Beberapa bulan sebelumnya kita disuguhi berita kekeringan di berbagai daerah di Tanjungpinang. Kepolisian, Kepri Peduli serta beberapa organisasi masyarakat lalu mendistribusikan air secara gratis. Pihak lain melihat peluang dan memasang harga 50 -- 70 ribu rupiah per tangki. Kemarau yang mengakibatkan keringnya sumber air tersebut akhirnya menggugah hati masyarakat untuk melaksanakan sholat Istisqa untuk meminta turunnya hujan.
Alhamdulillah, selang beberapa hari setelah itu turunlah hujan lebat. Air hujan tidak serta merta mengisi sumur yang kosong, air hujan malah menggenangi jalan raya akibat meluapnya selokan yang tidak mampu menampung air hujan. Titik banjir paling parah berada di sekitar Batu 4, langganan banjir tahunan.
Jika kemarau kita mengalami kekeringan, saat turun hujan justru kebanjiran. Ini pertanda manusia belum bisa mengatur dirinya. Bagaimana seharusnya kita mengatur ketersediaan air agar tidak berulang lagi hal seperti itu?
Ketersediaan Air Masyarakat
Menurut Kementerian PUPR, kebutuhan air rata-rata 144 liter per orang  setiap hari. Artinya jika dirumah kita memiliki tangki penampungan air kapasitas 300 liter maka jika didalam rumah terdapat 3 orang maka kita harus mengisi penuh tangki kita setiap hari. Dengan jumlah penduduk  271.645 jiwa maka masyarakat Tanjungpinang menghabiskan air sekitar 39 juta liter perhari atau 39 ribu meter kubik perhari.
Penggunaan air PDAM sebesar hanya mencakup sekitar 15 ribuan pelanggan. Atau sekitar 17% jumlah keluarga (BPS 2015). Dengan demikian diperkirakan 83 persen keluarga menggunakan sumur dangkal atau sumur dalam. Penggunaan sumur dangkal mungkin tidak menjadi masalah, namun penggunaan sumur dalam, perlu kita perhatikan bersama. Sumur dalam atau sumur bor/jetpam menarik air yang berada pada lapisan tanah bagian bawah. Sumber air pada lapisan ini tidak serta merta berasal dari rembesan air lapisan atas, namun menarik air dari sekitarnya. Jika air sekitarnya sudah mulai berkurang maka lapisan tanah bawah akan dirembesi air asin yang berasal dari laut. Akibatnya, air akan terasa payau. Bahkan pada ukuran tertentu maka tanah dibagian atasnya menjadi tandus dan tidak dapat ditumbuhi tanaman.
Penggunaan air perlu menjadi perhatian bersama. Masyarakat harus mengurangi penggunaan air bersih untuk hal yang tidak perlu. Kebocoran pipa PDAM atau pengisian tangki yang perlu diawasi. Sangat sederhana, namun jika diabaikan dan dibiarkan dalam waktu yang lama dapat berakibat fatal pada ketersediaan air bersih.
Mengelola Air Hujan
Ketersediaan air baku PDAM dan penggunaan sumur dalam sangat tergantung dengan air hujan. Sumber air baku PDAM harus diperhatikan. Dalam kondisi normal, volume air baku setidaknya mencapa 4 -- 5 meter. Waduk Gesek dan Sungai Pulai merupakan sumber utama air baku PDAM yang dikondumsi masyarakat Tanjungpinang. Beberapa LSM pernah mempersoalkan adanya perkebunan sawit disekitar waduk sumber air baku PDAM di Sungai Pulai. Pekebunan sawit membutuhkan banyak air yang mengakibatkan ketersediaan air di Sungai Pulai berkurang. Volume air hujan tidak dapat menjamin ketersediaan air baku dalam jangka satu tahun.
Air hujan sedianya menjadi berkah dan menyelesaikan masalah sumur kering karena kekurangan air. Namun apa yang terjadi, air hujan tidak merembes ke lapisan tanah kita. Air hujan hanya membasahi lantai keramik halaman kita lalu mengalir ke selokan. Akhirnya sumur kita hanya menampung sebagian kecil volume air hujan tersebut. Sebagian besarnya teralirkan ke selokan, lalu meluber ke jalanan.
Kondisi tutupan lahan yang ditanami pepohonan sudah mulai berkurang di Kota Tajungpinang. Pembangunan kompleks perumahan terkadang melalaikan kewajiban menyediakan 30% dari luas kompleks untuk ruang terbuka hijau. Akibatnya, kemampuan tanah meresapa air menjadi berkurang. Volume air dalam jumlah yang besar terus mengalir tanpa meresap kedalam tanah. Akhirnya akan menggenangi daerah yang rendah, terutama jalan raya.