' yang seadil-adilnya sehingga menjadi efek jera bagi siapa saja dan pihak mana saja yang merong-rong kesucian dan kemurnian maksud pemilu terutama pilpres.

Untuk apa pilpres? Hanya waktulah yang mampu menjawabnya ...

Malang, 10 Agustus 2014

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun