Mohon tunggu...
Rauf Rahim
Rauf Rahim Mohon Tunggu... Administrasi - Literasi

Rauf Rahim, tinggal di Tanjungpinang, Kepulauan Riau

Selanjutnya

Tutup

Nature Pilihan

Kemarau Kekeringan, Hujan Banjir!

14 Mei 2020   17:48 Diperbarui: 14 Mei 2020   17:52 94
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Nature. Sumber ilustrasi: Unsplash

Beberapa bulan sebelumnya kita disuguhi berita kekeringan di berbagai daerah di Tanjungpinang. Kepolisian, Kepri Peduli serta beberapa organisasi masyarakat lalu mendistribusikan air secara gratis. Pihak lain melihat peluang dan memasang harga 50 -- 70 ribu rupiah per tangki. Kemarau yang mengakibatkan keringnya sumber air tersebut akhirnya menggugah hati masyarakat untuk melaksanakan sholat Istisqa untuk meminta turunnya hujan.

Alhamdulillah, selang beberapa hari setelah itu turunlah hujan lebat. Air hujan tidak serta merta mengisi sumur yang kosong, air hujan malah menggenangi jalan raya akibat meluapnya selokan yang tidak mampu menampung air hujan. Titik banjir paling parah berada di sekitar Batu 4, langganan banjir tahunan.

Jika kemarau kita mengalami kekeringan, saat turun hujan justru kebanjiran. Ini pertanda manusia belum bisa mengatur dirinya. Bagaimana seharusnya kita mengatur ketersediaan air agar tidak berulang lagi hal seperti itu?

Ketersediaan Air Masyarakat

Menurut Kementerian PUPR, kebutuhan air rata-rata 144 liter per orang  setiap hari. Artinya jika dirumah kita memiliki tangki penampungan air kapasitas 300 liter maka jika didalam rumah terdapat 3 orang maka kita harus mengisi penuh tangki kita setiap hari. Dengan jumlah penduduk  271.645 jiwa maka masyarakat Tanjungpinang menghabiskan air sekitar 39 juta liter perhari atau 39 ribu meter kubik perhari.

Penggunaan air PDAM sebesar hanya mencakup sekitar 15 ribuan pelanggan. Atau sekitar 17% jumlah keluarga (BPS 2015). Dengan demikian diperkirakan 83 persen keluarga menggunakan sumur dangkal atau sumur dalam. Penggunaan sumur dangkal mungkin tidak menjadi masalah, namun penggunaan sumur dalam, perlu kita perhatikan bersama. Sumur dalam atau sumur bor/jetpam menarik air yang berada pada lapisan tanah bagian bawah. Sumber air pada lapisan ini tidak serta merta berasal dari rembesan air lapisan atas, namun menarik air dari sekitarnya. Jika air sekitarnya sudah mulai berkurang maka lapisan tanah bawah akan dirembesi air asin yang berasal dari laut. Akibatnya, air akan terasa payau. Bahkan pada ukuran tertentu maka tanah dibagian atasnya menjadi tandus dan tidak dapat ditumbuhi tanaman.

Penggunaan air perlu menjadi perhatian bersama. Masyarakat harus mengurangi penggunaan air bersih untuk hal yang tidak perlu. Kebocoran pipa PDAM atau pengisian tangki yang perlu diawasi. Sangat sederhana, namun jika diabaikan dan dibiarkan dalam waktu yang lama dapat berakibat fatal pada ketersediaan air bersih.

Mengelola Air Hujan

Ketersediaan air baku PDAM dan penggunaan sumur dalam sangat tergantung dengan air hujan. Sumber air baku PDAM harus diperhatikan. Dalam kondisi normal, volume air baku setidaknya mencapa 4 -- 5 meter. Waduk Gesek dan Sungai Pulai merupakan sumber utama air baku PDAM yang dikondumsi masyarakat Tanjungpinang. Beberapa LSM pernah mempersoalkan adanya perkebunan sawit disekitar waduk sumber air baku PDAM di Sungai Pulai. Pekebunan sawit membutuhkan banyak air yang mengakibatkan ketersediaan air di Sungai Pulai berkurang. Volume air hujan tidak dapat menjamin ketersediaan air baku dalam jangka satu tahun.

