Kabar yang beredar di tengah masyarakat, bahwa beberapa media TV,cetak dan online Nasional sudah "dibeli" oleh Ketum Parpol (Pengusaha) dan koalisinya, dan sepertinya hal tersebut benar adanya. Lihat saja MetroTV yang mengklaim sebagai Televisi berita, namun sejak musim Pileg dan Pilpres 2014 ini Metrotv gencar memberitakan tentang Pilpres namun sayangnya berita nya sangat tidak berimbang dan sangat tendensius kepada salah satu pasangan Capres/cawapres yang didukungnya. Sudah bukan rahasia lagi kalau Pemilik Metrotv, Surya Paloh membentuk parpol Nasdem dan sekarang berkoalisi dengan 3 Partai lainnya diantaranya PDIP yang merupakan partai nya Capres no.2 Joko Widodo.
Tentu banyak orang sudah pada tahu tentang 2 Televisi berita tanah air, yaitu MetroTV dan TVone yang dua-duanya saling bersaing mendukung 2 kubu capres. Sehingga bisa dipastikan pemirsa TV akan gerah melihat TV yang berita nya sangat tidak objektif dan cenderung membohongi publik dengan kampanye hitam. MetroTV sangat gencar menanyangkan berita kampanye kubu Joko Widodo dari pagi, siang , sore dan Malam isinya melulu tayangan tentang kubu capres no.2 Joko Widodo. Berita tentang PIlpres di metrotv ini dibubuhi dengan AROMA PENCITRAAN YANG SANGAT KUAT DAN BERLEBIHAN tentang capres No.2 yang diusung oleh pemilik metrotv ini bahkan MetroTV tidak sungkan untuk melakukan kebohongan publik (publish lies) antara lain dengan menjelekan/kampanye hitam kepada kubu capres lawannya dan membayar mahal para nara sumber pengamat politik dan public figure demi untuk menjagokan kubu capres no.2-Joko Widodo-Jusuf Kalla.
Sungguh sangat berlebihan berita yang ditayangkan oleh pihak metrotv tentang Capres No.2 padahal pemirsa TV diseluruh tanah air bisa menonton sendiri dengan jelas dan menilai bagaimana kemampuan kubu capres no.2 ini pada saat adu debat capres. MetroTV yang dimiliki oleh Surya Paloh sepertinya berusaha mati-matian dan terkesan begitu panik untuk memenangkan capres no.2 JKW-JK.
Mungkin banyak masyarakat awam yang berpikir jangan-jangan Surya Paloh ini sudah terlalu banyak mengeluarkan duit pada musim pemilu mulai dari pemilu caleg hingga pilpres, sehingga dia tidak mau rugi dan harus memenangkan kubu capres koalisinya supaya "BALIK MODAL" DAN DIA DAPAT IKUT MENIKMATI KEKUASAAN. Dilain pihak TVOne yang merupakan kompetitor MetroTV yang dimiliki oleh politisi Aburijal Bakrie yang berkoalisi dengan parpol Gerindra dan 6 parpol lainnya dan mendukung capres no.1 Prabowo-Hatta, tidak ketinggalan gencar memberitakan tentang Pilpres dan Capres No.1 namun tidak terlalu berlebihan seperti Metrotv dan masih berusaha bersikap netral dalam pemberitaannya.
Sehingga dua media televisi ini saling bersaing memberitakan tentang capres jagoan masing-masing ke ruang publik, alhasil para pemirsa tv dipaksa untuk mencermati dan cerdas menyaring informasi dari kedua tv tersebut berhubung BERITA di media televisi cenderung memihak salah satu capres.
