Mohon tunggu...
Rauf Rahim
Rauf Rahim Mohon Tunggu... Administrasi - Literasi

Rauf Rahim, tinggal di Tanjungpinang, Kepulauan Riau

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Identitas Tunggal dan Kekerasan

8 April 2019   17:19 Diperbarui: 9 April 2019   07:37 355
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Mari kita berkaca pada diri sendiri dan aktifitas keseharian kita. Begitu banyak identitas yang melekat pada diri kita. Kita ada warga Indonesia, maka berkumpullah dengan identitas yang sama, warga Indonesia. Kita Muslim, maka bergabunglah kita dalam kehidupan orang Muslim. Kita adalah Aparatur Sipil Negara (PNS), maka berkumpullah kita dengan para ASN. Suku kita Bugis, maka ngopilah kita dengan orang-orang bugis. 

Pendidikan kita adalah Sarjana Kesehatan Masyarakat, maka beraktifitaslah kita dengan para SKM. Hobi kita dengan olah raga futsal, maka setidaknya dua kali seminggu kita futsal dengan kengkawan. Tim kesebelasan favorit kita adalah Arsenal, maka berkumpullah kita nonton bareng dengan Fans Arsenal. Serta begitu banyak identitas lainnya yang kita miliki dan mengajak kita untuk berkumpul dengan identitas tertentu yang sama dengan kita lalu kemudian mengabaikan identitas lainnya yang pastilah ada pada kengkawan kita.

Bayangkan dengan penganut identitas tunggal, maka mereka hanya akan berkumpul dengan orang Indonesia yang ASN suku Bugis berpendidikan SKM, hobby futsal yang Fans Arsenal. Maka begitu sempit hidup ini.

Identitas jangan dijadikan sebagai pembeda kita dengan lainnya. Pembeda warga negara Indonesia dan bukan, Muslim dan bukan, SKM dan lainnya, Pemain Futsal dan lainnya atau Fans Arsenal dan lainnya.

Identitas hendaknya kita jadikan pemersatu. Kita bersama warga negara lainnya saat kita hidup di dunia. Kita bisa bergabung dengan alumni pendidikan lainnya ketika kita bekerja. Diterima main futsal dan nonton bareng Liga Inggris oleh suku Melayu sebagai warga mayoritas.

Bagaimana mencegah Identitas Tunggal
Jika kita sepakat dengan ide tersebut, maka marilah mulai saat ini kita mencoba untuk bergaul dan memahami identitas yang lain dengan diri kita sendiri. Bukannya kita diciptakan oleh Allah SWT untuk saling kenal mengenal, saling berinteraksi, bukan saling membenci.
Kita perlu membuat jadwal ngopi dengan beragam kelompok. Bukan hanya seprofesi, sesuku, sehobi dan seterusnya. Membuka diri terhadap perbedaan akan membuat kita mendapatkan sejuta wawasan.

Pemerintah sebagai wasit dan penguasa juga perlu turut serta dalam konsep tersebut. Jangan terlalu memberikan fasilitas pada identitas tertentu sedangkan identitas lainnya diabaikan. Pemerintah perlu mengembangkan identitas yang beragam. Apakah itu berdasarkan kesamaan profesi, agama, tujuan bahkan hobi.

Dengan kesediaan kita dan seluruh manusia untuk membuka diri terhadap perbedaan, maka akan tercipta kehidupan yang harmoni. Ibarat permainan musik yang terdiri dari beragam nada dan kunci, terangkum jadi alunan indah dan menggairahkan. Kehidupan kita jalani tanpa membeda-bedakan. Tentunya pada koridor yang sesuai pada keyakinan dan kepercayaan kita masing-masing.


Penulis: Abdul Rauf Rahim, S.KM., M.Si*
* Pemuda Muhammadiyah Wilayah Kepulauan Riau
* PERSAKMI Daerah Kepulauan Riau
* Pemuda Sulawesi Selatan
* ASN di Pemerintah Provinsi Kepulauan Riau
* Member Mesin Otot Bintan Centra
* Fans Arsenal dan hobi Futsal
* Sering ngopi di Warkop Barokah Bintan Centra
* serta anggota lebih dari 30 WA Grup

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun