Saya sadar bahwa watu 14 tahun bukanlah waktu yang singkat, dalam perantauan tanpa komunikasi dengan keluarga sedikitpun.Ditambah dengan beban berat saat ia meninggalkan kampung halamannya serta beban pekerjaan yang harus dipikulnya tanpa gaji selama 14 tahun, waktu berjalan mengalir begitu saja tanpa tujuan yang pasti kerja,kerja dan kerja.
Tidak seperti lazimnya orang merantau bertahun-tahun kalau pulang ke kampung halamannya pasti akan merasa senang dan bahagia serta menangis karena terharu namun ini tidak saya lihat pada diri Yulia.Â
Saya jadi bingung dibuatnya, apakah karena tekanan pekerjaan sehingga lupa untuk bersedih dan lupa bagaimana caranya menangis ?
 Sejelek-jeleknya orang tua kita, kalau orang yang normal pastilah akan merasakan yang namanya bahagia atau sedih ketika melihat orang tuanya kembali.Â
Bahkan yang tidak habis pikir adalah anak tersebut tidak mau tinggal barang satu atau 2 hari di rumah bapak kandungnya sendiri ? Ini yang menjadikan aku kurang simpati lagi dengan yuliana namun ini salah siapa ya ? Majikan ? Keadaan ? Alam entahlah ....
Kadang aku tak mengerti jalan-Mu, tapi ini kurasakan dan kualami, dengan keterbatasan dan ketidakberdayaanku Engkau memberikan kekuatan padaku untuk keluar dari Zona nyamanku pergi dengan suka cita merangkul kehidupan yang terancam....mereka yang membutuhkan uluran tangan-Mu yang kuat .
Allahku sungguh luar biasa
Engkau yang selalu setia menemukan cara tak pernah salah selalu memberi daya, inspirasi,merengkuh, memberi kekuatan, semangat. Di saat aku merasa aman, Engkau mengajakku keluar dari Zona Nyaman. Dengan suka cita akupun pergi meretas batas, mengikuti jejak-jejak-Mu yang tak pernah lelah, Ku jumpai " Gereja yang terluka dan teraniaya "bersama-Mu aku datang menjadi ... Hati-Mu Tangan-Mu Kaki-Mu Mata-Mu.Amin
Salam Solidaritas
Sr.Laurentina PI
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H