Weleh-weleh...POLITIK memang penuh intrik dan kepentingan, namun terlepas dari itu semua, sebenarnya RAKYAT lah yang memiliki kekuasaan untuk memilih Presiden nya, dan kabar baiknya rakyat Indonesia sudah banyak yang cerdas dalam menentukan pilihan karena mereka memiliki pendidikan yang baik dan wawasan yang cukup baik NAMUN DEMIKIAN masih terlalu banyak (mayoritas) rakyat indonesia yang berada di akar rumput yang kurang memiliki pendidikan dan hidup miskin yang tidak mengerti apa-apa soal POLITIK dan bahkan mereka jarang nonton berita di media TV, membaca berita di media cetak dan buta internet untuk mengakses media sosial seperti facebook, twitter dan media berita online lainnya.
Bukan hanya media televisi berita di tanah air yang memprihatinkan, namun media cetak yang terbilang sangat berpengaruh di indonesia, yaitu KOMPAS yang selama ini mampu menjadi koran yang netral saat PILPRES ini beritanya sudah dikotori oleh unsur keberpihakan kepada salah satu kubu Capres. Begitupun dengan media cetak lainnya seperti tribune, Tempo dalan lainnya, tidak hanya media cetak namun juga media online dari koran Kompas, tribun, Viva news dan detik.com semuanya saat ini beritanya sudah memihak kepada salah satu Capres. Kabarnya Media cetak dan online juga sudah di "beli" oleh kedua kubu Capres sehingga beritanya sangat tidak berimbang dan sangat tendensius. Bertolak dari ketidak objektifan berita tersebut, syukurlah masih ada media lain yaitu sosial media seperti facebook, twitter dan kompasiana yang dapat dijadikan media oleh masyarakat untuk berbagi informasi dan menyuarakan fakta yang sebenarnya yang sering ditutupi oleh media-media yang sudah "dibeli" oleh kedua kubu Capres tersebut.
Rupanya sudah gila semua media TV, cetak dan online dengan tanpa rasa bersalah membohongi publik dengan berita yang tendensius dan bersifat kampanye hitam kepada salah satu Capres demi mengejar uang dan kekuasaan dan mengabaikan hak rakyat untuk mendapatkan informasi yang adil, transparan dan objektif. Tentunya ini sangat tidak sehat untuk iklim Jurnalisme di Indonesia dimana seharusnya media mengedepankan kebebasan informasi, keadilan, objektifitas dan transparansi beritanya. Bagaimana dengan tanggungjawab media-media tersebut dalam pendidikan politik dan Demokrasi untuk rakyat indonesia bila semua media sudah dimiliki oleh para POLITISI? Padahal media TV ini ditonton oleh jutaan pasang mata diseluruh Indonesia.
Sungguh berbahaya bila POLITISI dan PENGUSAHA PEMILIK UANG yang MAMPU "MEMBELI" media berita baik TV, Cetak dan Online karena mereka tidak memiliki hati nurani melakukan kebohongan publik demi uang dan kekuasaan semata dan mengorbankan kepentingan umum/rakyat dengan menyuguhkan berita yang menyesatkan dan kampanye hitam .
Bertolak dari keprihatinan terhadap media yang tidak objektif itu, saya ingin share tulisan yang bagus dari teman facebook yang mungkin dapat memberikan kontribusi pemberitaan yang adil dan benar untuk rakyat. Berikut ini kutipan tulisan dari Nanik S Deyang di beranda facebook nya tentang debat 3 PILPRES semalam, untuk informasi bagi rakyat sebagai voter Pilpres 2014 agar tidk salah dalam menentukan pilihannya.
Shared facebook: Nanik S Deyang:
Saya lagi nunggu ada media yg menulis jadi head line atau berita besar bahwa seorang Capres tdk mengerti apa yg terjadi dengan konflik Laut China Selatan dan keterkaitannya dengan kepentingan keamanan , politik dan ekonomi kita.
ATau jangan-jangan media atau wartawannya juga gak nangkap atau gak ngerti apa yg terjadi di Laut China Selatan, buktinya anchor TV one saja tdk memperdalam soal kelemahan Jokowi dalam hal menjawab konflik Laut China Selatan yg sama sekali gak tau, sehingga jawabnya super ngawur....
Ayo Kompas, Tempo, Detik , Tribun, Merdek dll ...saya tunggu berita anda, apakah menurut kalian jawaban Jokowi sudah benar????
======================================
Sebetulnya soal Drone tadi Jokowi langsung di Skak Mart oleh Pak Prabowo dengan penjualan Indosat. Aslinya dia ngomong drone, mungkin kagak ngerti, bahwa untuk menjalankan drone kita musti punya hulunya, yaitu satelite. Kalau kita gak punya satelite, mau ngomong industri peralatan berbasis teknologi canggih terus gimana ceritanya. Padahal satelitenya sudah dijual Bu Mega.
Pak Prabowo dalam hal ini, sebetulnya menggurui Jokowi..."he, anda jangan ngomong soal drone..drone tapi basicnya untuk menjalankan drone itu anda gak ngerti. Masak berkait dengan ketahanan negara, satelitenya musti pinjam dulu. Lha kenapa dulu Ibundamu malah menjual aset strategis kita (satelit) , dan setelah sekarang kita gak punya satalit anda bilang..drone..drone".
Eh Jokowi menjawabnya lari ke krisis dan harus menjual Indosat. Tapi yg menggelitik hati saya sebetulnya jawabannya yg terlihat ngawur, "saat itu kita punyanya itu ya kita jual barang itu ".....hadeuhhh tolong deh di putar bagian itu. Eh Pak Jokowi, sungguh suatu hal yang kurang cerdas (mohon maaf), kalau anda menjawab demikian. Kita saat itu tidak hanya punya itu, kita punya 200 lebih BUMN, kalau toh terpaksa menjual aset , pilih yang jangan strategis. Tapi apaun menyelesaikan hutang dengan menjaul aset negara yg strategis , sungguh tidak elok dan sebuah kebodohan. Masih ada cara lain, misalnya kalau kita punya tim lobi yang baik, kita bisa restrukturisasi utang. Berapa sih hasil penjualan Indosat saat itu? Sangat kecil artinya dibandingkan jumlah bunga atau utang yg harus kita bayar, jadi alasan krisis untuk bayar utang sungguh alsan yang sangat lemah.
Kemudian soal rencana buy back saham Indosat...Pak Jokowi anda memang kalau bicara benar-benar lidah tidak bertulang, meski sudah ada perjanjian bisa kembali membeli, pertanyaan saya, apakah anda tau ada opsi-opsi lain yang memungkinkan tdk mungkin opsi membeli itu bisa dilakukan. Anda googling Pak, sekitar tahun 2008, pernah pengusaha Indonesia Rachmad Gobel bersama pengusaha Timur tengah membeli saham merah putih (negara ) di Indosat dari tangan Temasek... Masyallah Rachmat Gobel mau jadi Preskom saja susah Pak... Saya agak lupa ceritanya, tapi tolong pahami sangat tidak mudah apa yang anda ucapkan itu untuk diwujudkan. Mana ada orang sudah menikmati barang enak mau membuangnya atau melepaskannya Pak. Lihat saja Freport dan kontrak-kontrak aing lainnya, mau gak mereka melepaskan "madu" yg dihisap dari alam kita, meski ada ketentuan berapa tahun harus jual sahamnya ke nasional. Demikian juga Temasek yang sekarang menguasai saham Indosat, apakah dia akan mau melepaskan Indosat, wong saya dengar dia malah mau borong BUMN kita yg lain kok Pak, apalagi saya dengar Temasek ikut ...he...he...(saya gak mau nyebut nanti dikira black campaign).
Jangankan bisa buy back saham Indosat Pak, lha itu gas tangguh yg sudah amat sangat merugikan rakyat Indonesia karena dijual Bu Mega ke China dengan hanya 3 Dolar,--padahal PLN saja terpaksa harus impor sekarang sekitar 11 Dolar--, sampai sekarang gak bisa direnegosiasi.
Pak Jokowi , menjadilah diri Anda sendiri, jangan banyak dengarkan orang lain bicara, sementara Anda sebetulnya gak memahami apa agenda mereka atas diri Anda.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H