Air hujan sedianya menjadi berkah dan menyelesaikan masalah sumur kering karena kekurangan air. Namun apa yang terjadi, air hujan tidak merembes ke lapisan tanah kita. Air hujan hanya membasahi lantai keramik halaman kita lalu mengalir ke selokan. Akhirnya sumur kita hanya menampung sebagian kecil volume air hujan tersebut. Sebagian besarnya teralirkan ke selokan, lalu meluber ke jalanan.

Kondisi tutupan lahan yang ditanami pepohonan sudah mulai berkurang di Kota Tajungpinang. Pembangunan kompleks perumahan terkadang melalaikan kewajiban menyediakan 30% dari luas kompleks untuk ruang terbuka hijau. Akibatnya, kemampuan tanah meresapa air menjadi berkurang. Volume air dalam jumlah yang besar terus mengalir tanpa meresap kedalam tanah. Akhirnya akan menggenangi daerah yang rendah, terutama jalan raya.

Masyarakat perkotaan seperti di Tanjungpinang mendiami rumah dengan halaman yang hampir semuanya telah di semenisasi (beton). Air hujan hampir tidak mempunyai celah untuk merembes kedalam tanah. Logika sederhana saja, jika air hujan tidak masuk kedalam tanah, bagaimana mungkin air sumur kita akan terisi air yang cukup?

Masyarakat seharusnya menyediakan sumur resapan (Biopori) di halaman masing-masing. Biopori merupakan lubang pada tanah dengan diameter 10 hingga 15 cm dengan kedalaman sekitar 100 hingga 120 cm. Mulut lubang diberi adukan semen untuk mencegah guguran tanah yang akan menutup lubang. Setiap rumah boleh membuat biopori sebanyak mungkin dengan jarak antar lubang sekitar 1 meter, atau setidaknya empat biopori untuk satu rumah. Dengan jumlah tersebut akan memberi celah untuk resapan air hujan, sehingga volume air tidak banyak lagi mengalir ke jalanan.

Manusia Menjadi Pengelola Alam (Khalifah di muka bumi)

Dengan uraian diatas, setidaknya ada empat hal yang dapat kita lakukan dalam mengelola ketersediaan air. Jika dilakukan bersama-sama kami yakin masalah air di Kota Tanjungpinang dapat diatasi.

Pertama, berhemat dalam penggunaan air. Kurangi penggunaan air yang tidak perlu, terutama pengawasan pada kebocoran pipa rumah tangga; Kedua, membuat biopori minimal empat buah dirumah masing-masing sebagai resapan air hujan. Biopori ini akan menjadi alur air hujan menuju sumur dangkal kita dan mengurangi volume air yang dibuang ke selokan; Ketiga, pertimbangkan kembali penggunaan sumur dalam. Dalam jangka waktu tertentu, sumber air dalam lapisan tanah dalam akan menjadi payau bahkan asin. Hal tersebut akan menjadi bencana bagi kita semua.

Selanjutnya kepada Pemerintah kita berharap untuk menjamin ketersedian pasokan air dari PDAM. Perlu pengawasan yang pasti terhadap sumber air baku, serta alternatif lainnya yang mungkin bisa diterapkan. Masyarakat sangat menantikan beroperasinya secara maksimal proyek reserve osmosis atau desalinasi air laut yang konon menjadi solusi ketersediaan air baku di Tanjungpinang.  Program yang digagas dan dijalankan sejak tahun 2012 tersebut, hingga sekarang belum juga menyelesaikan masalah kekurangan air di Kota Gurindam.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun